Keluarga dan aktivis kecewa upaya pemulangan 7 tapol ke Papua gagal

Keluarga dan aktivis kecewa upaya pemulangan 7 tapol ke Papua gagal 1 i Papua
Tujuh tapol Papua di Balikpapan foto bersama perwakilan MRP didampingi para pengacara hukum – Jubi/IST
Keluarga dan aktivis kecewa upaya pemulangan 7 tapol ke Papua gagal 2 i Papua
Foto ilustrasi, tujuh tapol Papua di Balikpapan berfoto bersama perwakilan Majelis Rakyat Papua didampingi para penasehat hukum. – Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pihak keluarga dan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua kecewa karena upaya mereka memulangkan tujuh tahanan politik asal Papua dari Kalimantan Timur diabaikan aparat penegak hukum. Meskipun keluarga ketujuh tahanan politik atau tapol asal Papua telah mengadu ke sejumlah lembaga, ketujuh tapol tetap akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan mulai 11 Februari 2020.

Read More

Ketujuh tapol Papua yang akan diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan itu adalah Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobay, serta Ferry Kombo, Hengky Hilapok, dan Irwanus Uropmabin. Mahkamah Agung (MA) RI telah menunjuk Pengadilan Negeri Balikpapan untuk memeriksa dan memutus perkara ketujuh tapol itu melalui surat MA nomor: 179/KMA/SK/X/2019.

Juru bicara Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua, Ice Murib menyatakan keluarga ketujuh tapol asal Papua serta para aktivis Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Papua kecewa karena upaya pemulangan tujuh tapol asal Papua itu gagal. Murib mengatakan pihaknya telah menempuh berbagai macam cara untuk memulangkan ketujuh tapol Papua, termasuk dengan menemui Kejaksaan Tinggi Papua, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua.

“Tidak hanya kami, DPR Papua, Majelis Rakyat Papua, juga para aktivis yang lain juga sudah bersuara. Akan tetapi Mahkamah Agung mengeluarkan rekomendasi untuk menjalani persidangan di Kalimantan Timur,” katanya.

Ketua tim Solidaritas, Christianus Dogopia juga menyatakan kekecewaannya, karena sudah beberapa kali beraudiensi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua untuk mengupayakan pemulangan ketujuh tapol Papua itu. “Pihak Kejati [Papua] menyampaikan, [faktor] keamanan [menjadi alasan] Kepolisian Daerah Papua memindahkan ketujuh tapol itu ke Kalimantan Timur,” katanya.

Dogopia mengatakan sejumlah anggota DPR Papua juga telah mendatangi Kejati Papua, meminta agar ketujuh tapol Papua dipulangkan dari Kalimantan Timur. Akan tetapi, permintaan itu tidak dipenuhi.

“Pihak keluarga ketujuh tapol Papua telah [berbicara di media massa], meminta agar mereka dipulangkan. Akan tetapi, suara keluarga tidak didengar. Beberapa lembaga swadaya masyarakat, advokat, dan badan eksekutif mahasiswa juga meminta hal yang sama, ketujuh tapol Papua [harus] segera dipulangkan kembali ke Papua,” kata Dogopia.

Setelah seluruh upaya itu, pihak keluarga justru mendengar kabar bahwa jadwal persidangan ketujuh tapol sudah ditetapkan, dan persidangan itu akan dimulai di Pengadilan Negeri Balikpapan pada 11 Februari 2020. “Kami menyerukan kepada para pemimpin dan tokoh agama di Papua, segera menyerukan dukungan doa di gereja dan masjid, untuk [mendukung] tujuh tapol Papua di Kalimantan Timur,” kata Dogopia.

Dogopia meminta seluruh pimpinan lembaga swadaya masyarakat dan badan eksekutif mahasiswa (BEM) di Papua untuk bersatu membuat kampanye yang menyuarakan nasib ketujuh tapol Papua itu. “BEM perguruan tinggi di tanah Papua, segera serukan kampanye pemulangan dan pembebasan tujuh tapol Papua. Seluruh organisasi pemuda dan mahasiswa di Tanah Papua [harus] segera membangun solidaritas bersama untuk menyuarakan nasib tujuh tapol Papua yang akan diadili di Kalimantan Timur,” kata Dogopia.

Dogopia juga mengecam iklan media daring kawattimur.com menuliskan “Alexander Gobay, Ketua BEM USTJ, Salah Satu Aktor Kerusuhan di Kota Jayapura, tanggal 29 Agustus 2019”. Iklan itu dinilai sebagai bentuk penghakiman dan melanggar asas praduga tidak bersalah, karena Alexander Gobay belum divonis bersalah.

“Untuk hal itu, kami meminta kepada Dewan Pers untuk menindaklanjuti iklan media online kawattimur.com. [Harus ada penilaian Dewan Pers, dengan] berdasarkan Kode Etik Pers,” katanya.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply