Dekranasda Kota Jayapura optimis kerajinan tembus pasar nasional
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Jayapura, Provinsi Papua, Khristina L. Mano, mengaku optimis produk usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM mampu menembus pasar nasional. “Memberikan pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat sejahtera dan memiliki daya saing secara global,” ujar Khristina Mano usai rapat kerja di Kantor Disperindagkop dan UKM Kota Jayapura, Kamis (28/10/2021). Selain pembinaan dan pelatihan, menurut Khristina Mano, pemasaran merupakan salah satu upaya yang memegang peranan penting agar produk UMKM bisa tembus pasar nasional. “Agar bisa berdaya saing dan memberikan manfaat peningkatan ekonomi pelaku UMKM, mandiri, dan sejahtera,” ujar Khristina Mano. Untuk itu, dikatakan Khristina Mano, melalui rapat kerja 2021, sangat penting dilakukan sekaligus mengevaluasi program kerja dan kegiatan agar matangkan program kerja 2022. “Kemajuan suatu bangsa ditentukan kreatifitas dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia, melalui karya produk seni kerajinan agar dapat meningkatkan perekonomian rakyat,” ujar Khristina Mano. Dikatakan Khristina Mano, peran dan potensinya UMKM yang besar dan secara dinamis maka seni kertajinan perlu dilestarikan dan didorong pengembangannya sehingga bisa optimal. Khristina Mano menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura yang sudah membantu dalam program kerja dan kegiatan untuk pengembangan UMKM di bawah naungan Dekranasda. “Ada 134 kelompok usaha kerajinan yang kami bina, seperti usaha batik, noken, aksesoris, dalam bentuk bahan kerja dan bahan baku. PON XX Papua 2021 banyak memberikan manfaat kepada pelaku ekonomi khususnya binaan Dekranasda Kota Jayapura,” ujar Khristina Mano. Baca juga: Dekranasda Kota Jayapura beri bantuan hibah pelaku usaha Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, melalui Asisten II Setda Kota Jayapura, M. Nurjainudin Konu, mengatakan sebagian PAD disumbang dari kontribusi pelaku UMKM. “Dekranasda terus berusaha dalam meningkatkan ekonomi pelaku UMKM. Harus ada terobosan baru salah satunya mengoptimalkan pemasaran seperti membuka pameran khusus usaha seni kerajinan tangan,” ujar Konu. Dikatakan Konu, Pemkot Jayapura berharap Dekranasda agar menyusun program kerja yang bisa dilaksanakan sehingga ada hasil yang bisa tercapai. “Melalui rapat kerja ini dapat menyusun program pembinaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pelaku UMKM,” ujar Konu. (*) Editor: Dewi Wulandari
Mama-mama dari Asmat berjualan suvenir rajutan di arena Peparnas
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Waktu menunjukkan pukul 9 malam pada Jumat 22 Oktober 2021 di Jayapura, Papua ketika sekelompok mama-mama tampak memasukkan kembali suvenir jualan ke dalam tas mereka. Mereka hendak pulang sebab pembeli sudah semakin sepi dan acara Semarak Peparnas XVI Papua yang di gelar di halaman Kantor Otonom, Kotaraja, Jayapura itu akan berakhir pada pukul 10 malam. Mereka adalah mama-mama dari Asmat yang datang ke Jayapura dengan tujuan bisa berpartisipasi dengan menjual suvenir di kegiatan Peparnas XVI Papua. “Kami dari Asmat, semuanya ada 23 orang,” kata Kletus Yurum, ketua kelompok. Yurum mengatakan suvenir-suvenir rajutan tangan itu telah dipersiapkan sejak 2020. Mereka awalnya hendak berjualan pada kegiatan PON XX, namun terkendala anggaran sehingga baru bisa ke Jayapura pada 15 Oktober 2021. “Datang ke sini kita pantungan biaya sendiri, ada yang baru terima dana BLT dipakailah uang itu untuk bayar transportasi ke sini,” ujarnya. BACA JUGA: Berjualan di bawah rindang pohon mangga, Mama Salomina turut nikmati dampak PON XX Yurum mengatakan sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meminta bantuan, hanya saja tak ada tanggapan. Selama di Jayapura mereka tinggal di kontrakan di Polimak, Jayapura. “Kita kontrak dua bulan bayar Rp2 juta. Tinggal di situ sambil tunggu informasi dari panitia dong selanjutnya nanti akan jualan di venue mana,” katanya. Salah satu mama, Genoveva Seibab mengatakan telah membuat suvenir sejak 2020. Ia memang secara khusus mempersiapkannya untuk dijual pada kegiatan olahraga empat tahunan itu. “Mau jualan saat PON XX tapi kita terlambat datang. Kita tiba di sini pas acara penutupan,” ujarnya. Seibab mengatakan ada ratusan suvenir rajutan tangan yang mereka bahwa dari Asmat. Ia sendiri membawa 33 tas ukuran kecil dan besar. Tas-tas itu ia jual seharga Rp500 ribu hingga Rp1 juta. “Saya punya sudah ada beberapa yang beli tas yang harga Rp500 ribuan,” katanya. Ia berharap panitia bisa mengakomodir mereka berjualan selama berlangsungnya Peparnas XVI Papua. Kali ini Peparnas XVI akan diikuti 2.725 atlet dan ofisial penyandang disabilitas dari 34 provinsi di Indonesia. “Semoga bisa terjual habis kita punya suvenir ini,” ujarnya. Mama lainnya, Klaudia Cende mengatakan datang dari Asmat sejak 15 Oktober 2021. Ia juga datang bersama 22 temannya untuk berjualan souvenir pada kegiatan Peparnas XVI Papua. “Kita mau jualan di PON XX, tapi kegiatannya kan sudah selesai. Jadi kami jualan di kegiatan Peparnas XVI saja,” katanya. Selain tas dari kulit kayu yang secara khusus dipersiapkan mama-mama, ada juga gelang, kalung, celana khusus tarian yang terbuat dari kulit kayu. Harganya pun bervariasi dari Rp500 ribu hingga Rp5 juta. Bahkan ada satu suvenir pesawat dari kulit kayu yang dijual hingga Rp50 juta. “Kita berharap semuanya bisa terjual habis,” ujarnya. Selain pelaku UMKM dari Asmat yang menjual beragam suvenir nanti selama perhelatan Peparnas XVI Papua, ada pula pelaku UMKM dari Kota Jayapura yang secara khusus mempersiapkan kuliner lokal untuk dijual. Salah satunya pelaku UMKM dari Jayapura, Elisabet Meike, perempuan 42 tahun. Ia mengatakan kelompoknya menjual kuliner, yakni Papeda bungkus, ikan mujair goreng dan tumis pepaya campur petatas dengan harga Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. “Pemasukan sudah sekitar Rp1,2 juta,” katanya saat ditemui Jubi di halaman Kantor Otonom, Kotaraja, pada Jumat, 22 Oktober 2021. Ia dan tujuh anggota membentuk kelompok UMKM yang diberi nama “Walihena” pada 2010. Kelompok mereka direkrut dan dibina Disperindagkop Kota Jayapura sejak 2018. Kelompok itu terbentuk atas keinginan bersama untuk membantu ekonomi keluarga dengan berjualan kuliner. Menurut mereka berjualan kuliner lokal lebih diminati masyarakat. “Makanan lebih suka digemari orang, peluang itu yang kami ambil,” ujarnya. (*) Editor: Syofiardi
Jubir Gubernur ajak masyarakat Papua ikuti Pacific Exposition 2021 secara daring
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus menyatakan Gubernur Papua, Lukas Enembe mengimbau masyarakat untuk mengikuti perhelatan Pasific Exposition 2021 akan berlangsung di Wellington, 27 – 30 Oktober 2021 dan digelar secara daring. Pameran virtual itu dapat dikunjungi melalui laman internet penyelenggara Pasific Exposition 2021. Hal tersebut disampaikan Rifai di Jayapura, Rabu (27/10/2021). Rifai menilai menilai, Pacific Exposition 2021 merupakan ajang pameran dagang, investasi, dan ekonomi yang strategis, karena diikuti 20 negara kawasan Pasifik. Peserta pameran itu termasuk Indonesia, Australia, dan Selandia Baru. Menurut Rifai, Gubernur Papua menilai Pacific Exposition 2021 merupakan terobosan yang sangat bermanfaat bagi negara-negara yang ada di Kawasan Pasifik, khususnya Indonesia. “Gubernur berharap agar even itu mampu mendongkrak perekonomian wilayah timur Indonesia ,dan mampu menjadi mesin tambahan bagi pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya. Baca juga: Papua akan tampilkan produk unggulan dalam Pacific Exposition 2021 Rifai menyatakan Gubernur Papua mengapresiasi langkah panitia penyelenggara yang menyelenggarakan pameran itu secara daring. Langkah itu dinilai sesuai dengan situasi pandemi COVID-19. Selain itu, pameran secara daring itu berpeluang menggenjot transaksi yang luar biasa besar, seperti yang ditargetkan oleh panitia. “Melalui gelaran ini, Papua ingin menunjukkan hasil bumi yang dipadukan dengan kreativitas orang asli Papua. [Kita akan menunjukkan bahwa orang asli Papua] dapat bersaing dan memiliki kualitas yang unggul serta berdaya guna,” katanya. Selain bisa menggenjot perekonomian, Pasific Exposition 2021 juga merawat persaudaraan lintas negara di kawasan Pasifik.”Mari kita tunjukkan pada dunia, kawasan Pasifik sungguh erat tali persaudaraannya, dan memiliki nilai yang tinggi dalam perekonomian global. Mari semarakkan, It’s Pacific Time!,” ujar Rifai. Kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Papua, Suzana Wanggai mengatakan Pasific Exposition 2021 berlangsung di Wellington, ibu kota Selandia Baru. “Banyak berbagai produk unggulan Papua yang akan dipamerkan di Pasific Exposition 2021, seperti kopi , batik, dan lainnya. Bahkan, kami juga akan mempromosikan [objek] wisata yang ada di Papua. Itu penting guna menarik wisatawan dan investor,” kata Suzana. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Wakil Ketua Komisi III DPR Papua: BUMD tak produktif perlu penataan ulang
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, Kusmanto menyatakan badan usaha milik daerah atau BUMD yang tidak produktif dan tak memberikan sumbangsih pendapat bagi daerah, perlu penataan ulang. Ia mengatakan, kehadiran BUMD diharap dapat berkontribusi bagi daerah, sebab perusahaan itu mendapat penyertaan modal dari pemerintah daerah. “Kalau BUMD tidak berkontribusi untuk apa kita pertahankan BUMD itu. Namun ini masih dalam progress. Akan dievaluasi, dan kami Komisi III akan memberikan masukan kepada Pemprov Papua terkait progress BUMD,” kata Kusmanto, Rabu (27/10/2021). Menurutnya, salah satu BUMD milik Pemprov Papua yang perlu penataan kembali adalah PT Irian Bhakti Mandiri (PT IBM). Kontribusi perusahaan ini dinilai belum maksimal. Padahal katanya, PT IBM membawahi beberapa perusahaan, di antaranya PT Percetakan Rakyat Papua, PT Varunapura dan pelayaran. “Sekarang ini kan, PT IBM berperan sebagai distributor semen Conch, sehingga performa perusahaan ini harus ditingkatkan agar mendapatkan kepercayaan dari pasar,” ucapnya. Kusmanto mengatakan, ada juga beberapa perusahaan lain yang juga milik daerah telah berkontribusi cukup baik. Perusahaan itu di antaranya, Bank Papua dan Jaminan Kredit Daerah atau Jamkrida Papua, serta PD Irian Bhakti. Katanya, Jamkrida selama ini telah berkontribusi cukup baik. Misalnya membantu pelaku usaha mikro kecil terutama asli Papua mengembangkan usahanya, dengan menjamin kredit bank bagi pelaku usaha. “Komisi III DPR Papua terus mengevaluasi usaha setiap BUMD, dengan harapan ke depan perusahaan perusahaan daerah itu dapat mandiri dan produktif,” ujarnya. Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy Pemprov Papua tidak bisa terus meminta atau berharap anggaran dari pemerintah pusat. Mesti ada upaya lain mendapat tambahan PAD dengan memanfaatkan potensi aset dan BUMD yang ada. “Kalau kita tidak ada upaya secara profesional mencari anggaran sendiri memanfaatkan potensi yang ada, sampai kapan kita terus berharap dana dari pusat. Kita mesti kreatif bagaimana meningkatkan dan mendatangkan PAD,” kata Benyamin Arisoy beberapa waktu lalu. Katanya, Pemprov Papua memiliki banyak aset kendaraan, bangunan, dan tanah yang dapat dimanfaatkan sebagai penyumbang PAD. “Kami berharap ke depan aset ini bisa mendatangkan uang bagi daerah. Begitu juga aset tanah dan bangunan,” ujarnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Di Kampung Onggaya, masyarakat jual kelapa kering Rp1.000 per buah
Papua No. 1 News Portal | Jubi Merauke, Jubi – Salah satu potensi andalan masyarakat di Kampung Onggaya yang bisa dijual sekaligus mendatangkan uang adalah kelapa, selain ikan, udang, maupun anyaman. Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kampung Onggaya, Distrik Naukenjerai, Kabupaten Merauke, Papua, Marthen Teorupun, saat ditemui Jubi di kampungnya, Minggu (24/10/2021). “Memang yang lebih cepat dijual masyarakat yang berjumlah 119 kepala keluarga itu adalah kelapa tua (kering). Harganya Rp 1.000/buah,” ujarnya. Dalam seminggu, jelas dia, masyarakat menjual ke tengkulak di kampung sampai dua kali. Biasanya setiap kepala keluarga menjual antara 300-500 buah. “Memang lebih banyak dibeli adalah kelapa tua, tetapi kadang juga orang dari kota datang membeli kelapa muda dengan harga Rp 5.000/buah,” katanya. Selain itu, jelas dia, ada sejumlah potensi lain yang dimiliki untuk bisa dijual seperti ikan, udang sampai daging serta anyaman. Hanya saja, masyarakat tak bisa bawa sendiri jual ke kota, akibat kondisi jalan masih rusak parah. “Saya meyakini ketika jalan diaspal pemerintah, warga setempat akan membawa hasilnya untuk jual sendiri ke kota. Karena jarak dari Onggaya ke kota, ditempuh hanya sekitar setengah jam,” katanya. Baca juga: Jalan penghubung dari Bokem hingga Tomerauw rusak parah Pdt. Musa Lewokabesi, tokoh agama Kampung Onggaya, mengaku banyak potensi masyarakat di sini yang bisa diolah sekaligus dijual sendiri ke kota, namun persoalannya adalah jalan yang masih rusak parah. “Betul, di sini ada tengkulak yang menampung kelapa kering, setelah membeli dari masyarakat, membawa sekaligus dijual ke kota,” ujarnya. Ditanya alasan warga tak mengolah untuk dijadikan kopra, Pendeta Musa mengaku harga juga sering menjadi persoalan, lalu pengolahan juga sehingga masyarakat lebih memilih menjual buah kelapa kering. (*) Editor: Kristianto Galuwo
Sebagian warga di Kota Jayapura kesulitan mendapatkan gas elpiji
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Sudah tiga hari sejak 17 Oktober 2021 Rizal berkeliling Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura hingga Kabupaten Keerom di Papua. Di tiga daerah tersebut ia mencari toko maupun agen yang masih menjual gas elpiji. Hanya saja semuanya kosong. “Sudah cari ke semua tempat, tapi kosong juga,” katanya. Ketersediaan gas elpiji sangat penting bagi Rizal. Sebab ia bersama teman-temannya menjalani usaha ayam goreng yang diberi nama “Prime Fried Chicken”. Mereka sudah memiliki empat cabang di Kota Jayapura, Papua, yaitu di Dok 8, Pasar Lama Youtefa, Abepura, dan Waena. Satu cabang usaha dalam sebulan menghabiskan tiga tabung gas elpiji ukuran 12 kilogram. Rizal biasa langsung membelinya di agen yang ada di Kota Jayapura dengan harga Rp270 ribu. “Sebulan habiskan tiga tabung 12 kilogram,” ujarnya. BACA JUGA: KAPP bantu puluhan mama-mama penjual pinang di Jayawijaya Rizal mengatakan persediaan tabung gas elpijinya hampir habis. Jika tidak segera mendapatkan gas, mereka terpaksa menutup sementara usaha mereka. “Ini kalau habis harus tutup jualan dulu. Kita tidak bisa pakai minyak tanah, harus pakai gas,” katanya. Ia tidak bisa memakai minyak tanah karena akan mempengaruhi hasil ayam gorengnya. Selain itu memakai gas lebih praktis dan lebih irit ketimbang minyak tanah. “Pakai kompor minyak tanah proses gorengnya agak lama serta pengaruh ke ayam. Terus ayam tidak krispi karena suhu tidak stabil. Kalau kompor gas lebih stabil dan ayamnya lebih krispi,” ujarnya. Hal yang sama juga disampaikan Dessy yang tinggal di Perumnas 3 Waena. Ia juga mengaku kesulitan mendapatkan gas elpiji. “Saya kesulitan dapatkan gas elpiji. Cek ke Pertamina cuma sudah kosong. Kita harus taputar seharian, itu pun dapat di toko-toko kecil dengan harga lumayan mahal,” katanya. Dessy dan keluarganya sejak 2018 beralih dari minyak tanah ke gas elpiji. Alasannya memakai gas lebih praktis dan irit dibandingkan minyak tanah. “Dulu sempat cari minyak tanah susah, jadi kita beralih pakai gas. Terus juga minyak tanah lebih boros. Padahal minyak tanah cuma dapat jatah 20 liter satu bulan. Kalau pakai gas lebih hemat,” ujarnya. Jika menggunakan minyak tanah dalam dua minggu ia membutuhkan 20 liter. Sedangkan gas ukuran 20 kilogram bisa bertahan hingga dua sampai tiga bulan. “Tidak khawatir pakai gas yang penting sudah tahu pemakaiannya. Kita rutin cek karet yang dari regulatornya biar tidak ada kebocoran,” katanya. Dessy mengatakan jika persediaan gas kosong dan tidak ada di agen maupun toko lagi, alternatifnya dia kembali memakai kompor minyak tanah. Untuk itu ia berharap Pertamina secepatnya menyediakan stok gas elpiji jika sudah kosong. “Kita harus bongkar-bongkar lagi kompor yang sudah disimpan untuk pakai masak,” ujarnya. Penyebab sulitnya gas PT Anugrah, salah satu agen penyedia gas elpiji di Kota Jayapura juga mengalami kekosongan stok gas. Indah, salah seorang pegawai PT Anugerah mengatakan stok sudah kosong sejak dua minggu sebelumnya. “Stoknya memang kosong sama sekali, memang kehabisan ini. Yang kita simpan juga memang sudah habis,” katanya. Indah mengatakan stok gas elpiji yang disediakan PT Anugrah hanya bertahan selama dua minggu. Harga pengisian ulang untuk tabung 5 kilogram Rp120 ribu, 12 kilogram Rp235 ribu, dan 50 kilogram Rp250 ribu. “Ini akan ada kenaikan harga. Harganya tidak menentu, ini yang lama punya [harga],” ujarnya. Indah mengatakan kapal yang mengangkut gas dari Surabaya sudah berada di Jayapura. Hanya saja belum bersandar kerena masih menunggu kapal barang yang lain sedang membongkar muatan di pelabuhan. Menurutnya seharusnya sesuai jadwal kapal pemasok gas sudah sandar sejak 17 Oktober 2021. Artinya kapal tersebut sudah terlambat tiga hari dari jadwal. “Yang kami simpan juga sudah habis, tapi kapal-kapal belum datang juga. Ini sudah terlambat, seharusnya sudah sandar. Kalau bisa jangan sampai terlambat karena warga sudah pada mengeluh,” ujarnya. Agen gas elpiji lainnya di Kota Jayapura, PT Elcony Panasumi juga kehabisan gas elpiji. Mereka juga sedang menunggu kapal pemasok dari Surabaya tersebut. “Lagi kosong, kapalnya terlambat. Kita masih menunggu,” kata Intan, salah satu pegawai PT Elcony Panasumi. Senada dengan Indah, Intan mengatakan seharusnya sesuai jadwal kapal sudah bersandar sejak 17 Oktober 2021. Ia mengaku belum mendapatkan informasi terkait keterlambatan tersebut “Tidak tahu terlambat sampai kapan. Biasa molor tapi tidak semolor ini. Ini belum ada informasi dari mereka [Pertamina] kenapa kapalnya terlambat,” ujarnya. PT Elcony Panasumi melayani konsumen untuk pengisian gas elpiji untuk 5,5 kilogram harganya Rp115 ribu dan 12 kilogram seharga Rp235 ribu. (*) Editor: Syofiardi
Masyarakat adat Keerom: Hutan habis untuk sawit, tapi kami tidak menikmati
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Perwakilan masyarakat adat Kampung Wembi, Distrik Manam, Kabupaten Keerom, Papua, Kosmas Boryam menyatakan sebagian besar hutan adat di sana telah habis karena dijadikan perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi, masyarakat adat di sana tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari perkebunan kelapa sawit itu. Pernyataan itu dikatakan Boryam, dalam seminar daring bertajuk “Jaga Eksosistem, Jaga Iklim: Pengelolaan Sumber Daya Alam Papua oleh Masyarakat Adat” yang digelar Yayasan EcoNusa pada Jumat (22/10/2021). “Hutan kami sudah sebagian besar dijadikan lahan sawit. Tapi penghasilan dari sawit itu kami masyarakat adat tidak nikmati. Yang makan siapa?” tanya Boryam. Menurutnya, keberlangsungan hutan sangat penting bagi masyarakat adat yang ada di Papua, termasuk di Kabupaten Keerom. Sejak dulu, hutan merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat, menjadi tempat berburu dan meramu. Baca juga: Perusahaan sawit di Nabire diingatkan tak ingkari MoU dengan Suku Yerisiam “Kami masyarakat adat berburu di hutan, karena kekurangan pendapatan untuk makan, dan membiayai sekolah anak. Kalau dapat buruan, misalnya rusa, kami bisa jual untuk biaya anak sekolah,” ujarnya. Akan tetapi, hutan ulayat masyarakat adat semakin habis karena dijadikan perkebunan kelapa sawit. Boryam menyatakan tidak mengetahui bagaimana kelanjutan kehidupan masyarakat adat Keerom generasi berikutnya. Baca juga: Papua Barat, satu satunya provinsi yang menyelesaikan evaluasi perizinan sawit Meskipun hutan adatnya telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, masyarakat adat di Wembi menggantungkan penghidupan mereka dengan menanam singkong, sayuran, vanili, dan cokelat di lahan yang masih tersisa. “Kami hanya hidup bertani. Kami tidak punya biaya cukup untuk membiayai anak kami sekolah. Kami harap pemerintah bisa perhatikan kami, para masyarakat adat di kampung,” ujarnya. Perwakilan masyarakat adat Kampung Wembi lainnya, Magdalena Penaf mengatakan selama ini pihaknya memenuhi kebutuhan hidup dengan berburu dan meramu di hutan adat. “Orangtua kami dulu makan sagu, tapi kami kini makan nasi. Itu karena orangtua kami dulu tanam sagu. Kami kini mulai tanam padi, karena lahan kami mulai banyak hilang,” kata Magdalena Penaf. Ia khawatir berkurangnya luasan hutan adat membuat nasib generasi masyarakat adat Keerom semakin terancam. Penaf berharap pemerintah membuat kebijakan untuk melindungi hutan adat yang tersisa di Keerom dan Papua. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Ini masalah yang dihadapi nelayan di perairan Arafura
Papua No. 1 News Portal | Jubi Merauke, Jubi – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke, Suhono Suryo, mengungkapkan sejak moratorium diberlakukan sejak 2014 silam, berbagai jenis ikan di perairan Arafura sangat melimpah. Akibatnya, para nelayan kewalahan menampung sekaligus menjualnya. “Sebelum moratorium, banyak kapal asing beroperasi merampas sekaligus mengambil ikan di laut Arafura. Namun setelah moratorium diberlakukan, tak ada lagi aktivitas kapa lasing di laut, baik siang maupun malam,” ujar Suhono kepada Jubi di Merauke, Papua, Kamis (21/10/2021). “Harus diakui bahwa ikan semakin melimpah. Dalam sehari, ikan yang berhasil dijaring nelayan jumlahnya sangat banyak. Sehingga tidak mengherankan kalau lebih banyak nelayan hanya mengambil gelembung ikan, sedangkan bagian tubuh ikan dikuburkan,” ungkapnya. Dikatakan, gelembung ikan memiliki nilai jual sangat tinggi. Nelayan memilih tak membawa pulang bagian tubuh ikan untuk diolah sekaligus dijual dan dijemur, lantaran sulitnya pemasaran. “Saya mencontohkan saja, Distrik Waan memiliki potensi ikan yang berlimpah. Untuk menjual keluar, sangat sulit mengingat topografi wilayah yang sangat jauh [dari pusat kabupaten]. Sehingga kadang kala mereka hanya mengambil gelembungnya saja. Sedangkan tubuh ikan dikuburkan,” ujarnya. “Dulu ada perusahan ikan di Wanam, Distrik Ilwayab dan hampir setiap hari kapal asing beroperasi membeli ikan mereka setelah menjaring. Namun sekarang sudah tak ada perusahaan lagi [yang beroperasi di Wanam], sehingga solusinya adalah gelembungnya diambil dan tubuh ikannya dikuburkan begitu saja,” kata Suhono. Diakuinya, pemerintah telah mengambil langkah memberikan pelatihan kepada masyarakat agar ikan yang berhasil ditangkap tak dibuang, tetapi diolah dengan cara dikeringkan. “Itu sudah dilakukan, hanya saja menjadi persoalan adalah pemasaran keluar daerah. Ini yang sedang kami pikirkan untuk ke depannya, sehingga begitu ikan dikeringkan, langsung dibeli di tempat sekaligus dibawa dan dipasarkan keluar daerah,” ungkapnya. Baca juga: Menteri Kelautan dan Perikanan RI Bekukan PT Dwikarya Wanam Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan, mengakui kalau Distrik Waan memiliki potensi ikan sangat berlimpah. Hanya saja masyarakat dari kampung-kampung kesulitan memasarkan ikan hasil tangkapan mereka, baik dalam bentuk ikan segar maupun ikan yang sudah dikeringkan. “Betul bahwa saking banyaknya ikan, kadang masyarakat menguburkannya begitu saja. Tentu ini menjadi catatan bagi pemerintah setempat untuk mencari solusi terbaik, terutama pemasarannya,” kata Ulukyanan. (*) Editor: Dewi Wulandari
Penjual buah dan es buah kebanjiran pembeli saat PON XX
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Para pedagang buah dan es buah yang terletak di pertigaan jalan Genyem kebanjiran pembeli saat Pekan Olahraga Nasional ( PON) XX di Kabupaten Jayapura berlangsung, 2-15 Oktober lalu. Kebutuhan akan buah saat itu sangat tinggi, apalagi para atlet dan juga official yang tidak mendapatkan tambahan buah saat konsumsi makan mereka kala pertandingan sedang berlangsung. ” Selama pelaksanaan PON XX, ada banyak atlet dan official yang datang membeli buah di sini, ” ujar Lina Yaboisembut penjual buah di pertigaan jalan genyem Kemiri Sentani. Selasa (19/10/2021). Stok buah yang disiapkan, kata Lina, ada mangga berbagai jenis, buah naga, jeruk, pepaya, dan durian. Paling diminati adalah mangga, jeruk dan buah naga. Stok buah selalu dibawa langsung dari kebun di Kertosari. Tetapi juga ada yang dibeli dari tempat lain seperti mangga pepaya dari Depapre. Dikatakan, dengan kondisi cuaca yang sedikit panas, selama berlangsngnya PON XX setiap hari ada penambahan stok buah. Pasokannya sedikit meningkat dari sebelumnya ” Setiap pagi ada enam sampai tujuh karung besar. Baru setengah hari stok jualan sudah habis, dan menjelang sore ada tambahan tiga hingga empat karung lagi, “. Menurutnya, modal yang disiapkan untuk membeli buah ditempat lain seperti mangga dan juga buah naga sebesar tiga juta rupiah. Hasil yang diperoleh dari modal tersebut setiap hari mencapai lima juta rupiah selama berlangsungnya PON XX. ” Dari modal membeli buah di tempat lain, hasilnya mencapai lima juta rupiah. Sementara hasil jualan buah yang dibawa dari kebun sendiri, setiap hari mencapai dua hingga tiga juta rupiah, ” jelasnya. Hal senada juga dikatakan oleh Yati, pedagang es buah di pertigaan jalan genyem. Bahwa setiap hari, lapak es buah nya selalu dipenuhi para pembeli. Kebanyakan dari mereka yang sedang mengikuti PON XX di Kabupaten Jayapura. ” Ada satu atau dua tim baseball, dari Jawa atau Sumatera yang datang ke sini untuk membeli buah sekaligus mencicipi es buah, ” Kata Yati Yati menyebutkan, dampak PON XX cukup besar bagi usaha kecil yang sedang digelutinya setahun belakangan ini. Peningkatan pendapatan sebelumnya tidak sama saat PON XX berlangsung. Ibu empat anak ini merasa seperti kejatuhan berkat yang berlebihan dari biasanya. ” Dari modal limaratus ribu, setiap hari hanya bisa kelebihan tiga ratus ribu bahkan lebih sedikit mencapai limaratus ribu tergantung pembeli. Tetapi kemarin saat adanya PON XX, setiap hari pemasukan mencapai satu juta lima ratus ribu setiap hari. Bahkan dua hari sebelum penutupan, pernah mencapai dua juta rupiah. Senang juga, ada uang yang lebih untuk kebutuhan keluarga, ” . (*) Editor: Syam Terrajana
KAPP bantu puluhan mama-mama penjual pinang di Jayawijaya
Papua No.1 News Portal | Jubi Wamena, Jubi – Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) memberikan bantuan berupa meja dan modal usaha untuk berdagang, bagi para mama-mama penjual pinang di sejumlah tempat di kota maupun pinggiran Wamena. Ketua Umum KAPP Provinsi Papua, Musa Haluk, mengatakan penyerahan bantuan ini merupakan tahap pertama yang dilakukan KAPP, guna membantu para mama-mama penjual pinang, dimana target akan ada 200-an penjual yang dibantu. “Kali ini ada 25 orang mama-mama yang dibantu, baik 22 orang yang mendapatkan bantuan tempat atau meja untuk berjualan, ada juga juga yang sudah punya tempat namun kita lakukan rehab,” kata Haluk kepada wartawan di Gedung Ukumearek Asso Wamena, Senin (18/10/2021). Menurutnya, awalnya dilakukan pendataan bagi mama-mama penjual pinang dengan dua kategori, seperti menjual di halaman terbuka maupun yang berjualan di depan pertokoan di dalam kota atau pinggiran Wamena. “Sebelum beri bantuan, kami pun adakan pelatihan manajemen bagi penjual pinang ini, jadi tidak hanya memberikan modal usaha dan meja, tetapi bagaimana ke depan mama-mama ini dapat mengatur manajemen mereka dalam menjual pinang,” katanya. Bagi mama-mama penjual pinang yang telah didata, katanya, KAPP pun memberikan bantuan soal pengiriman buah pinang, dimana untuk pengiriman pinang tersebut, mereka mendapat kemudahan dan potongan harga atau biaya dalam hal transportasi pesawat. Sementara itu, Wakil Bupati Jayawijaya, Marthin Yogobi mengaku sebagai mitra kehadiran KAPP turut mendukung penyelenggaraan program pemerintah, guna mewujudkan pembangunan daerah sesuai dengan kearifan lokal, dalam rangka meningkatkan perekonomian berbasis masyarakat di Papua khususnya di Jayawijaya. “KAPP merupakan salah satu wadah advokasi yang berfungsi memproteksi sumber-sumber ekonomi daerah berbasis kearifan lokal, dan menghimpun pengusaha orang asli Papua, sehingga diharapkan dapat bersaing secara sehat dengan pengusaha lainnya dari luar Papua,” kata Yogobi. Ia pun berpesan agar KAAP bukan hanya memberikan bantuan tetapi juga mengadakan pelatihan-pelatihan bagi pengusaha asli Papua, baik itu cara pengelolaan keuangan maupun pelatihan lainnya, yang bisa mengembangkan usaha setiap pengusaha OAP. “Saya harap bantuan yang diberikan ini dapat sedikit memudahkan mama-mama dalam berjualan,” kata Yogobi. (*) Editor: Kristianto Galuwo
Jasa merias wajah diminati para warga yang hadiri penutupan PON XX Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kemeriahan upacara penutupan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua dimanfaatkan oleh anak-anak muda yang menghadiri upacara penutupan itu dengan menampilkan beragam riasan wajah khas Papua. Tren itu menjadi keuntungan tersendiri bagi bagi Engel Suangburaro yang menawarkan jasa merias wajah. Engel Suangburaro dan adik-adiknya menjadi salah satu orang yang menawarkan jasa merias wajah para warga yang datang untuk menghadiri upacara penutupan PON XX Papua di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Jumat (15/10/2021). Sepanjang Jumat sore, Suangburaro bersama kedua adik perempuan melayani para warga yang ingin menghadiri upacara penutupan PON. “Kami sudah mulai merias dari jam 18.00 WP hingga malam. Kami merias wajah hanya waktu penutupan PON XX Papua saja. Saat pembukaan dan selama PON berlangsung kami tidak sempat,” ucap Suangburaro saat ditemui di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Sabtu (16/10/2021). Baca juga: PON XX Papua, Wapres: Sempurna, Papua Sa’ cinta ko Dengan bermodalkan bangku panjang untuk pengunjung yang ingin dirias wajahnya, dan bangku pendek tempat ia menjajar cat beraneka warga, Suangburaro melayani konsumennya. “Kami ini pakai motif [hiasan wajah khas] Sentani saja. Dan kami merias sesuai bentuk wajah, soalnya yang kami rias itu di pipi dan kening,” jelasnya. Tarif jasa Suangburaro pun terbilang murah. “Untuk satu warna, itu tarifnya Rp5.000 ribu.Untuk dua warna Rp10.000. Dari pukul 18.00 WP, kami cuma dapat Rp300.000, karena COVID-19, jadi [peminat rias wajah] sedikit saja,” ujar Suangburaro. Ia mengaku sudah menggeluti jasa merias wajah sejak 2014. “[Usaha jasa] merias wajah itu sudah kami mulai sejak tahun 2014. Kami memulai bersama dengan paman, waktu itu karena ada tamu yang datang ke festival budaya, dan minta dirias wajah. Kami layani, akhirnya terus sampai saat ini,” kata Suangburaro. Baca juga: PON XX Papua bisa menginspirasi generasi muda untuk tekuni olahraga Ia menuturkan usaha merias wajah dengan beragam ornamen khas Papua mengalami pasang dan surut. Jasanya akan ramai dibutuhkan saat festival budaya. Namun, ia kehilangan banyak pelanggan sejak pandemi COVID-19. “Kalau seperti festival budaya di Kalkhote, [atau] ada acara lain, itu sangat ramai. Saat ini memang ramai, soalnya COVID-19, jadi sedikit sekali yang datang merias wajah mereka,” ujarnya. Valen menjadi salah satu warga yang pada Jumat memanfaatkan jasa Suangburaro. “Saya itu senang saja, yang saya senang itu motifnya bagus dan warnanya bisa dipilih. Saya dengan teman-teman merias wajah kami,” ucap Velen. Warga lainnya, Miharja juga tertarik dengan kreativitas anak-anak muda Papua. “Saya tertarik sekali dengan riasan wajah seperti itu. Jadi dari awal itu saya lihat-lihat [dan mencari jasa perias wajah], akhirnya ketemu dan saya langsung suruh rias wajah saya,” jelasnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Berjualan di bawah rindang pohon mangga, Mama Salomina turut nikmati dampak PON XX
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Pekan Olahraga Nasional (PON) XX, tidak hanya membawa keuntungan bagi mama-mama perajin suvenir di kota dan kabupaten Jayapura saja. Tapi juga bagi mereka yang datang dari kabupaten lain di Papua. Salah satunya mama Salomina Rosumre, perempuan asal Desa Yenusi, Kecamatan Bosni Byak Utara Provinsi Papua. Mama Salomina membawa hasil kerajinan tangannya dari byak ke Jayapura untuk dijajakan di tengah perhelatan PON. “Mama di Jayapura sudah dua minggu, datang pakai kapal laut, perjalanan satu malam saja ,” kata Salomina kepada Jubi, Jumat ( 15/10/2021) Perempuan Byak ini menjual hasil kerajinan tangannya di depan Stadion Lukas Enembe. Tak ada tenda atau payung peneduh. Dia menjejerkan jualannya di bawah pohon manga yang rindang. “Mama jual anting, gelang, mahkota kepala, ada gantungan atau hiasan dinding dan banyak macam. Harga mulai Rp10 ribu – Rp100 ribu, suvenir ini mama siapkan selama tiga bulan lebih. Karena tidak ada tempat, jadi mama jual di bawah pohon saja. Kalau hujan mama simpan jualan, kalau sudah reda baru atur kembali,” ucap Salomina. Selama dua minggu perhelatan berlangsung, pendapatannya bervariasi. Tergantung sedikit banyaknya pembeli. Ia berharap di penutupan PON, buah tangannya itu bisa habis terjual. “Dalam satu hari itu paling mama kami bisa dapat Rp500 ribu sampai 2 juta rupiah. Tapi tergantung ke pembeli, karena banyak yang berjualan suvenir dan berdekatan. Untuk penutupan besok itu kami berharap barang yang kami bawa ini bisa habis terjual karena kami tidak mau bawa kembali banyak, kami berharap pulang itu antara habis dan bawa sedikit saja,” ujarnya. Selain orang-orang yang di kabupaten Jayapura dan kota, ada juga pembeli dari luar Papua. kebanyakan membeli tanpa tawar menawar. “Ada kontingen-kontingen mereka datang beli mama punya suvenir ini, kalau mereka beli itu tidak tawar-tawar, dorang angkat saja karena hanya sekali saja dorang datang ke Papua. Tapi kalau kita punya orang (lokal) mereka terlalu banyak tawar menawar,” tutur ibu dua anak ini. Salah seorang pengunjung , Izhack yang berasal dari seputaran mengaku dengan momen seperti ini ia bisa berbelanja suvenir yang ia inginkan. “Saya tadi beli habis beli kopi Lani Mendek, saya beli juga suvenir yang mama-mama mereka buat ini, ini kesempatan, bagus dimana saya bisa beli banyak karena besok itu pasti harga akan berbeda tidak seperti saat ini,” ujarnya. “Banyak sekali yang perlu diperhatikan baik oleh dinas-dinas untuk membantu mama-mama yang berjualan, dinas dan panitia PON ini bisa bantu menawarkan jualan mereka kepada atlet dan kontingen,” tutur Izhack.(*) Editor: Syam Terrajana
Menikmati Kopi Lanny Jaya di gerai VIP Stadion Lukas Enembe
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi-Moses Yigibalom, pemuda asal Kabupaten Lanny Jaya, pengelola Kopi Lani Mendek yang terlibat di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Provinsi Papua, merasa bangga karena bisa hadir dengan kopi racikannya di stand VIP Stadion Lukas Enembe. “Saya bisa terlibat karena dukungan dari Badan Usaha Milik Kampung (BUMKAM) desa. Saya merasa bangga bisa terlibat di PON XX. Semua atlet dari daerah mereka bertanding bawa nama daerah. Saya rasa bangga bisa bawa nama Kabupaten Lanny Jaya dari kopi ini. Saya dapat juga di stand utama VIP,” kata Moses kepada jubi, Jumat (15/10/2021) Dengan begitu, dia sekaligus mempromosikan nama kampung halamannya, Lanny Jaya. “Orang tidak bilang itu kopi Moses, orang tanya kopi Lanny Jaya itu yang mana, dan saya bawa nama Lanny Jaya dengan berjualan kopi,” ucap Moses. Pria otodidak ini membawa kopi dari Lanny Jaya sebanyak 400 kg, dalam kondisi biji mentah (green bean) dengan harga bervariasi dari tiga jenis roasting kopi. “Saya bawa itu masih belum diroasting (panggang/sangrai). Tapi ada juga sampel yang sudah diroasting , Fullwash 200 gram Rp:130 ribu , Natural 100 gram Rp120 ribu dan Honey Process 150 gram Rp 120ribu. Pengunjung juga bisa langsung bisa mencicipi kopi di gerai miliknya, dengan harga mulai 15 ribu rupiah hingga 30 ribu rupiah percangkir. Selain menjadi barista, Moses juga turut memberdayakan petani-petani di kampungnya. Ia mengajarkan anak-anak menjadi petani dan juga menjadi penjual dan peracik kopi yang baik dan benar. “Kopi yang saya bawa itu kopi yang terpilih. Banyak petani yang sudah saya ajarkan namun untuk sementara kita mau perkenalkan citarasa kopi yang dari Lanny Jaya, ” ucap Moses. Dalam sehari ia berjualan selama delapan jam, omzetnya pun terbilang bagus. “Dalam sehari itu sudah lebih dari 2 juta dan untuk pendapatan selama 14 hari ini belum bisa kami pastikan, karena belum dijumlahkan. Tapi kalau kasarnya itu sudah melebihi 10 juta rupiah. Pengunjung paling banyak pada pukul 13.00- 15.00 sore,” ujar Moses. Menurutnya, potensi kopi di Papua cukup banyak. Perlu ada pameran atau kegiatan untuk mempromosikannya. Salah seorang pengunjung, Auztin mengaku kopi Lanny Jaya yang dijajakan Moses , mantap dalam soal rasa dan aroma. “Karena yang saya minum ini dari petaninya sendiri jadi rasa kopinya itu memang benar-benar di nikmati tanpa ada campuran .nyak kopi sekarang yang di kemas dengan berbagai nama dan label,” ucapnya. “Bicara kopi ini bicara soal kesabaran juga, karena untuk mendapatkan hasil yang baik itu harus benar-benar teliti dalam memetik buah, menjemur hingga memproses. Papua ini banyak kopi tapi banyak yang bawa kopi itu keluar dan jual dengan harga yang gila-gilaan, kalau bisa itu setiap petani itu dibina dan semua kopi-kopi di Papua dikelola dalam satu pintu ,” tuturnya.(*) Editor: Syam Terrajana
Tanggapan pengunjung terhadap suvenir PON XX Papua
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pekan Olahraga Nasional (PON XX) di Papua bukan sekadar menjadi ajang perebutan medali bagi atlet dari berbagai provinsi di Indonesia, tetapi menjadi momen bagi pelaku ekonomi lokal untuk menjajakan berbagai produk lokal. Di antara produk itu adalah noken, gelang, baju dan topi dari kulit kayu, ukiran, baju kaos, dan sepatu. Beragam suvenir lokal tersebut menjadi buruan para pembeli yang tertarik menjadikannya sebagai kenangan-kenangan. Sebagian juga berbelanja karena ingin membantu pelaku ekonomi perajin lokal bertahan di masa pandemi Covid-19. Salah seorang pembeli adalah Ageng. Perempuan 34 tahun itu mengatakan suvenir PON XX yang dijajakan para perajin Papua memiliki model yang sangat bagus, bervariasi, dan cantik. “Sangat menarik bagi kita sebagai pembeli,” ujarnya. Menurut Ageng dengan berbelanja suvenir langsung kepada pelaku ekonomi Orang Asli Papua tentu akan sangat memberdayakan para pengrajin lokal atau pedagang lokal. Mereka dapat terbantu serta bangkit dan bertahan dari badai pandemi Covid-19. BACA JUGA: Noken mama-mama Meepago laris manis di PON XX “Kita benar-benar memberdayakan para pekerja lokal, pedagang lokal supaya mereka bangkit dari pandemi,” katanya. Ageng berbelanja suvenir kepada mama-mama Meepago yang berjualan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Ia membeli empat noken dan satu kerajinan perahu mini. “Noken ini sangat menggambarkan ciri khas Papua, terus lokasi berjualan ini sudah tepat di pusat Kota Jayapura yang gampang dijangkau,” ujarnya. Pembeli lainnya, Emelia Julia Nomleni mengatakan PON XX di Papua sangat luar biasa, mulai dari pembukaan hingga pertandingan dan berbagai hal lainnya. Dengan adanya PON XX ada pergeseran pandangan orang luar tentang orang Papua. “Saya merasa ini sesuatu yang berbeda, sesuatu yang luar biasa dari apa yang kita dengar,” katanya. Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut tidak hanya memberikan apresiasi Papua sebagai tuan rumah PON XX yang luar biasa, tetapi juga ikut berbelanja beberapa suvenir dari perajin lokal, yakni mama-mama Papua. Nomleni memilih berbelanja suvenir di stan mama-mama Papua di depan Stadion Lukas Enembe. Menurutnya perempuan Papua orang yang hebat dan luar biasa dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. “Saya memberikan apresiasi dan ini bukan soal harga, kenapa saya memilih berbelanja di sini sebab perempuan-perempuan Papua itu hebat,” ujarnya. Bagi Nomleni perempuan-perempuan Papua tidak jauh berbeda dengan perempuan di Timor atau NTT. Namun di Timor perempuan menenun, sedangkan di Papua perempuannya melakukan berbagai fungsinya dan menghasilkan berbagai produk. “Itu untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat, keluarga, dan dirinya sendiri,” ujarnya. Selain itu, tambahnya, perempuan Papua menciptakan sesuatu yang luar biasa dan juga menjadi tiang ekonomi dalam keluarga. “Saya memberikan apresiasi kepada para perempuan yang hari ini saya bertemu dengan para perempuan yang sangat luar biasa,” katanya. Dari halaman resmi PON XX, penyelenggara PON XX Papua menggaet sembilan merek lokal dan nasional, serta 12 artis asal Indonesia. Mereka menyiapkan kaos dan sepatu dengan desain unik dan menarik. Di antara merek lokal dan nasional yang terlibat dalam kolaborasi anak negeri tersebut adalah Exodos, Dominate, Urbain, Brodee, Biabom, Club Bike Bike, Papuan Culture, Exotis Papua, dan Noken Clothing. Sedangkan untuk artis yang turut andil berasal dari berbagai daerah, di antaranya dari Jakarta, yakni @aryamularama, @cycrowd dan @bungafatia. Ada pula dari Medan, yakni @dwskelingkton, dan Bandung, yakni @fyrman.a. Ada juga dari Papua, yaitu @fajarartwork, @michaelyandevis dan @asyersembiring. Lainnya dari @blelozz (Bali), @novitoyoga (Surabaya), dan @theremon (Solo). Mereka menyalurkan kreativitas melalui karya berupa ‘outfit’ keren kekinian. Misalnya, Exodos dan Dominate yang mengangkat kearifan lokal asli Papua dengan kain Melle Taba. Kemudian merek lokal asli Papua Brodeer yang menggabungkan maskot PON Papua “Kangpho” ke dalam desain sepatunya. Semua merek lokal maupun nasional yang terlibat dalam kolaborasi anak negeri itu telah dijajakan pada lokapasar atau pasar daring serta dapat dilihat pada alamat alaman www.ponxx2021papua.com. (*) Editor: Syofiardi
Noken mama-mama Meepago laris manis di PON XX
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Mama-mama Meepago yang berjualan noken PON XX di Taman Imbi, Kota Jayapura, Papua mulai merasakan keuntungan dari penjualan noken mereka. Ada 325 mama dari Meepago yang akan berjualan di tempat tersebut hingga 15 Oktober 2021. Salah seorang adalah Merry Pekey, 42 tahun. Ia mengatakan sejak berjualan 2 Oktober 2021 suvenirnya laris manis. Ia mengaku pembeli banyak yang tertarik dengan suvenir noken berbahan kulit kayu yang ia jual. Hingga Minggu, 10 Oktober 2021 Merry telah berhasil menjual setidaknya 22 dompet berbahan kulit kayu dengan harga per dompet Rp100 ribu. Artinya untuk berjualan dompet saja ia sudah mendapatkan omzet Rp2,2 juta. “Sangat menguntungkan,” ujarnya. BACA JUGA: UKM di kawasan Stadion Lukas Enembe untung hingga Rp 1 juta per hari Selain itu noken kulit kayu miliknya paling banyak dibeli. Dari 100 noken yang ia sediakan sudah terjual 50 noken yang harganya per buah Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Ia juga berhasil menjual satu noken anggrek seharga Rp2 juta. Merry berharap seluruh noken dan suvenir lain yang ia jual saat perhelatan PON XX di Papua yang tersisa lima hari lagi bisa terjual semuanya. Mama Meepago lainnya, Nelly Pekey mengatakan kali ini sangat menguntungkan berjualan noken di perhelatan PON XX. Noken kulit kayunya paling banyak diburu pembeli. Nelly mengaku telah berhasil menjual noken kulit kayu 100 buah. Dengan omzet yang telah diperolehnya sebesar Rp10 juta. Menurutnya yang banyak membeli merupakan pelanggan dari luar daerah Papua. Ia berharap noken yang dibawanya terjual habis saat PON XX. “Yang penting laku. Saya tidak punya target berapa banyak [keuntungan] yang didapat. Tapi yang penting bisa laku,” ujarnya. Fransiska Motee, 24 tahun, juga mengatakan hal yang sama. Ia berhasil menjual 20 noken kulit kayu seharganya Rp100 ribu dan sepasang baju kulit kayu seharga Rp1,5 juta. Artinya Fransiska sudah mengantongi penjualan sebesar Rp3,5 juta. “Rata-rata noken kulit kayu yang paling diminati di sini,” katanya. Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano saat berkunjung ke tempat berjualan mama-mama dari Meepago tersebut mengatakan selama PON XX 2021 tempat itu menjadi salah satu pusat oleh-oleh di Kota Jayapura. Hal itu menjadi nilai ekonomi khususnya bagi mama-mama Papua. “Saya berharap kontingen-kontingen yang ada di Kota Jayapura membeli cinderamata di sini,” ujarnya. Patungan sewa tenda jualan Walaupun panitia PON XX menyediakan stan berjualan produk, namun tidak semua pelaku UMKM mendapatkan stan tersebut. Seperti yang dialami mama-mama Meepago penjual noken PON XX. Sebagai jalan keluar, mama-mama tersebut patungan untuk menyewa tenda berjualan. Ada 325 mama penjual noken dan asesoris dari wilayah Meepago yang terlibat. “Sepertinya kita ini tidak ada perhatian dari panitia PB PON. Tapi karena tidak diperhatikan kita lakukan upaya dan daya kita sendiri,” kata mama Nelly Yeimo. Nelly Yeimo, 52 tahun, merupakan koordinator dari mama-mama penjual noken dan asesoris wilayah Meepago yang berdomisili di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Selama perhelatan PON XX, ia dan 324 mama lainnya berjualan di Taman Imbi. “Di arena tidak diakomodir, kita sudah buat permohonan dari 16 Juli 2021 tapi tidak diakomodir,” katanya. Untuk berjualan di Taman Imbi membutuhkan perjuangan yang berat. Pada 16 Juli 2021 mereka sudah membuat surat permohonan ke PB PON XX. Tak kunjung mendapatkan jawaban, mereka lalu mengadu ke MRP. Keluhan mama-mama tersebut didengar wali kota Jayapura yang kemudian mengizinkan mereka berjualan di Taman Imbi selama PON XX berlangsung. Namun karena tidak mendapatkan stan, Mama Nelly dan kawan-kawan terpaksa menyewa tenda sendiri. Setiap orang membayar Rp100 ribu untuk dapat menyewa tenda yang tarifnya Rp12 juta. “Ini pun daya upaya kita sendiri, tidak ada panitia yang membantu kita. Dengan dana yang dikumpulkan ini kita upayakan untuk tenda,” katanya. Mama Nelly dan mama lainnya berjualan noken dan suvenir asli dari Papua. Harganya pun bervariasi, untuk noken dari benang harganya Rp50 ribu sampai Rp700 ribu. Sedangkan noken dari kulit kayu Rp100 ribu dan noken anggrek Rp3 juta hingga Rp7 juta, sesuai ukuran. Selain dapat memilih noken sesuai selera, pembeli juga dapat mengabadikan momen dengan berfoto. Tapi wajib memberikan sumbangan secara sukarela Rp5 ribu hingga Rp10 ribu. (*) Editor: Syofiardi
Ratusan anakan pohon sagu ditanam di Buper Waena
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Sekitar 100 anakan pohon sagu ditanam di kawasan Bumi Perkemahan (Buper) Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua pada Selasa (12/10/2021). Anakan pohon sagu itu ditanam di kolam alam yang berada di belakang Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) wilayah Papua, oleh Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai bersama sejumlah warga. “Hari ini, saya membantu anakan pohon sagu untuk ditanam di kolam alam di belakang Kampus IPDN Buper Waena. Ini merupakan bagian dari upaya perlindungan di kawasan cagar alam Cycloop dan budidaya tanaman sagu,” kata Gobai kepada Jubi usai menanam anakan pohon sagu. Menurutnya, aksi itu juga sebagai bagian dari upaya pelestarian dan perlindungan tanaman sagu di Papua. Selama ini John Gobai merupakan salah satu yang selalu mengajak para pihak, agar dapat melindungi dan melestarikan tanaman sagu di Papua. “Selama ini, saya selalu mengajak orang melindungi dan melestarikan tanaman sagu. Nah, ini sebagai langkah awal bahwa kita tidak hanya sekadar bicara. Mesti ada langkah kongkrit,” ujarnya. Katanya, ratusan anakan pohon sagu yang ditanam itu dibeli dari masyarakat adat di wilayah Sentani Barat, Kabupaten Jayapura. “Kita mulai menanam anakan sagu sedikit dulu. Nanti pasti akan meningkat. Saya berencana menanam anakan pohon sagu secara bertahap di tempat itu,” ucapnya. Perwakilan masyarakat adat, Irenius Pepuho berterimakasih, sebab hingga kini masih ada berbagai pihak yang peduli untuk menjaga dan melestarikan tanaman sagu di Papua. Pernyataan itu dikatakan Pepuho dalam diskusi penyelamatan hutan sagu di Balai Pengembangan Teknologi Pertanian Papua, Jalan Yahim, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura sehari sebelumnya. “Kami [masyarakat adat] berterimakasih, karena berbagai pihak kini mulai peduli menyelamatkan tanaman sagu di Papua,” kata Irenius Pepuho. Ia berharap, DPR Papua segera mengesahkan regulasi mengenai perlindungan dan budidaya tanaman sagu di Papua. “Selain itu, mesti ada gerakan dari pemerintah. Mari kita bersama menyatukan gerakan melindungi hutan satu,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
PON XX Papua tidak menambah pendapatan motoris Danau Sentani
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Penyelenggaran Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua tidak menambah pendapatan para motoris speed boat di Danau Sentani, Kabupaten Jayapura. Motoris di Dermaga Yahim, Danau Sentani, Yorgen Wally menyatakan penyelenggaraan PON XX Papua tidak menambah pengguna jasa speed boat di Danau Sentani. “[Penumpang] itu paling mereka hanya ke Yoboi, hutan sagu, dan ke Babrongko saja. Kalau keliling-keliling [Danau Sentani], itu tidak ada sama sekali. Tidak ada peningkatan sejak PON dimulai, [dampaknya] biasa saja,” kata Wally saat dijumpai di Dermaga Yahim, Senin (11/10/2021). Menurutnya, para penumpang speed boat itu masih didominasi warga setempat, bukan tamu PON. “[Kebanyakan penumpang adalah] rombongan keluarga yang mau jalan ke kampung [atau] mau pergi [ke Sentani]. Lebih dari itu, tidak ada. Jadi, dampak PON itu tidak ada. Dong, bilang nanti [saat] PON motoris [akan] antar-jemput [tamu PON], tapi tidak sama sekali,” ujar Wally. Baca juga: Atlet PON XX Papua ramai kunjungi Bukit Tungkuwiri Wally juga mengeluh karena para motoris yang dilibatkan dalam penjemputan api PON XX Papua belum dibayar. “Kami jemput pakai kita punya speed [boat], dan di dalam kapal-kapal besar itu orang menari, [namun] sampai saat ini kami belum dapat uang. Makanya orang semua kecewa,” ujar Wally. Menurutnya, para motoris di Danau Sentani berharap akan ada lebih banyak tamu PON yang menggunakan jasa mereka untuk berkeliling danau. “Kami berharap sekali, pada [penyelenggaraan] PON kita punya pendapatan bisa lebih. Tapi ternyata [selama] PON kita dapat biasa-biasa saja. Padahal, sebelum PON itu mereka bicara seperti api yang menyala-nyala,tapi nyatanya tidak,” tutur Wally. Motoris lain di Dermaga Yahim, One mengaku belum pernah melayani jasa para tamu PON yang hendak berkeliling Danau Sentani. “Saya belum pernah antar atlet atau tamu dari luar Papua yang mau jalan-jalan atau ke tempat wisata. Itu belum sama sekali.Saya tidak tahu, mungkin pada hari terakhir [PON] atau seperti apa?” tanyanya.(*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Sejumlah sekolah di Kabupaten Jayapura perkenalkan sagu kepada siswa
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pegiat sagu di Papua, Marshall Suebu menyatakan, kini ada beberapa sekolah di Sentani, Kabupaten Jayapura yang mulai memperkenalkan panganan berbahan dasar sagu kepada siswanya. Katanya, beberapa sekolah di sana memiliki hari hari tertentu, untuk menyajikan siswanya berbagai panganan berbahan baku sagu. Pernyataan itu dikatakan Marshall Suebu dalam diskusi penyelamatan hutan sagu di Papua, Senin (11/10/2021). Diskusi berlangsung di Kantor Badan Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Kementerian Pertanian, di Papua, Jalan Yahim, Sentani, Kabupaten Jayapura. “Siswa diberikan berbagai makanan dari sagu. Ada guru pembimbingnya. Misalnya SD Abeale 2 Sentani. Hari sagunya setiap hari Jumat. TK Ria Pembangunan di Jalan Air Port Sentani, juga sudah punya hari sagu. Tapi saya lupa setiap hari apa,” kata Marshall Suebu. Menurut Suebu, pihaknya selama ini terus berupaya memikirkan berbagai cara memperkenalkan sagu kepada generasi masa depan di Papua. Akhirnya, tercetuslah ide “Sa (sagu) Masuk Sekolah”. “Kita mulai dari anak-anak. Kami memperkenalkan sagu mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Sekarang, juga ada anak anak usia sekolah bergabung dengan komunitas untuk menanam sagu,” ucapnya. Ketua Club Pencinta Alam (CPA) Hirosi itu mengatakan, sagu memiliki potensi yang sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Di antaranya, kebutuhan pangan, sandang, papan, energi dan air. Di Papua, luasan hutan sagu secara keseluruhan diperkirakan mencapai empat juta hektar. Kualitas sagu Papua juga merupakan salah satu terbaik di dunia. “Sagu ini memiliki hubungan dengan berbagai aspek kehidupan manusia Papua,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Estiko Tri Wiradyo mengatakan, di Papua ada dua perusahaan yang mendapat izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu atau pengelolaan tanaman sagu. “PT Agrindo Indonesia Jaya di Kabupaten Mamberamo dan PT Nusantara Sagu Prima di Kabupaten Jayapura,” kata Estiko. Akan tetapi menurutnya, perusahaan pengelolaan tanaman sagu di Mamberamo Raya hingga kini belum pernah beroperasi. Sedangkan perusahaan pengelolaan tanaman sagu di Kabupaten Jayapura mengembalikan izinnya kepada pemerintah. “Alasannya, pengelolaan sagu [di Papua] belum ekonomis. Maksudnya persentase kandungan pati dalam batang sagu rendah, jadi hasil tidak menutupi biaya produksi,” ujarnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Pegiat sagu: Sagu Riau menyapa dunia, sagu Papua lumbung pangan dunia
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pegiat sagu di Papua, Marshall Suebu mengatakan pihaknya terus berupaya mendorong pengambil kebijakan di daerah dan para pihak terkait, untuk melestarikan keberadaan tanaman sagu di provinsi tertimur Indonesia itu. Menurutnya, keberlangsungan hutan sagu di Papua mesti terus digelorakan. Sebab sejak dulu masyarakat adat Papua hidup dari sagu, sebagai salah satu makanan pokoknya. Katanya, apabila produksi pengolahan sagu di Kabupaten Meranti, Provinsi Riau memiliki slogan “Sagu Riau Menyapa Dunia”, maka Papua mesti menggunakan slogan “Sagu Papu Lumbung Pangan Dunia.” “Tinggal bagaimana kita menjaga dan melestarikan keberlangsungan sagu. Sebab, untuk mewujudkan sagu Papua lumbung pangan dunia itu, mesti dimulai dari lumbung pangan keluarga, kampung, distrik, kabupaten, hingga provinsi,” kata Marshall Suebu dalam diskusi penyelamatan hutan sagu di Papua, Senin (11/10/2021). Diskusi yang diinisiasi Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai itu berlangsung di Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Kementerian Pertanian, di Papua, Jalan Yahim, Sentani, Kabupaten Jayapura. Ketua Club Pencinta Alam (CPA) Hirosi itu mengatakan, penting melindungi tanaman sagu di Papua. Sebab, sagu berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan manusia Papua, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, religi, organisasi sosial, sistem teknologi dan peralatan hidup. “[Kalau DPR Papua menyusun rancangan peraturan daerah perlindungan tanaman sagu] tujuh aspek ini, mesti masuk dalam raperda perlindungan sagu,” ujarnya. Ia berpendapat, pengembangan tanaman sagu di Papua mesti dilembagakan dalam regulasi tentang pentingnya sagu dan ada hari sagu. Selain itu, perlu perlindungan hutan sagu tradisi dan pengembangan kebun sagu pola adaptasi. Mengupayakan pola makan sagu sejak dini karena kini anak-anak Papua banyak yang tidak tahu lagi makan sagu. “Untuk itu kami berupaya mendorong program sa (sagu) masuk sekolah. Kita mesti menciptakan pasar,” ucapnya. Perwakilan masyarakat adat, Irenius Pepuho mengatakan, di Kabupaten Jayapura ada berbagai jenis sagu dan peruntukannya. Ada sagu yang tidak bisa dikonsumsi, hanya sebagai penyanggah suatu kawasan. “Sejak dulu, sagu ini adalah hal terpenting dalam kehidupan orang asli Papua dan bagaimana ada perlindungan sagu. Ke depan ondofolo mesti dihadirkan karena dusun dusun sagu itu ada di bawah kewenangan mereka,” kata Pepuho. Katanya, ia mendukung upaya para pihak menggelorakan semangat makan sagu. Akan tetapi, mesti diimbangi dengan upaya perlindungan dan budidaya tanaman sagu. “Bagaimana kita mau menggalakan makan sagu, kalau pohon sagunya sudah tidak ada. Jadi manusia dan dusun sagu ini mesti dilindungi,” ucapnya. Menurutnya, apabila kita mau gerakkan tanam sagu, mesti dilakukan secara berkelanjutan. Tidak hanya pada momen atau waktu tertentu. (*) Editor: Edho Sinaga
BPTP Papua: Penting melibatkan masyarakat adat menjaga keberlangsungan tanaman sagu
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Badan Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Kementerian Pertanian (Kementan), di Papua menyatakan, penting melibatkan masyarakat adat dalam menjaga keberlangsungan tanaman sagu di Papua. Kepala BPTP Papua, Martina Sri Lestari mengatakan kewajiban para pihak menjaga keberlangsungan hutan sagu di Papua. Akan tetapi masyarakat adat mesti dilibatkan. Pernyataan itu dikatakan Marthina Sri Lestari dalam diskusi penyelamatan hutan sagu di Papua, Senin (11/10/2021). Diskusi berlangsung di Kantor BPTP Papua, Jalan Yahim, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. “Kewajiban kita untuk menjaga hutan sagu. Akan tetapi, kita mesti melibatkan masyarakat terutama pemilik ulayat kawasan hutan sagu dan masyarakat adat,” kata Marthina Sri Lestari. Menurutnya, dalam dua tahun terakhir BPTP Papua tidak banyak melakukan penelitian. Akan tetapi, instansi itu ditugaskan mengidentifikasi sagu unggul di Kabupaten Jayapura. “Ada juga program penataan kawasan tanaman sagu. Anggarannya dari Kementan, tapi masuknya ke di Dinas Pertanian Provinsi Papua. Kami hanya Mendampingi kegiatan penataan kawasan tanaman sagu di Kabupaten Jayapura,” ujarnya. Katanya, dalam pelaksanaan program penataan kawasan sagu, yang menentukan lokasi adalah masyarakat adat dan kepala kampung. Sebab, mereka lebih tahu kawasan yang dapat difungsikan. “Di Kab Jayapura, kawasan hutan sagu cukup luas. Kalau tidak dijaga akan hilang. Kalau ditebang dan tidak ditanam kembali. Satu pohon ditebang, 10 pohon harus ditanam,” ucapnya. Peneliti BPTP Papua, Albert Soplanit mengatakan, sebelum masa pandemi korona atau pada 2019 silam, pihaknya juga melakukan pembibitan tanaman sagu secara massal di Kabupaten Jayapura. “Ini bertujuan untuk menggantikan tanaman sagu, yang sudah mulai tua,” kata Albert. Katanya, dalam pelaksanaan program pembibitan, BPTP Papua melibatkan masyarakat adat. Sebab merekalah yang memiliki lahan. “Kami tidak bisa kerja sendiri. Mesti kerja sama dengan masyarakat adat, karena mereka yang punya lahan, kami hanya punya teknologi,” ujarnya. Ia mengatakan, program pembibitan tanaman sagu itu mestinya berlanjut pada 2020 dan 2021. Akan tetapi, anggaran program itu mengalami refocusing pascapandemi Covid-19. (*) Editor: Edho Sinaga
Sagu unggul di Kabupaten Jayapura akan didaftarkan ke PPVT Kementan
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Balai Pengkajian Teknologi Pertanian atau BPTP Kementerian Pertanian (Kementan) di Papua akan mendaftarkan beberapa jenis sagu unggul di Kabupaten Jayapura, ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kementan. Peneliti BPTP Papua, Albert Soplanit mengatakan, sedikitnya ada enam jenis sagu unggul di Kabupaten Jayapura yang akan didaftarkan ke PPVT Kementan. “Sagu unggul akan kami daftarkan ke Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kementan, agar daerah lain nantinya tidak mengklaim sagu jenis itu milik mereka. Jadi itu menjadi hak orang Papua. Ciri setiap jenis sagu yang akan didaftarkan mesti berbeda,” kata Albert Soplanit dalam diskusi penyelamatan hutan sagu di Papua, Senin (11/10/2021). Diskusi yang digagas Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai itu berlangsung di BPTP Papua, Jalan Yahim, Sentani, Kabupaten Jayapura. Menurut Albert Soplanit, tanaman sagu unggul di Kabupaten Jayapura menyebar di beberapa kampung, di antaranya, di Kampung Kwadewara, Kanda-Yakonde, Distrik Waibu. Di Kampung Yobeh Distrik Sentani, Kampung Harapan Distrik Sentani Timur, Kampung Sabron Yaru, Sentani Barat, Kampung Sekori Distrik Kemtuk, dan Kampung Bukisi Distrik Yokari. Menurutnya, dalam memetakan karakteristik sagu unggul, BPTP Papua bekerjasama dengan Badan Penelitian Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Jayapura, dan melibatkan masyarakat. “Kami memetakan karakteristik sagu unggul menurut masyarakat. Kami lagi kumpulkan tepung sagunya untuk dianalisis di laboratorium, guna mengetahui kandungan di dalam sagu unggul itu,” ujarnya. Ia berharap setelah sagu unggul itu didaftarkan ke PPVT Kementan, ada upaya budidayanya oleh pemerintah daerah. Sebab, untuk menjaga keberlangsungan tanaman sagu, perlu dilakukan budidaya. Tidak bisa hanya berharap pada hutan sagu yang luasannya kini terus berkurang. Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Estiko Tri Wiradyo mengatakan, hingga kini potensi hutan sagu di Papua, berada pada 22 kabupaten dengan luas keseluruhan 3.073.072 hektare (Ha). Daerah yang masih memiliki potensi hutan sagu di Papua, di antaranya Kabupaten Jayapura, Asmat, Mappi, Boven Digoel, Merauke, Mimika, Yahukimo, Yalimo, Sarmi, Intan Jaya, Kepulauan Yapen, Deiyai, Dogiyai, Nabire, Paniai, Mamberamo Raya, dan Tolikara. “Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, juga melakukan kegiatan restorasi ekosistem gambut di Papua. Lokasi program penanaman sagu ini di Kabupaten Mappi,” kata Estiko. Menurutnya, penanam sagu di Kabupaten Mappi dilakukan kampung yang berada di Distrik Obaa. Di antaranya, Kampung Yamui, Kampung Kadam Oyim, dan Kampung Wanggate. (*) Editor: Edho Sinaga
KAPP Papua salurkan ratusan meja jualan pinang bagi mama-mama
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kamar Adat Pengusaha Papua ( KAPP) Papua pada Bidang Koperasi yang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Papua telah mendistribusikan bantuan meja jualan pinang kepada mama-mama Papua sebanyak 406 meja yang tersebar di Kota dan Kabupaten Jayapura. Ketua KAPP Papua Karel Sikowai mengatakan, bantuan khusus bagi mama-mama Papua yang ada di Kabupaten Jayapura itu, berupa meja jualan sebanyak 167 unit. Distribusi dilakukan sejak 30 September hingga 1 Oktober lalu. “ Penerima manfaat adalah penjual atau pengusaha lokal yang selama ini berjualan di pinggir jalan protokol, mulai dari batas Kota Jayapura hingga Distrik Waibhu. Distribusi meja dilakukan secara bersama dengan pengurus kabupaten,” ujar Karel saat ditemui di Sentani. Sabtu (9/10/20210). Tujuannya, agar mama-mam Papua dapat berjualan dengan menggunakan meja yang layak. Seluruh meja itu memiliki ukuran yang sama. Diletakkan sepanjang pinggir jalan protokol dari Waibhu hingga Batas Kota, demikian pula hal yang sama dilakukan di Kota Jayapura. Menurut Sikowai, mama-mama penjual pinang adalah wajah kota. Agar kota terlihat indah dan rapi, maka bantuan dan perhatian seharusnya dilakukan oleh Pemerintah setempat agak semua yang berjualan di pinggir jalan terlihat rapi. Hal ini dilakukan juga untuk mendukung suksesnya PON XX yang sedang berlangsung di Kota dan juga Kabupaten Jayapura. Karel menambahkan, bantuan meja bagi mama-mama Papua akan dilaksanakan bertahap. Tahap pertama sudah dilaksanakan dan akan ada lagi bantuan serupa. Oleh sebab itu sangat diharapkan agar penggunaan meja jualan ini digunakan sebaik mungkin untuk kebutuhan penujang ekonomi keluarga. “ Kami bekerja secara lokal untuk menghimpun serta memberikan dukungan bagi para pengusaha lokal yang ada di kota maupun daerah terpencil. Baik itu yang berusaha dengan kios, warung, hingga pembangunan fidik dan infrastruktur,” ucapnya. Sementara itu, Septinus Puraro Ketua KAPP Kabupaten Jayapura memberikan apresiasi yang tinggi kepada pengurus pusat KAPP Papua yang telah menyalurkan bantuan kepada pengusaha lokal atau mama-mama penjual pinang di Kabupaten Jayapura. “ Bantuan seperti ini telah menjawab keluhan mama-mama papua yang selama ini mengeluh tentang tempat jualan mereka. Di depan mata kita sendiri seringkali kita melihat kondisi yang dihadapi oleh mama-mama kita. Sering berjualan tanpa meja jualan, hanya beralaskan karung di atas tanah. Meja jualan ini menjadi berkat bagi mereka untuk menata tempat serta berusaha yang lebih baik lagi dengan produk-produk yang dihasilkan. Tidak hanya menual pinang saja, bensin eceran bahkan hasil kerajinan tangan yang sedang dikerjakan dapat dijual menggunakan meja yang baru, terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Gubernur Papua melalui dinas terkait dan juga KAPP Pusat,” pungkasnya. (*) Editor: Syam Terrajana
