TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Konflik satwa liar dengan manusia, ini penjelasan Pantau Gambut

Pelepasliaran satwa langka Papua
Pelepasan nuri kepala hitan dan belasan satwa lainnya di hutan Adat Isyo Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Minggu (20/6/2021) – BBKSDA Papua untuk Jubi

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Konflik satwa liar  dengan manusia yang selama ini terjadi akibat lahan  menyempit dan ketiadaan makanan di hutan. Hal itu tak jarang menimbulkan satwa liar masuk ke pemukiman dan lahan pertanian warga.

“Kalau habitat mereka terjaga, rumah mereka aman-aman saja, mereka tidak akan masuk ke area pemukiman. Jika diibaratkan dengan manusia, mereka tergusur dari rumahnya. Kalau digusur, kita mau tinggal di mana,” kata Koordinator Nasional Pantau Gambut, Lola Abas, dikutip Antara, Senin, (4/10/2021).

Baca juga : Penjualan organ satwa dilindungi di Riau lewat Medsos

Hal itu menjadi alasan lembaganya mendorong peningkatan kesadaran menjaga habitat satwa termasuk menyelamatkan spesies langka. Bertepatan pada Hari Binatang Sedunia, Pantau Gambut menyebutkan kondisi satwa saat ini tergusur, namun saat masuk ke perkampungan terkadang dianggap sebagai hama oleh sebagian masyarakat hingga kemudian dibunuh.

“Selain karena perburuan liar, habitat satwa yang rusak itu juga berpengaruh besar terhadap jumlah satwa liar yang dilindungi yang terus berkurang,” kata Abas menambahkan.

Menurut Abas, alih fungsi hutan dan lahan gambut, industri perhutanan, pertambangan atau pembangunan infrastruktur yang memerlukan pengeringan lahan gambut sehingga terjadi kerusakan yang berakibat kebakaran hutan dan lahan gambut, hal itu  membuat habitat satwa itu hilang.

Sedangkan peningkatan kesadartahuan kepada masyarakat sekitar sangat penting untuk menjaga habitat flora dan fauna di lahan gambut, dengan rusaknya ekosistemnya akan mengganggu rantai makanan secara keseluruhan.

“Kampanye untuk meningkatkan awareness ini perlu dilakukan secara konsisten. Biasanya isu kerusakan gambut baru muncul setelah ada kebakaran hutan. Tapi, begitu tetes hujan pertama jatuh, orang perlahan lupa pada isu tersebut, sampai tiba kebakaran berikutnya,” kata Abas menjelaskan.

Peneliti di Pusat Studi Ilmu Komunikasi Lingkungan Universitas Padjadjaran Herlina Agustin menyebut sulitnya melakukan rehabilitasi satwa yang sudah dipelihara manusia untuk bisa berfungsi di alam seperti mencari makan sendiri. Padahal satwa liar memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak bisa tergantikan oleh manusia bahkan mesin sekalipun dengan salah satu contohnya adalah serangga.

“Kepunahan serangga akan mempercepat kepunahan manusia, secepat apa pun manusia berusaha untuk menggantikan fungsi serangga. Sebagian spesies serangga kini sudah masuk dalam satwa langka yang harus dilestarikan,” ujar Herlina.

Selain itu penting juga melakukan edukasi terkait satwa dan pentingnya menjaga habitatnya yang bisa dilakukan salah satu caranya adalah melalui edukasi di sekolah.

“Langkah lain yang bisa dilakukan mendukung kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan dengan membeli produk buatan masyarakat lokal dan secara umum bisa memilih memakai produk ramah lingkungan dalam kegiatan sehari-hari,” kata Herlina menjelaskan. (*)

Editor : Edi Faisol

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us