Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh: Antonius Tebai

Ekologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi. Ilmu biologi mempelajari tentang keadan dan sifat makhluk hidup. Dengan demikian, ekologi sebagai cabang dari ilmu biologi tentu tidak terlepas dari kehidupan alam semesta.

Untuk memahami kata ekologi perlu dipahami lebih awal arti kata dari ekologi. Kata ekologi sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat tinggal, sedangkan logos artinya ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian arti kata ekologi dapat didefinisikan secara harafiah ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam sebagai rumah atau tempat tinggal makhluk hidup.

Dengan pemahaman ekologi sebagai rumah kita bersama, maka dapat dipahaami bahwa di dalam sistem ekologi terjalin hubungan atau relasi timbal baik antarmakhluk hidup.

Pandangan Santo Fransiskus Asisi terhadap ekologi

Santo Fransiskus Asisi yang mencintai alam semesta mendefinisikan bahwa alam sebagai rumah bagi makluk hidup. Semua makhluk hidup merupakan saudara-saudari yang memiliki satu bapa, yakni Allah Sang Pencipta.

Pandangan ini mengantar dia (St. Fransiskus), untuk memperoleh nilai spiritual yang mendalam. Dalam karyanya Gita Sang Surya, ia bersyukur sambil memuji dan memuliakan Tuhan, karena Tuhan menciptakan saudara-saudari dalam planet bumi:

“Terpujilah Engkau, Tuhanku, bersama semua makhlukMu, terutama Tuan saudara matahari: dia terang siang hari, melalui dia kami Kau beri terang. ia menyapa bulan, matahari, dan ciptaan lain sebagai saudara-saudari. Terpujilah Engkau Tuhanku, karena saudari bulan dan bintang-bintang di cakrawala kau pasang mereka, gemerlapan, megah, dan indah. Terpujilah Engkau, Tuhanku karena saudara angin, dan karena udara dan kabut, karena langit yang cerah dan segalah cuaca, dengannya Engkau menopang makhluk hidup ciptaan-Mu. Terpujilah Engkau Tuhanku, karena saudari air, dia besar faedahnya, selalu merendah, berharga dan murni. Terpujilah Engkau Tuhanku, karena saudara api, dengannya Engkau menerangi malam; dia indah dan cerah ceria, kuat dan perkasa. Terpujilah Engkau Tuhanku, karena saudari ibu pertiwi, dia menyuap dan mengasuh kami, dia menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan.”. ( http://katolisitas-indonesia.blogspot.com/2012/07/gita-sang-surya-fransiskus-dari-asisi.html).

Melalu kidung mazmur ini, Santo Fransiskus benar-benar mengungkapkan dirinya sebagai seorang pencinta alam semesta. Santo Fransiskus menemukan nilai tertinggi dalam alam sebagai ciptaan Tuhan yang luhur dan mulia, sejatinya manusia yang mempunyai akal budi harus menghargai dan menghormatinya dengan merawat dan memelihara.

Kekayaan ekologi di Tanah Papua

Papua dipandang sebagai paru-paru dunia yang masih tersisa karena memiliki hutan yang amat luas. Papua juga menyimpan berbagai macam kekayaan alam, seperti, emas, tembaga, nikel, minyak, batu bara, dan kualitas kesuburan tanah yang tinggi.

Kekayaan dari segi keindahan alam juga cukup banyak, seperti, keindahan alam di Raja Ampat (Papua Barat), Puncak Cartenz atau gunung es, Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang mempunyai ikan hiu paus, dan masih banyak keindahan alam lainya.

Semua kekayaan alam tersebut menjadi sumber hidup bagi orang Papua. Dengan demikian orang Papua memandang alam sebagi dapur, supermarket, atau mama yang memberi kehidupan. Dari pandangan demikian, orang Papua mempunyai etiket hidup dalam relasi terhadap alam.

Dalam etiketnya, mereka akan mencari dan mengambil makanan di alam sesuai kebutuhan keluarga. Mereka tidak akan mengambil makanan secara berlebihan, karena mereka mempunyai penghayatan tersendiri terhadap alam sebagai mama atau ibu bagi orang Papua. Dari dinamika hidup tersebut memberikan adanya hubungan yang akrab, baik, dan harmonis terhadap alam sebagai mama bagi orang Papua.

