Papua No. 1 News Portal | Jubi 

[Pengantar]

Penanganan pasien Covid-19 di Provinsi Papua sangat tergantung kepada pemeriksaan sampel ‘swab’. Pengadaan alat PCR salah satu kunci sukses tingginya angka sembuh pasien Covid-19 di lingkungan PT Freeport Indonesia.

Angela Flasy dari Jubi menulis laporan mendalam (“in depth”) tentang ini dan situasi yang dihadapi laboratorium uji “swab” di Provinsi Papua. 

Jayapura, Jubi – Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di PT Freeport Indonesia (PTFI) tertinggi di Provinsi Papua. Itu terjadi karena penanganan yang serius, mulai dari pengadaan alat dan tenaga medis hingga dukungan kepada pasien.

Sampai Minggu (31/5/2020) jumlah positif virus korona di Provinsi Papua 815 orang dan 272 di antaranya di Kabupaten Mimika.

Pasien dirawat di Papua 584 orang, 174 di antaranya di Kabupaten Mimika. Dari 219 atau 27 persen pasien dirawat yang sembuh itu, ternyata 93 orang di antaranya di Kabupaten Mimika.

Menariknya, dihitung dari data Satgas Gugus Tugas Kabupaten Mimika, 71 pasien atau 76 persen dari 93 kasus pasien sembuh di Mimika tersebut ternyata dirawat di Rumah Sakit Tembagapura milik PT Freeport Indonesia.

Di Distrik Tembagapura, tempat PTFI berada, memang memiliki kasus Covid-19 tinggi, 136 kasus dengan 71 sembuh, 62 masih dirawat dan 3 pasien meninggal dunia.

Jubi mengkonfirmasi PT Freeport Indonesia pada Sabtu (30/5/2020) terkait penanganan pasien Covid-19 sehingga banyak yang sembuh.

Manager External Communication Corpcom PT Freeport, Kerry Yarangga mengatakan, PTFI menyadari sampai saat ini belum ada obat, vaksin, dan serum yang dapat mencegah atau mengobati penyakit yang disebabkan virus korona.

“Sehingga PTFI melakukan langkah-langkah yang cepat dan serius dalam penanganan Covid-19,” ujarnya.

PT Freeport Indonesia mendatangkan dua unit alat Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi virus korona lewat tes swab pada 9 Mei 2020.

Alat tersebut ditempatkan di Klinik Kuala Kencana milik PT Freeport di Timika dan di Rumah Sakit Tembagapura dengan kapasitas pemeriksaan 200 sampel per hari.

“Kami telah menerima sampel test swab dari luar area PTFI,” katanya.

Selama masa pandemi Covid-19 ini, PTFI telah merekrut lebih dari 50 orang tenaga kesehatan. Di antaranya dokter spesialis penyakit dalam, anestesi, perawat, petugas operator di Laboratorium Covid-19, dan  apoteker.

“Dari sisi tempat karantina, kami memberikan fasilitas yang terbaik untuk karyawan kami, tujuannya agar memberikan kondisi yang nyaman kepada pasien untuk beristirahat,” ujarnya.

Yarangga menjelaskan, dari sisi asupan gizi kepada pasien, pihak PTFI di Rumah Sakit Tembagapura sangat memperhitungkan kandungan gizi yang dibutuhkan guna meningkatkan daya tahan atau imun tubuh.

Demikian juga kesiapan tenaga medis di rumah sakit, 1 x 24 jam melayani kebutuhan dan penanganan kondisi pasien.

Selain itu, tambahnya, bantuan berupa dukungan dari rekan kerja, keluarga yang selalu berkomunikasi, dan senior managemen PTFI dalam kebijakan-kebijakan sangat membantu.

Dukungan tersebut membantu tenaga medis dan berbagai pihak untuk bekerja lebih efektif dalam penanganan Covid-19.