UKM di kawasan Stadion Lukas Enembe untung hingga Rp 1 juta per hari
Papua No.1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Dampak penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua di Kabupaten Jayapura, secara khusus di kawasan Stadion Utama Lukas Enembe, mulai dirasakan para pengusaha Usaha Kecil Mikro (UKM). Tenda-tenda UKM di kawasan tersebut kebanjiran pembeli sejak pembukaan PON XX pada 2 Oktober lalu. Tenda UKM milik Eunike Ohee yang menjual tas dan topi bulu kasuari serta lukisan dari kulit kayu, menjadi sasaran para pembeli. “Mulai menempati tenda UKM ini sejak 1 Oktober, dan barang-barang dagangan ini sebagian besar langsung dibeli. Satu juta rupiah bersih kami dapat pada hari pertama berjualan di tenda ini, tanggal 2 kami dapat pemasukan sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah dan yang paling banyak pada tanggal 4, pemasukan kami mencapai lima juta rupiah pada hari itu,” ujar Eunike saat ditemui di tenda UKM-nya di kawasan Stadion Lukas Enembe, Kamis ( 7/10/2021). Ohee menjelaskan, harga barang dagangan yang dijual rata-rata Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu, dan banyak pembeli yang datang tanpa tawar menawar. “Paling banyak yang diminati adalah tas tangan dan topi bulu kasuari. Karena bahan bakunya dari kulit kayu yang sudah ada ukiran asli dari Sentani. Stok yang kami siapkan masing-masing jenis seperti topi, tas, dan ukiran kulit kayu ada dua ratus buah,” ungkap Eunike. Ibu empat anak ini mengaku, hasil jualannya akan digunakan kembali sebagai modal usaha, dan untuk memenuhi kehidupan keluarganya. “Kalau dijual ke outlet penyedia bahan-bahan lokal tradisional seperti ini lebih murah, dan sama sekali tidak menguntungkan kami sebagai penyedia, lebih baik berjualan sendiri dan mendapatkan hasil yang diharapkan untuk kepentingan keluarga,” katanya. Sementara itu, salah satu atlet sofbol dari Provinsi Jawa Barat, Amartya, yang membeli tas dan topi bulu kasuari dari bahan kulit kayu, mengaku senang karena bisa membeli barang-barang sebagai kenang-kenangan dari Papua. “Senang bisa sampai di Papua dan di Kabupaten Jayapura. Tas dan topi dengan bahan kulit kayu seperti ini jarang ada di pasaran. Apalagi di tempat saya, soal harga tidak ada masalah, sudah sesuai dengan pengorbanan mama yang membuat bahan ini menjadi bahan produksi yang memiliki nilai jual. Salut dengan usaha dan kreativitas masyarakat di Sentani. Hampir semua tenda yang berjualan di sini, bahan dasarnya dari kulit kayu,” katanya. (*) Editor: Kristianto Galuwo
Selama 19 tahun, Rut Demotekay tekun menjadi perajin cinderamata berbahan tali dan lidi
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Tidak semua orang bisa tekun menjadi perajin barang rajutan selama belasan tahun. Namun perempuan asal Genyem, Kabupaten Jayapura, Papua ini tak pernah berhenti mengumpulkan kulit kayu dari hutan dan membuat tali, dan merajut tali buatannya menjadi berbagai barang kerajinan khas Papua. Rut Demotekay (45) terus menekuni usahanya sebagai perajin berbagai cinderamata berbahan tali dan lidi. “Saya sudah 19 tahun tekun merajut tali dan lidi menjadi bahan hiasan rumah, hiasan dinding, piring, dan juga banyak macam barang lainnya. Banyak tantangan yang saya hadapi, tapi saya tetap bertahan untuk duduk merajut,” kata Rut Demotekay saat ditemui di sekitar Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Selasa (5/10/2021). Demotekay memang punya keuletan dalam menjalankan usahanya. “Saya punya waktu tidur itu hanya beberapa jam saja, paling tidur jam empat atau lima jam, sudah bagun. Saya kerja pada malam hari, bisa buat dua sampai dengan empat [barang kerajinan]. Jadi waktu istirahat itu kadang sedikit,” kata Demotekay. Baca juga: Merasa diabaikan PB PON XX Papua, Hana Kotouki kecewa Ketekunan Demotekay bermula dari pelatihan bagi para perajin cinderamata khas Papua yang digelar pada masa Habel Melkias Suwae menjadi Bupati Jayapura pada periode 2001-2011. “Pada masa jabatan Bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae, saya pernah ikut pelatihan dua bulan. Dari situ saya kerja lagi, [menjadi perajin barang berbahan tali dan lidi] hingga sekarang,” ucapnya. Ia bahkan menularkan keahliannya membuat barang kerajinan berbahan tali dan lidi kepada sejumlah Mama-mama Papua yang lain. “Saya banyak ajar Mama-mama Papua merajut, tapi ada yang bertahan, dan juga ada yang tidak bisa bertahan. Banyak Mama-mama Papua dari Biak, Serui dan daerah lain datang membeli saya punya anyaman [dan rajutan], dan mereka bawa pakai belajar. Jadi, yang saya punya itu jadi contoh buat mereka,” ujarnya. Meskipun dikerjakan dengan keterampilan yang tinggi, Demotekay tidak lantas kaya raya dengan menjual cinderamata. Namun Mama dengan satu anak itu tak menampik bahwa kerajinan karyanya bisa menghidupi keluarganya. “Kalau bilang harga, paling murah itu Rp20 ribu, seperti anting dan bando. [Yang] paling mahal Rp1 juta, bermacam-macam. Dari hasil menjual [kerajinan berbahan tali dan lidi], saya sudah beli televisi, dan [mencukupi] kebutuhan rumah. Keluarga bisa nikmati hasil dari merajut,” kata Demotekay. Selama masa penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua, ia berjualan di sekitar Stadion Lukas Enembe. Demotekay menyebut penyelenggaraan PON XX Papua memberinya kesempatan untuk menunjukkan barang kerajinan karyanya kepada para tamu dari luar Papua. Baca juga: Mama-mama Papua patungan sewa tenda untuk biasa berjualan noken di PON XX Ia juga berharap penyelenggaraan PON XX Papua menambah pendapatannya dari berjualan barang kerajinan berbahan tali dan lidi. “Mudah-mudahan ada berkat dari kegiatan PON itu, karena kami berjualan di belakang,” tutur Demotekay. Wiwi, salah satu pengunjung mengaku salut dengan ketekunan para Mama Papua membuat berbagai barang kerajinan berbahan tali dan lidi, khususnya barang rajutan tali berbahan kulit kayu. “Mama-mama ini luar biasa, karena bisa buat topi, piring, bunga, anting, dan apa saja dari bahan kulit kayu,” kata Wiwi. Wiwi juga mengatakan ia tidak mempermasalahkan jika barang kerajinan itu dihargai tinggi. “Saya tanya, harganya ada yang murah, dan ada yang mahal. Kalau soal harga, wajar saja, karena bahannya juga diambil di hutan. Belum lagi, menyulam bukan sesuatu yang gampang,” jelasnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Mama Papua dilarang menjual noken Bintang Kejora di sekitar Stadion Lukas Enembe
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Sejumlah Mama Papua perajin noken dan anyaman khas Papua yang berjualan di luar kawasan Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Papua, pada Sabtu (2/10/2021) dilarang menjual noken atau aksesoris bermotif Bintang Kejora. Larangan itu disampaikan petugas yang mendatangi lapak dagangan para Mama-mama Papua itu. Sejumlah Mama-mama Papua yang berjualan di luar pagar Stadion Lukas Enembe sempat terlibat percakapan dengan sejumlah aparat keamanan yang mendatangi mereka. Aparat keamanan meminta para Mama tidak menjual barang kerajinan bermotif Bintang Kejora. Mama-mama itu pun tidak terlihat menawarkan noken atau aksesoris lain yang bermotif Bintang Kejora. “Anggota datang, baru mereka larang kita jual noken Bintang Kejora. Mereka juga foto kita yang jualan,” kata Pondina Wenda kepada Jubi, Sabtu (2/10/2021). Baca juga: Aksesoris bermotif Bintang Kejora dilarang masuk Stadion Lukas Enembe Wenda menuturkan ia hanya perempuan yang bekerja sebagai penjual pinang dan noken rajutan. “Kami hanya mencari makan dengan jualan seperti itu, hanya untuk makan saja, tidak lain,” ucapnya. Ia merasa aturan yang dibuat itu terlalu berlebihan. Ia juga mengeluh, karena sejak lama berdagang barang kerajinan khas Papua, namun malah tidak diberi kesempatan untuk berjualan di dalam kawasan arena Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua. “Hanya karena Bintang Kejora saja, kami tidak bisa jualan, kami tidak bisa masuk. Jadi biar kami begini saja, dudul jualan di tempat ini. Kami ini penjual lama, tapi kami tidak diberi tempat yang layak. Malah mereka yang baru [berjualan selama PON] diberi tempat yang bagus,” tutur Wenda. Mama pengerajut noken lainnya, Naomi Kotouki menyatakan perajin noken sepertinya membuat beragam motif noken, gelang, maupun aksesoris lain sesuai permintaan pasar. “Kami hanya berjualan untuk cari makan. Kenapa harus larang kami? Kami juga tidak buat satu jenis Bintang Kejora saja. Ada bermacam-macam jenis motif, bendera Jamaika, Belanda, Brazil, Indonesia, Jerman, banyak. Kalau mau,kami buatkan,” kata Kotouki. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Merasa diabaikan PB PON XX Papua, Hana Kotouki kecewa
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Hana Kotouki merasa diabaikan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua, karena perajin noken seperti dirinya tidak diberi tempat yang layak untuk menjual barang kerajinannya. Hana Kotouki menyatakan ia dan para Mama Papua perajin noken ingin diberi tempat untuk berjualan noken di kawasan Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura. Hana Kotouki menuturkan ia dan para Mama Papua perajin noken dari Wilayah Adat Meepago mendatangi Stadion Lukas Enembe dengan harapan bisa berjualan di dalam arena PON XX Papua itu. Sayangnya, harapan mereka itu tidak tercapai. Ditemani Apince Agapa dan Nanda Agei, Hana Kotouki membawa barang kerajinannya di luar kawasan Stadion Lukas Enembe. “Kami jualan di depan Stadion Lukas Enembe, gantung [barang kerajinan kami] di pohon. Kami rasa tidak diperhatikan, tidak dihargai sebagai Mama-mama yang membuat noken asli Papua. Produk kami bukan dari mesin, [kerajinan yang dibuat dengan] tangan kami sendiri,” kata Hana Kotouki. Baca juga: Mama-mama Papua dari Meepago akhirnya jualan noken PON XX di Taman Imbi Ia mempertanyakan mengapa Panitia Besar (PB) PON XX Papua maupun pemerintah daerah tidak memikirkan bagaimana para perajin noken di Papua bisa mendapat manfaat dari penyelenggaraan PON XX Papua. Hana Kotouki menyatakan ia dan para perajin noken asal Meepago membutuhkan bantuan tempat berjualan, tempat tinggal, dan kendaraan untuk mengangkut barang dagangan mereka selam penyelenggaraan PON. “Kami butuh sekali kendaraan selama [PON XX Papua berlangsung]. Kami butuh sekali tempat tinggal. Kami butuh sekali tempat untuk kami berjualan noken Asli Papua dan pernak-pernik lainnya,” harap Kotouki. Ia menuturkan dirinya bersama sejumlah perajin noken asal Wilayah Adat Meepago datang ke Kabupaten Jayapura dengan membawa 1.600 noken dan beragam barang kerajinan khas Papua. Hana Kotouki bahkan membawa noken dan topi berbahan anggrek yang langka dan sulit dicari di pasaran. Mereka berharap semua barang kerajinan itu akan habis dibeli oleh para tamu PON. “Sampai saat ini kami belum paparkan didepan Panitia dan Pemerintah. Kami mohon diperhatikan,” kata Kotouki. Baca juga: Tak punya akses masuki kawasan venue PON, Mama-mama Papua berjualan di luar stadion Perajin noken yang berasal dari Kabupaten Pegunungan Bintang, Petera Abul, juga mengelu karena tidak bisa mendapat tempat berjualan. Petera sempat berjualan di samping anjungan barang kerajinan milik orang lain, sehingga ia ditegur dan dimarahi. “Kami jualan di sini, mereka datang tanya, baru marah kitorang. Tidak ada tempat, jadi terpaksa jualan di sini,” kata Petera Abul. Abu Rizal, pengunjung dari Pontianak, Kalimantan Barat mengapresiasi kegigihan para Mama Papua yang bisa mempertahankan keahlian mereka membuat berbagai barang kerajinan. “Saya beli gelang [anyaman] satu, dan langsung [saya] pakai. Itu sangat unik dan cocok. Kalau di Papua, [gelang anyaman itu] lebih bagus, banyak pohon-pohon, dan lebih hijau di sini,” kata Abu Rizal. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Mama-mama Papua dari Meepago akhirnya jualan noken PON XX di Taman Imbi
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Walaupun tidak mendapatkan tempat berjualan di venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021 Papua bukan alasan bagi mama-mama wilayah Meepago untuk melewatkan peluang PON XX. Mama-mama Papua dari Meepago tersebut memanfaatkan Taman Imbi, Kota Jayapura untuk menjajalkan nokennya. Beragam noken rajutan tangan dari benang, kulit kayu, hingga anggrek dapat dijumpai di sana. Mama Hubertina Mote, 32 tahun, datang dari Kabupaten Deiyai ke Jayapura sejak tiga hari lalu dengan menumpang kapal Labobar. Ia bersama 10 kawannya datang ke Jayapura dengan harapan bisa menjual noken-noken mereka untuk tamu PON XX. “Kita datang ke sini untuk jualan noken,” ujarnya. BACA JUGA: Mama-mama Papua patungan sewa tenda untuk biasa berjualan noken di PON XX Mote membawa sekitar 100 noken hasil rajutan tangan dari benang maupun dari kulit kayu. Ia menjual nokennya benang seharga Rp150 ribu, noken kulit kayu Rp500 ribu, dan noken anggrek Rp5 juta. “Kita mau semuanya terjual habis di PON XX,” katanya. Mama lainnya, Katarina Tekege, 43 tahun, mengatakan tidak kecewa walaupun tidak dapat berjualan di arena venue PON XX. Tekege dan 324 kawannya akan berjualan dari 2 hingga 15 Oktober 2021. “Awalnya kecewa, tapi kita sudah dapat tempat jadi lebih senang lagi,” ujarnya. Tekege membawa bermacam noken kulit kayu sebanyak 50 buah, noken benang 30 buah, dan noken anggrek 4 buah. Tekege menargetkan 15 hari PON XX dapat menjual semua nokennya. Tekege menjual noken kulit kayu dan benang mulai harga Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Sedangakan noken anggrek Rp2 juta sampai Rp10 juta. “Noken anggrek yang mahal karena bahan baku susah dapat, terus motifnya juga rumit,” katanya. Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano saat berkunjung mengatakan selama PON XX 2021 tempat tersebut menjadi salah satu pusat oleh-oleh di Kota Jayapura. Hal itu menjadi nilai ekonomi khususnya bagi mama-mama Papua. “Saya harapkan kontingen-kontingen yang ada di Kota Jayapura membeli suvenir-souvenir di sini,” ujarnya. Selain dapat memilih noken sesuai selera, pembeli juga dapat mengabadikan momen dengan berfoto. Tapi wajib memberikan sumbangan secara sukarela Rp5 ribu hingga Rp10 ribu. (*) Editor: Syofiardi
Mama-mama Papua patungan sewa tenda untuk biasa berjualan noken di PON XX
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Sekitar 30 mama-mama Papua berpakaian adat berkumpul di Taman Imbi, Kota Jayapura pada Senin, 27 September 2021 pukul 13.00 siang. Mereka adalah mama-mama penjual noken dari wilayah Meepago yang berdomisili di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura. Siang itu mereka berkumpul untuk melakukan pemotretan untuk dipasang pada baliho yang nantinya akan dipajang di beberapa lokasi. Tujuannya mempromosikan noken-noken mereka selama perhelatan PON XX dengan harapan menarik pembeli. “PON sudah tinggal beberapa hari lagi tapi noken kami belum laku-laku,” kata Nelly Yeimo, salah satu dari mereka. Selain itu, mereka juga sedang melakukan pendataan anggota dan mengumpulkan biaya yang akan digunakan untuk menyewa tenda-tenda untuk berjualan. Ada 325 mama penjual noken dan aksesori dari wilayah Meepago. “Sepertinya kita ini tidak ada perhatian dari panitia PB PON, tapi karena tidak diperhatikan kita melakukan upaya dan daya kita sendiri,” ujarnya. BACA JUGA: Pedagang suvenir dari Manokwari kecewa tak bisa di arena venue PON XX Nelly Yeimo, perempuan 52 tahun, koordinator mama-mama tersebut mengatakan selama perhelatan PON XX ia dan 324 mama-mama lainnya akan berjualan di Taman Imbi. “Di arena tidak diakomodir, kita sudah buat permohonan dari 16 Juli 2021 tapi tidak diakomodir,” katanya Untuk berjualan di Taman Imbi membutuhkan perjuangan yang berat. Pada 16 Juli 2021 mereka sudah membuat surat permohonan kepada PB PON XX. Tapi tak kunjung mendapatkan jawaban, mereka lalu mengadu ke MRP. “Pada intinya mewakili mama-mama yang selalu jualan noken di emperan tokoh, di pasar merasa kecewa, selama ini sepertinya kita tidak diperhatikan panitia PON XX dan pemerintah daerah,” ujarnya. Keluhan mama-mama ini didengar Wali Kota Jayapura yang kemudian mengizinkan mereka berjualan di Taman Imbi selama perhelatan PON XX. “Setelah keluhan kami itu keluar di media beberapa waktu lalu wali kota kemudian menelepon Mama Nelly Pekei, kita kemudian dipertemukan dan Pak Wali Kota memberikan tempat di Taman Imbi untuk kita berjualan,” katanya. Walaupun sudah mendapatkan lokasi untuk berjualan di Taman Imbi. Mama Nelly dan kawan-kawan menghadapi persoalan lain, yakni belum memiliki tenda. Mama Nelly mengatakan tenda sangat dibutuhkan untuk dapat melindungi suvenir jualan dari hujan dan panas. “Saat ini kami kewalahan tenda dan kebutuhan yang lain tapi yang kami butuhkan sekali itu tenda,” ujarnya. Mengingat waktu pelaksanaan PON XX tersisa seminggu lagi dan beberapa pertandingan sudah mulai digelar, Mama Nelly dan kawan-kawannya memutuskan untuk patungan dana. Setiap orang membayar Rp100 ribu untuk dapat menyewa tenda dengah tarif Rp12 juta. “Ini pun daya upaya kita sendiri, tidak ada panitia yang membantu kita, dengan dana yang dikumpulkan ini kita upaya untuk tenda,” katanya. Mama Nelly dan mama lainnya berjualan noken dan suvenir asli dari Papua. Harganya bervariasi, untuk noken dari benang Rp50 ribu sampai Rp700 ribu, dari kulit kayu Rp100 ribu sampai Rp7 juta, sedangkan dari anggrek harganya tergantung ukuran. Ia dan mama-mama penjual noken merasa kecewa karena mendengar informasi bahwa panitia mendatangkan noken dari luar Papua. Padahal menurutnya seharusnya noken dan aksesori asli wilayah adat di Papua yang diakomodir di PON XX. “Noken Papua ini sudah diakui oleh UNESCO, harusnya ini yang diakomodir, bukan didatangkan dari Jawa,” ujarnya. Koordinator Bidang Sosial Ekonomi PB PON XX Jerry Sawai mengatakan semua pelaku UMKM akan dipasangkan stan jualan. Hanya saja masih menunggu stan tambahan yang masih dalam perjalanan. Untuk pelaku UMKM yang tidak mendapatkan tempat jualan di dalam venue, kata Sawai, akan mendapatkan lokasi berjualan di tempat-tempat pameran yang telah disiapkan panitia. “Kota Jayapura nanti di belakang kantor DPRD Papua, terus Kabupaten Jayapura nanti di Pantai Khalkote, Kabupaten Merauke di halaman kantornya dan juga di Timika,” katanya. Koordinator Bidang Sosial Ekonomi Sub PB PON Kota Jayapura Irawadi Yusri mengatakan sudah memfasilitasi sekitar 200 UMKM di Kota Jayapura, termasuk penjual noken. “Ada perwakilan sudah masuk,” ujarnya. Yusri mengatakan apabila ada pelaku UMKM yang belum mendapatkan stan dapat melapor langsung ke panitia yang selanjutnya akan dicarikan solusi. “Bisa ketemu kami Bidang 4 di PTC Sekretariat Panitia Sub PB PON Kota Jayapura,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura tersebut. (*) Editor: Syofiardi
Presiden singgah dan membeli noken, ini tanggapan Titus Pekei
Papua No. 1 News Portal | Jubi Tigi, Jubi – Beredarnya foto Presiden Joko Widodo membeli dan menggantungkan noken yang dijual dua Mama Papua di Hawaii, Sentani, Kabupaten Jayapura pada Jumat (1/10/2021) mendapat tanggapan positif dari Titus Pekei, tokoh yang menggagas penetapan noken sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Ketua Yayasan Noken Papua itu berterima kasih atas kepedulian Jokowi kepada noken Papua. Saat dalam perjalanan dari Bandara Internasional Theys Hiyo Eluay di Sentani, Kabupaten Jayapura, menuju Kota Jayapura pada Jumat, Jokowi singgah membeli noken yang dijual Mama Papua di Hawaii. Titus Pekei senang, karena pembelian noken oleh Jokowi itu akan mendorong para tamu Pekan Olahragas Nasional atau PON XX Papua untuk ikut membeli dan mengoleksi noken, tas rajutan khas Papua. “Saya ucapkan selamat datang, Presiden Jokowi. Terima kasih sudah berhenti lalu turun [dari mobil] dan membeli dua noken, lalu menggantungkam di leher. Jujur, saya terharu melihat foto itu. Itu artinya semua noken dan aksesoris lainnya yang dijual Mama-mama Papua akan habis dibeli oleh pejabat, pengunjung dan peserta PON XX Papua,” kata Titus Pekei saat ditemui di Distrik Tigi Timur, Kabupaten Dieyai, Sabtu (2/10/2021). Baca juga: Ini empat agenda Presiden Jokowi selama di Merauke Pekei berharap Panitia Besar (PB) PON XX Papua mampu menerjemahkan tindakan Presiden Jokowi itu, sehingga para Mama Papua tidak kecewa karena dagangannya tidak laku. “PB PON XX harus memiliki tanggung jawab, bagaimana caranya semua noken itu bisa habis laku dalam pelaksanaan PON. Saya harap tidak boleh ada sisa, agar Mama-mama tidak kecewa,” kata dia. Ia ingin setiap pengunjung dan tamu PON nantinya tidak sekadar membeli noken, namun juga membuka hati untuk memahami persoalan yang dihadapi orang asli Papua. Pekei mengingatkan, noken bukan semata barang, namun juga simbol amanat bagi seorang pemimpin yang menerima aspirasi dari rakyatnya. “Kalau Pak Jokowi gantungkan noken di dadanya, [itu] termasuk juga gantungkan semua persoalan yang terjadi di Tanah Papua [sebagai tanggung jawabnya]. Saya harap mohon refleksikan dan evaluasi,” ujarnya. Baca juga: Yakoba Lokbere kecewa mama-mama perajin noken tidak dilibatkan dalam PON Secara terpisah, Direktur Eksekutif Yapukepa, Flory Koban mengaku bersyukur tulisan sederhana di media sosial pada dua pekan lalu terwujud, karena kepala negara singgah di lapak jualan Mama Yulita Doo dan Paulina Adii. Ia juga senang karena Presiden Jokowi memberi bantuan kepada panti asuhan. Flory mengaku, sehari sebelum Presiden tiba di Papua, tepatnya Kamis (30/9/2021), ada staf Istana Presiden yang menemui dirinya dan dua suster pengasuh panti asuhan, yaitu Suster Alexia DSY dan Suster Fidelia, DSY. “Tapi staf itu tidak singgung soal Presiden mau datang esoknya. Jadi itu benar-benar kejutan. Puji Tuhan, anak-anak panti asuhan juga mendapat bantuan presiden, ” kata Flory. Menurutnya, bantuan presiden itu berupa 100 paket sembako berisi beras, gula, minyak goreng dan sebagainya, serta 65 paket perlengkapan sekolah berupa buku, pena dan tas. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Tak punya akses masuki kawasan venue PON, Mama-mama Papua berjualan di luar stadion
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Para Mama Papua yang tidak memiliki akses untuk berjualan di dalam kawasan arena Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua akhirnya berjualan di pinggir jalan. Mereka memanfaatkan ruang yang tersisa di sekitar Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, termasuk trotoar jalan atau di atas selokan jalan. Dari pantauan Jubi pada Sabtu (2/10/2021) para Mama Papua berjualan tanpa tenda ataupun naungan. Marei Tabuni, salah satu Mama Papua yang berjualan pinang di luar Stadion Lukas Enembe, mengatakan seharusnya pemerintah daerah memfasilitasi Mama Papua yang ingin berjualan di sekitar arena PON. “Mama-mama itu berjualan di sekitar stadion. Seharusnya [mereka] difasilitasi tempat [yang layak, dengan] tenda atau payung. Jangan seperti [sekarang. Mereka yang berjualan] di depan lapangan diberi tenda, baru Mama-mama yang di luar tidak [diberi tenda],” kata Marei Tabuni, Sabtu. Baca juga: Beragam menu lokal ditawarkan Mama Papua di sekitar Stadion Lukas Enembe Marei Tabuni saat ini berjualan di samping WC umum di luar stadion. “Karena tidak ada tempat, kami jualan begini saja. Yang penting bisa dapat makan,” ujarnya. Marei menuturkan selesai berjualan di luar Stadion Lukas Enembe, ia akan kembali berjualan sayur mayur. “Nanti kami akan kembali jualan sayur seperti biasa,kami ini cari makan,” jelas Tabuni. Salah seorang juru parkir di luar Stadion Lukas Enembe, Yulinus mengaku prihatin dengan kondisi mama-mama Papua itu. “Mama-mama itu setiap hari mereka jualan di tempat ini, tapi tidak dapat tempat. Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Pemerintah Kota Jayapura harus perhatikan mereka. Orang lain mereka perhatikan, baru orang-orang yang dekat tidak,” ujar Yulinus. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Pedagang suvenir dari Manokwari kecewa tak bisa di arena venue PON XX