Krisis ekologi dan kemanusiaan di Papua

Alam Papua yang begitu kaya raya kini menjadi hancur. Penyebab kehancuran alam Papua ialah perusahaan-perusahaan kelapa sawit, tambang emas, nikel, batu bara, kayu, dan minyak.

Hutan yang luas menjadi semakin gundul. Ekosistem dalam air laut, air tawar, hutan, polusi udara dan iklim menjadi rusak. Selain itu, masyrakat setempat  atau orang asli Papua (OAP) mengalami kehilangan pusat hidupnya. Masyarakat setempat menjadi semakin miskin dan tersisih. Mereka menjadi penonton dari kemewahan hidup para kaum kapitalis.

Dalam sebuah data investigasi visual dari Greenpeace International bersama Forensic Architecture mengungkap perusahaan raksasa asal Korea Selatan “secara sengaja” menggunakan api untuk membuka lahan di atas konsesi. (https://www.youtube.com/watch?v=Tv27BfX_ONw).

Dalam video tersebut menjelaskan mengenai kerusakan lingkungan alam, kehilangan tempat tinggal bagi fauna dan pelanggaran HAM terhadap masyrakat setempat. Masyarakat setempat semakin terpinggirkan dan semakin menderita.

Kemudian melalui suatu investigasi dalam bentuk video (https://geckoproject.id/kesepakatan-r…) menjelaskan tentang bencana besar yang dialami oleh masyarakat suku Auyu di Boven Digoel, Provinsi Papua. Akibat yang dialami ialah hilangnya ekosistem hutan. Tindakan demikian merupakan tindakan perampasan hidup oleh pihak kapitalis kepada masyarakat setempat.

Selain kerusakan alam dari perusahaan kelapa sawit, terjadi pula kerusakan alam yang diakaibatkan dari perusahan PT Freeport Indonesia yang beroperasi di Timika. Berikut ini merupakan beberapa kerusakan ekosistem yang terjadi, yakni pembuangan limbah tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem dalam air tawar dan laut. Suhu dan iklim menjadi berubah dan menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat setempat. Suku Kamoro dan Amugme yang sering mengkomsumsi air di sekitar PT Freeport menjadi terganggu dalam hal kesehatan.

Selain itu, masyarakat setempat mengalami kehilangan pusat hidup akibat masuknya perusahaan. Pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat Amungme tidak diperhatikan dengan baik. Hanya segelintir orang yang menikmati hasil perusahaan tersebut.

Tindakan-tindakan kaum kapitalis terhadap alam dan masyarakat Papua merupakan tindakan yang bersifat amoral. Sejatinya, kaum kapitalis memperlakukan alam dan masyarakat Papua sebagai objek mencari keuntungan. Tindakan-tindakan demikian tidak dapat dibenarkan karena mereka (kaum kapitalis) merampas hak hidup orang miskin dan marjinal.

Usaha membangun budaya peduli terhadap alam dan OAP

Paus Fransiskus pertama mengeluarkan ensikliknya “Laudato Si; miSignore”, (Terpujilah Engkau, Tuhanku) tentang perawatan rumah kita bersama. Di dalam ensikliknya, Paus Fransiskus berbicara tentang kerusakan lingkungan alam yang memberikan dampak buruk dalam hidup. Dengan demikian, dalam usaha membangun rumah kita bersama Paus Fransiskus menyerukan agar setiap manusia, lebih-lebih para kapitalis, untuk mengubah gaya hidup konsumtif, budaya membuang, dan memperlakukan alam sebagai objek mencari keuntungan.

Bapa Paus menegaskan agar sesegera mungkin kita memiliki kesadaran yang tinggi terhadap alam sebagai rumah bersama dan peduli terhadap masyarakat yang termarjinal, agar rumah kita bersama dapat terawat baik dan dapat mengurangi faktor kemiskinan yang merajalela di planet kita.

Dengan merujuk seruan Paus ini, penulis ingin menyerukan kepada pihak pemerintah dan kaum kapitalis di Tanah Papua, untuk menyadari kerusakan alam dan OAP yang semakin marjinal, untuk semakin peduli, dengan meninggalkan gaya hidup konsumtif dan budaya membuang/mengabaikan alam. (*)

Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur (STFT) Abepura, Jayapura, Papua

Editor: Timoteus Marten

Leave a Reply