“Kami PTFI berterimakasih kepada semua pihak yang sudah membantu kami selama ini, pemerintah, masyarakat dalam mendukung PTFI melakukan langkah-langkah cepat penanganan Covid-19,” katanya.

Kesimpulan, Kerry Yarangga, tingkat kesembuhan pasien di PT Freeport Indonesia, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti perilaku dari pasien itu sendiri, dan lingkungan di mana tempat tinggal pasien.

“Kemudian sarana dan prasarana yang didukung dengan kejelasan kebijakan yang mengatur tata layanan kesehatan bagi pasien, serta genetika pasien kaitannya dengan antibodi,” katanya.

Mengenai pengobatan, katanya, dilakukan sesuai protokol yang ditetapkan Kemenkes RI.

“Dukungan obat spesifik tidak ada, lebih diutamakan peningkatan antibodi lewat makan sehat seperti susu, telur, dan vitamin C, cukup karbohidrat dan protein, serta mineral,” ujarnya.

Terkait ‘rapid test’, Yarangga menjelaskan bahwa PTFI melakukan ‘rapid test’ hanya kepada mereka yang terindikasi memiliki riwayat kontak dengan pasien yang dinyatakan positif korona.

“Upaya ‘tracing’ kasus, tes RDT, dan isolasi menjadi standar pelayanan sesuai protokol pemerintah, itu yang kami laksanakan,” katanya.

Yarangga mengakui, salah satu yang mempercepat diagnosa dan pengobatan di Rumah Sakit tembagapura mlik PTFI adalah diberikan dukungan oleh Pemerintah Mimika dan Provinsi Papua sehingga PTFI dapat menyediakan mesin PCR sendiri.

“Sehingga di Timika ada dua alat PCR, jadi tidak lagi terjadi antrian menunggu hasil swab test, kini penetapan diagnosa cepat bisa dilakukan,” ujarnya.

Sejak 13 Mei 2020 Rumah Sakit Tembagapura merilis 68 kasus kesembuhan pasien di sana.

Selain itu, laboratorium Klinik Kuala Kencana milik PTFI telah menerima setidaknya 370 sampel ‘swab’ dari RSUD Mimika dan RS Mitra Masyarakat untuk dianalisa.

 

Antre di laboratorium pemerintah

Untuk mengonfirmasi pasien Covid-19 sudah tidak terinfeksi lagi virus korona, hasil swab pasien harus dinyatakan negatif dalam dua kali pemeriksaan PCR.

Sedangkan antrean pemeriksaan di Laboratorium Balai Litbangkes Papua dan Balai Labkesda milik pemerintah Provinsi Papua sangat panjang, sekira 1.000 sampel swab sedang mengantre untuk diuji dengan mesin PCR.

Hal itu terjadi karena harus melayani 28 kabupaten dan kota di Papua. Kota Jayapura mengonfirmasi antrean sampel sejak 14 Mei, ada 110 sampel swab yang belum diuji PCR.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura dr. Nyoman Sri Antari mengatakan sejak 9 sampai 30 Mei, sebanyak 6.396 warga di Kelurahan Hamadi yang diuji dengan ‘rapid test’, 1.039 dinyatakan reaktif.

“Sebanyak 857 orang sudah menjalani swab dan hasil PCR yang baru keluar sebanyak 690, di mana 140 hasil swab dinyatakan positif, tiga pasien dinyatakan sembuh dan dua orang meninggal dunia,” katanya Minggu (31/5/2020).

Dr. Nyoman mengatakan sampai saat ini Kota Jayapura masih menunggu sekitar 200-an hasil swab dan akan melakukan swab sekitar 150-an rapid test dengan hasil reaktif. Padahal semua yang dinyatakan reaktif rapid test langsung dikarantina di hotel untuk mencegah penularan.

Selain PCR di Kota Jayapura yang melakukan uji Covid-19, Kabupaten Kepulauan Yapen sudah bisa memeriksa wilayah Saireri dengan mesin tes cepat molekuler (CTM) walau jumlah sampel yang diuji sangat terbatas, yakni 8 sampel per hari.

Sedangkan Kabupaten Nabire sudah mempersiapkan mesin PCR-nya untuk pemeriksaan wilayah Meepago, namun belum running hingga akhir pekan lalu.

Antrean di Jayapura semakin bertambah sejak Senin 25 Mei 2020 ketika Balai Labkesda kehabisan ‘reagen’ sehingga hanya Laboratorium Balai Litbangkes yang melakukan pemeriksaan PCR dengan kapasitas 200 sampel sehari.

Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Papua, dr. Silwanus Soemoele, SpOG (K) mengatakan pihaknya terkendala dengan ketersediaan ‘reagen’.

“Karena supply dengan demand yang tidak seimbang, sementara banyak hasil ‘rapid test’ yang reaktif dilanjutkan dengan swab, akhirnya terjadi antrean hingga 800 lebih sampel,” katanya pada Rabu (27/5/2020).

Menurutnya masalah klasik ketersediaan ‘reagen’, karena sudah terjadi berulang kali di Papua, dimana penyedia reagen membatasi penjualan, mengakibatkan antrean yang panjang di dua laboratorium di Kota Jayapura.

“Kita pesan 15.000, tapi tetap mereka kirim 5.000 karena mereka distribusikan ke provinsi lain, berbeda dengan ‘rapid test’, penyediaannya banyak, sehingga tersedia selalu, kita akan upayakan satu dua hari, akan tersedia kembali,” katanya.

Karena antrean yang panjang tersebut, Laboratorium Litbangkes Papua mencoba menambah jumlah sampel yang diperiksa.

“Sudah dipacu hingga 300 sampel, tapi berat,” kata Soemoele.

Menurutnya jika Labkesda Papua beroperasi bisa bekerja dengan kapasitas 300 sampel per hari.

“Kalau pemeriksaan masif, kita temukan kasus sedini mungkin, kalau kita tunda, yang datang sudah sakit berat dan sedang, itu susah,” ujarnya.

Sampai Minggu (31/5/2020) terdapat 109 pasien positif virus korona yang dirawat di hotel, akibat seluruh rumah sakit di Kota Jayapura telah penuh.

Soemoele menjelaskan hal itu juga terjadi karena kebijakan Provinsi Papua Papua yang langsung mengisolasi semua orang yang dinyatakan reaktif pada pemeriksaan ‘rapid test’.

“RDT reaktif, kita isolasi, kalau PDP, ODP yang menunjukan gejala kita rawat, kalau hasil swab positif, baik gejala ringan, sedang, kita rawat, kita rawat di Diklat BPSDM Kotaraja, hotel, dan rumah sakit,” katanya Minggu (31/5/2020).

Ia menjelaskan, kebijakan tersebut diambil Pemprov Papua untuk mencegah pasien sakit ringan menjadi sakit sedang dan berat. Antisipasi dilakukan mengingat fasilitas, alat, dan tenaga kesehatan yang dimiliki Pemprov Papua sangat minim.

“Pasien positif yang sakit ringan bisa dirawat di diklat dan hotel, sangat tergantung dengan kondisi riil pasien,” katanya.

Mengenai ketersedian alat di Kabupaten Mimika, Soemoele menjelaskan sampai Minggu (31/5/2020) Tim Satgas Covid sudah berkoordinasi dengan Mimika.

Di Kabupaten Mimika terdapat tiga alat PCR, masing-masing di di RSUD Mimika, Klinik Kuala Kencana (milik PTFI), dan Rumah Sakit Tembagapura (PTFI).

“Alat PCR di RS Tembagapura optimal, di Klinik Kuala Kencana tidak bekerja optimal karena keterbatasan tenaga, sedangkan yang di RSUD Mimika sedang ‘trouble’, alat terlalu canggih, saat ini lagi berkoordinasi dengan perusahaan karena harus diinstalkan software terbaru,” ujarnya.(*)

Editor: Syofiardi

Leave a Reply