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Perempuan berusia 45 tahun itu berjualan di atas tanah beralaskan karung semen bekas dengan atap terpal di depan venue dayung di pinggir Pantai Holtekam, Kota Jayapura. Ia menjual aneka suvenir PON XX 2021, seperti mahkota kepala, sirka yang digunakan sebagai hiasan kepala saat acara nikah maupun saat wisuda, kalung dari kerang, dan noken beragam ukuran. Harga jualannya bervariasi, mulai Rp100 ribu hingga Rp250 ribu untuk harga noken yang terbuat dari kulit kayu. Perempuan itu adalah Mama Febelina. Ia datang dari Manokwari, Papua Barat ke Kota Jayapura dengan Mama Ani Masoka, 55 tahun sejak 15 September 2021 dengan menumpang kapal laut Ciremai. BACA JUGA: Penjual noken PON XX di Stadion Mahacandra sepi pembeli “Kitorang dari Manokwari ke sini untuk jualan suvenir PON XX,” kata Mama Febelina. Tapi ia kecewa lantaran tidak diizinkan berjualan di dalam arena venue Dayung. Ia dan mama Masoka terpaksa menggelar jualannya di luar venue, tepatnya di pinggiran pantai Holtekam, Kota Jayapura. “Hari ini kitong kecewa, sampai kitong punya jualan satu pun belum laku. Tadi kitong su jualan di dalam tapi disuruh keluar sama Satpol PP. Kitorang sekitar 5 jam di dalam arena karena baku tawar,” ujarnya. Ia datang sekitar jam 7 pagi bersama mama Masoka di arena dayung, lalu menggelar jualannya beralaskan karung semen bekas. Namun tak lama berselang keduanya dihampiri tim relawan PON. Relawan tersebut menyampaikan jangan dulu berjualan karena akan dipasangkan stan jualan. “Kitong taruh jualan di situ, terus tidak lama tim relawan dong datang tanya? Mama dong dari mana? Kitong jawab dari Manokwari? Terus dong tanya mama dong sudah mendaftar kah belum? Kalau belum mama dong tidak buka jualan dulu. Nanti kitong usahakan tempat untuk mama dong jualan,” katanya. Sambil menunggu relawan mencarikan tempat jualan, Mama Febelina dan Mama Masoka kembali didatangi panitia PON Kota Jayapura. Panitia tersebut memberikan izin untuk mereka memasang tenda sendiri dan menggelar jualan sambil akan diusahakan stan jualan. “Sudah bicara dengan tong bagus. Torang pasang tenda di dalam arena venue. Kitong sudah atur jualan. Tidak lama dia (panitia) kembali cek? Apakah kitong sudah pasang tenda atau belum. Dia (panitia) bilang mama dong atur jualan sudah,” ujarnya. Sementara sibuk mengatur jualan, Mama Febelina dan Mama Masoka ditegur. Kali ini mereka ditegur oleh Satpol PP. Satpol PP dengan nada kasar menyuruh membongkar tenda dan melarang mereka berjualan, sebab mereka tidak memiliki izin dan tidak berjualan memakai stan. “Dari Satpol PP datang langsung bilang mama dong tra bisa pasang tenda kaya begini. Bongkar-bongkar, tidak boleh taruh jualan, tidak boleh jualan model begini. Tidak boleh pasang tenda seperti begini,” katanya. Sempat beradu argumen dengan Satpol PP untuk tetap berjualan di dalam arena venue. Akan tetapi karena melihat kondisi sudah tidak memungkinkan dan menghindari terjadi keributan, keduanya keluar dari dalam arena venue dayung sambil membawa jualan mereka. “Dari panitia dong izinkan, cuma Satpol PP ini yang tidak setuju. Jadi alasan dia untuk kitong tidak jualan di dalam itu apa? Kitong sudah vaksin, dong suruh antigen kitong antigen juga,” ujarnya. Keduanya mengatakan akan tetap bertahan berjualan walaupun di luar arena venu dayung. Mereka tidak punya rencana untuk pindah lokasi karena mempertimbangkan ongkos transportasi dan jarak venue yang saling berjauhan. “Kitong jualan tenang boleh kalau pindah-pindah tra laku ya. Terus kita kesana kemari harus keluarkan uang taksi. Ini saja untuk ke sini sudah keluarkan ongkos Rp100 ribu,” katanya. Walaupun merasa kecewa karena harus berjualan di luar venue mereka berharap mendapat perhatian dari panitia dengan memasangkan stan jualan. “Tra apa-apa sudah kami jualan di sini tapi kalau boleh panitia kasih kami stan begitu,” ujarnya. Koordinator Bidang Sosial Ekonomi Sub PB PON XX Kota Jayapura Irawadi Yusri mengatakan pelaku UMKM yang tidak mendapatkan stan jualan di dalam venue, tapi ingin berjualan di dalam venue harus berkoordinasi dengan panitia. “Harua kordinasi dengan relawan kita yang ada di situ dan akan kita carikan solusinya,” katanya. Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura tersebut juga menyampaikan jika ada pelaku UMKM yang datang dari luar Kota Jayapura, misalnya dari Manokwari, mereka harus terlebih dahulu melapor ke panitia PON XX. “Kalau dari Manokwari harus lapor ke sub bidang Sosial Ekonomi atau relawan yang ‘standby’ di venue,” ujarnya. Panitia Sub PB PON XX Kota Jayapura telah memfasilitasi sekitar 200 stan untuk pelaku UMKM yang lokasinya tersebut di 16 venue yang berada di Kota Jayapura. Tidak ada larangan untuk pelaku UMKM berjualan di dalam maupun di luar venue PON XX 2021. “Kalau mau jualan di luar venue silahkan saja, saya kira di mana saja bisa yang penting rapi dan tertata baik,” katanya. Pantuan Jubi ada sekitar 10 stan berdiri di dalam arena venue dayung. Stan tersebut sudah ditempati para pelaku UMKM Orang Asli Papua dengan bermacam produk, mulai dari souvenir hingga ikan asar. (*) Editor: Syofiardi
Penjual noken PON XX di Stadion Mahacandra sepi pembeli
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pelaku UMKM yang berjualan di sekitar venue PON XX di Stadion Mahacandra Universitas Cenderawasih, Kota Jayapura mengeluhkan masih sedikitnya pembeli noken dan suvenir lain khusus PON XX yang mereka jual. Padahal kegiatan PON XX sudah dimulai di tempat itu sejak 22 September 2021. Yohance Magai, salah seorang pelaku UMKM mengaku belum satupun nokennya terjual. Ia menjual noken dari harga Rp100 ribu hingga Rp3 juta. Untuk semua suvenir yang ia jual hanya satu cincin yang laku. Magai dan enam pelaku UMKM mendapat tempat berjualan di venue Stadion Mahacandra Universitas Cenderawasih, Kota Jayapura. Mereka akan berjualan di sana hingga pertandingan usai pada 4 Oktober 2021. Magai mengatakan harga suvernir PON XX yang dijualnya sudah sesuai dengan perhitungan. Ia tidak bisa menurunkan harga karena mempertimbangkan modal. BACA JUGA: Pelaku UMKM keluhkan sepi pembeli di venue PON Papua “Alasan kami jual mahal karena bahan baku yang kami beli dipasar mahal dan jika kami mau bikin ritsleting sama puring kami harus bayar lagi, jadi jelaslah kami jual mahal,” katanya. Magai mengatakan tidak bisa berpindah venue lagi karena sudah dibagi oleh panitia PON XX. Agar tetap ada pemasukan Magai mengakalinya dengan cara menjual biskuit dan minuman dingin. “Yang laku di stan hanya minuman-minuman sama makanan ringan dan kita pun terpaksa jualan yang bisa orang beli saja biar ada ongkos pulang dari sini,” katanya. Hal yang sama juga diutarakan Silva Marani, pelaku UMKM yang juga berjualan suvenir PON XX di Stadion Mahacandra. Menurutnya untuk sasaran menjual noken di arena Stadion Mahacandra tidak tepat karena rata-rata yang datang menonton umumnya masyarakat lokal. “Yang saya perhatikan banyak orang lokal di sini,” ujarnya. Ia lalu mengantisipasi dengan berjualan minum dingin dan makanan ringan. Bahkan lebih diminati oleh masyarakat dan atlet. “Saya jualan minuman dingin saja pemasukan sudah Rp1.220.000. Sasaran noken sepi jadi, kita antipasi dengan jualan minuman dingin,” katanya. Berhubung waktu berjualan hingga tanggal 4 Oktober 2021, Marani telah memiliki strategi untuk menawarkan jualannya lewat media sosial. Suvenir noken dijual dengan harga Rp70 ribu sampai Rp150 ribu. (*) Editor: Syofiardi
Beragam menu lokal ditawarkan Mama Papua di sekitar Stadion Lukas Enembe
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Tidak mendapatkan tempat untuk berjualan di dalam kawasan venue Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua bukan alasan bagi sejumlah Mama-mama Papua untuk membiarkan peluang menjamu tamu PON berlalu. Mereka memanfaatkan pekarangan rumah di sekitar Stadion Lukas Enembe untuk berjualan berbagai menu hidangan berbahan pangan lokal. Para Mama itu mendirikan sendiri pondok yang mereka gunakan untuk berjualan. “Kami Mama-mama dari Lembah Grime siap sukseskan PON XX Papua dengan menu lokal seperti papeda panas, sagu bakar, keladi bakar, gedi gulung, juga nasi dengan menu berbeda-beda,” kata Hulda Nari, salah satu Mama-mama Papua itu saat ditemui Jubi pada Jumat (1/10/2021). Nari menuturkan ia menjual paket menu berupa papeda atau nasi dengan beragam lauk. Ia menawarkan beragam masakan berbahan ikan laut dan ikan tawar. “Papeda bungkus itu sudah paket, papeda ikan laut [atau ikan] danau, dalam kotak dengan harga Rp25.000 sampai Rp. 50.000 per kotak. Untuk nasi, satu porsi Rp15.000, lauknya ada ikan, ayam, dan telur,” jelasnya. Baca juga: Pelaku UMKM keluhkan sepi pembeli di venue PON Papua Nari juga menjual umbi-umbian serta sayur-sayuran yang ia ambil dari kebunnya sendiri. “Kami tidak datangkan dari pasar, tapi hasil kebun sendiri, yang memang sudah kami siapkan untuk PON,” ujarnya. Nari menuturkan ia dan kelompoknya yang terdiri dari para Mama-mama Papua dari Grime, Kabupaten Jayapura, sudah berusaha mendapatkan tempat untuk berjualan di dalam kawasan venue PON XX Papua. Mereka telah menyampaikan permohonan untuk bisa berjualan di kawasan venue PON XX Papua kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura, namun belum pernah mendapat tanggapan. “Kami sudah pernah kasih suara ke dinas terkait, soal tempat [berjualan dalam kawasan venue PON]. Akan tetapi, belum ada tanggapan. Akhirnya ketua kelompok kami berikan tempat untuk berjualan. Walau kami tidak [berjualan] di depan sana, tapi kami tahu pasti ada peminat yang akan datang ke sini. Kami tidak ragu. Walau tidak dapat tempat di depan, dimana tempat yang Tuhan kasih, kami akan ada di situ,” tuturnya. Meski begitu, Nari mengaku masih kecewa karena ia dan kelompoknya tidak diberi kesempatan untuk berjualan makanan di dalam kawasan venue PON. Nari mengingatkan saat Papua menjadi tuan rumah PON, seharusnya orang Papua merasakan manfaat penyelenggaraan PON. Baca juga: Perajin pahatan lokal apresiasi penyediaan lapak UMKM di kawasan Venue PON XX Papua “Kami sebagai tuan rumah, [tapi] kami tidak dapat tempat [berjualan], itu kami kecewa. Kami seperti tidak dipedulikan, padahal kami sangat peduli dengan PON. [Kami akan] melayani tamu yang akan ada di sini, supaya mereka tidak pulang dengan kecewa, dan mereka pulang dengan membawa satu cerita yang luar biasa,” jelas Nari. Mama Papua lain yang turut berjualan di rumah warga sekitar Stadion Lukas Enembe, Rut Demotekay juga tidak mendapatkan tempat untuk berjualan pangan lokal di dalam kawasan venue PON XX Papua. “Tidak berjualan di depan, bagi kami tidak jadi masalah. Yang penting, ada halaman rumah, kami beli kayu sendiri, bikin pondok sendiri,” jelasnya. Demotekay menuturkan ia akan menjajankan makanan khas Papua yang akan diolah dan dikemas secara menarik. “Saya akan berjualan papeda kua, papeda bungkus, keladi PNG, sayur lilin, dan gedi gulung tentunya,” ujarnya.(*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Pelaku UMKM keluhkan sepi pembeli di venue PON Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM yang berjualan di venue tenis Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua di lapangan tenis Sian Soor, Kantor Wali Kota Jayapura mengeluhkan sepi pembeli hingga hari kelima pertandingan digelar. “Sepi Om, kecuali pas hari pertama rame [penonton] tapi yang beli sedikit. Tapi sekarang malah tidak ada laku sampai pertandingan selesai,” ujar pemilik UMKM Miktam, Sarce Rumbiak, Jumat (1/10/2021). Dikatakan Rumbiak, penonton maupun atlet kurang berminat untuk berbelanja aksesoris kerajinan tangan khas Papua, mereka lebih cenderung belaja makan dan minum. “Saya jualan noken, anting pinang, gantungan kunci, mahkota ikat kepala, koteka, dan patung. Harga mulai dari Rp10 ribu sampai Rp200 ribu,” ujar Rumbiak. Menurut Rumbiak, hadirnya stand UMKM di venue PON XX Papua untuk mengenalkan aksesoris khas Papua sehingga dikenal masyarakat dari luar daerah. “Kalau bisa ditempatkan di cabang olahraga yang banyak diminati, seperti sepakbola dan voli. Ini (tenis) kurang rame karena peminatnya kurang,” ujar Rumbiak. Baca juga: Penjual pernak-pernik mulai ramaikan areal Stadion Lukas Enembe. Pelaku UMKM lainnya, Wamei, mengatakan hari pertama jualan ia bisa menjual hingga tiga mahkota ikat kepala. Namun hari kedua hingga hari kelima, belum ada satupun yang terjual. “Ikat kepala saya jual Rp300 ribu. Bahannya dari kulit kayu dan bulu burung karuasi ditambah hiasan kerang laut. Satu hari bisa bikin dua,” ujar Wamei. Wamei berharap dagangannya laku sehingga bisa menambah semangatnya untuk membuat mahkota ikan kepala lebih banyak lagi. “Saya bersyukur berkesempatan jualan di venue PON ini, sekaligus memperkenalkan aksesoris khas Papua. Saya berharap selalu hadir dalam setiap pameran-pameran UMKM untuk bisa jualan,” ujar Wamei. (*) Editor: Dewi Wulandari
Penjual pernak-pernik mulai ramaikan areal Stadion Lukas Enembe.
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani Jubi– Berbagai macam suvenir seperti anting,bando,noken, gantungan kunci, tas, dompet,topi, kulit kayu dan lainnya sudah mulai dijajakan di depan Stadion Lukas Enembe. Mama-mama Papua mulai berjualan suvenir. Mereka datang dari berbagai tempat; Abe, Serui juga dari sekitar Sentani. Pemerintah menyediakan 10 buah tenda yang bisa digunakan oleh mama-mama Papua. Ros Ohee salah satu perajin pernak-pernik di sangar Kalkhote permai di Sentani, ikut menjajakan buah tangannya. “Kami ini baru pertama masuk tenda dan kami mulai jualan dari pagi jam 7:00 sampai dengan jam 10 malam. Ya, tergantung aktivitas di areal Stadion Lukas Enembe saja,” katanya kepada Jubi, Kamis (30/9/2021) Ini merupakan hari pertama mereka berjualan di tenda yang disediakan. Adapun harga pernak pernik yang dijajakan, cukup bervariasi. “Yang paling murah itu 25 ribu rupiah itu seperti bando, anting, sisir, gantungan kunci. Paling mahal 500 ribu rupiah, itu kulit kayu ,” ujar Ros. Penjual pernak pernik lainnya, mama Ester, yang menjual noken,gelang dan kalung hasil rajutannya sendiri berharap buah tangannya dapat menarik minat pembeli. “Saya jual ini saya buat sendiri, dan kami di satu tenda ada empat orang penjual. