PAHAM Papua: Komnas HAM RI tidak punya mandat untuk gelar dialog Jakarta – Papua

PAHAM Papua
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia Papua, Gustaf R Kawer - Jubi/Dok.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf menilai wacana dialog ala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM tidak sesuai dengan gagasan dialog Jakarta – Papua yang dimaui orang Papua. Menurutnya, dialog yang didorong Komnas HAM RI itu seperti politik pencitraan untuk bahan diplomasi Indonesia kepada dunia internasional.

Hal itu dinyatakan Gustaf Kawer saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Rabu (16/3/2022). “Dialog ala Komnas HAM RI itu jelas jelas membuat [gagasan] dialog Papua jauh dari harapan dan kemauan mayoritas orang Papua,” kata Kawer.

Read More

Kawer menilai dialog ala Komnas HAM RI itu menjadi janggal, antara lain karena tidak sesuai dengan regulasi atau aturan. Ia menyatakan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) maupun Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) tidak memberi mandat bagi Komnas HAM RI untuk menyelenggarakan dialog, termasuk dialog Jakarta – Papua.

Baca juga: Benny Wenda : Komnas HAM tak punya kapasitas, dialog sudah terjadi di MSG dan PIF

“Dalam UUD 1945, UU HAM, sampai ke Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua maupun Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua tidak ada mandat bagi Komnas HAM RI untuk menjadi mediator [dan menyelenggarakan] dialog Jakarta – Papua,” kata Kawer.

Kawer mengatakan berbagai peraturan perundang-undangan telah merumuskan dengan jelas mandat dan tugas pokok Komnas HAM RI. Ia merujuk Pasal 76 ayat (1) UU HAM. “Tugas dan Fungsi Komnas HAM RI hanya pengkajian penyuluhan, pemantauan, mediasi terhadap persoalan HAM,” katanya.

Kawer mengatakan ketentuan Pasal 76 ayat (1) UU HAM tidak dapat ditafsirkan sebagai mandat bagi Komnas HAM RI untuk memediasi dialog Jakarta – Papua. Kawer menegaskan mandat Komnas HAM RI sebatas mediasi tentang HAM.

Baca juga: TPNPB dan KNPB tolak dialog dengan Jakarta ala Komnas HAM RI

“[Mandat itu] bukan dalam konteks sejarah masa lalu di Papua. Sekarang, ada pelanggaran HAM di Tanah Papua, [dan sebenarnya] tugas Komnas HAM RI sebatas itu saja.  Jadi [lebih baik Komnas HAM RI] fokus [menjalankan mandat] UU HAM saja. Dalam konteks dialog Jakarta – Papua, tidak ada yang mengatur Komnas HAM RI mempunyai wewenang di situ,” kata Kawer.

Menurut Kawer, mediator yang bisa memediasi dialog Jakarta – Papua adalah orang atau lembaga atau negara yang bebas dari pengaruh para pihak yang bertikai. Mediator harus menjadi penengah yang bebas dari kepentingan atau pengaruh para pihak yang berkonflik.

“Komnas HAM RI adalah satu lembaga negara Indonesia. Sementara yang mau dimediasi itu pemerintah Indonesia dan Papua. Komnas HAM RI mau mediasi apa? Komnas HAM RI adalah [bagian dari] negara [Indonesia]. Menurut saya, dialog yang didorong oleh Komnas HAM RI itu bias,” katanya.

Baca juga: Kunjungi Komnas HAM, MRP bahas revisi UU Otsus Papua dan pemekaran

Kawer menilai Komnas HAM RI juga tidak mempunyai rekam jejak yang baik dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua. Hal itu antara lain karena kewenangan Komnas HAM RI yang terbatas hanya sebagai penyelidik kasus pelanggaran HAM.

“Di Indonesia, ada berbagai kasus [pelanggaran HAM], temasuk kasus Tanjung Priuk, Aceh, sampai Papua. Kami melihat, misalnya dalam proses pengadilan kasus Abepura, pelakunya divonis bebas. Kasus Wamena dan Wasior, terbatas di Komnas HAM RI dan Kejaksaan Agung, terputar di situ. Kasus Paniai juga sama, belum sampai di pengadilan. Kalau seperti itu, apa yang mau dibanggakan dari Komnas HAM RI? Mandat penyelesaian kasus HAM saja tidak dilaksanakan, lalu Komnas HAM RI mau menjadi mediator persoalan Papua?” Kawer bertanya.

Kawer juga merujuk pengalaman dialog penyelesaian konflik dan pelanggaran HAM di Aceh pada 2005. “Kita lihat Aceh, yang memediasi kelompok Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintah lembaga dari luar negeri, bukan Komnas HAM RI.  Komnas HAM RI tidak punya pengalaman untuk itu,” kata Kawer.

Baca juga: JDP: Gagasan dialog damai mesti jadi gerakan bersama

Ketua United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Benny Wenda juga menilai Komnas HAM RI tak punya kapasitas untuk menyelenggarakan dialog Jakarta – Papua ataupun menjadi mediator dialog damai antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia. Wenda beralasan bahwa Komnas HAM RI adalah lembaga yang menjadi bagian dari Indonesia.

Menurut Wenda, sesungguhnya rakyat Papua sudah berdialog dengan Pemerintah Indonesia selama enam tahun belakangan ini, dalam forum yang dimediasi Melanesian Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF). Dalam setiap forum MSG, ULMWP menyampaikan  menyampaikan kehendak rakyat Papua dan berbagai persoalan HAM di Papua.

“Kenapa Indonesia dimasukan sebagai Associated Member di MSG? Itu karena para pemimpin MSG mengharapkan Indonesia membawa solusi atas persoalan yang terjadi di Tanah Papua,” kata Wenda.

Sejauh ini, dialog yang terjadi dalam forum MSG dan PIF itu tanpa titik temu, karena Indonesia enggan berdialog tentang persoalan yang disampaikan ULMWP. Sementara ULMWP membahas persoalan dan kasus pelanggaran HAM, Indonesia memilih membahas isu pembangunan dan Otonomi Khusus Papua.

“Itu menunjukan Indonesia tidak punya niat yang baik untuk menyelesaikan persoalan. Bahkan, [itu menunjukkan] mereka meremehkan persoalan yang terjadi,” tegas Wenda. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply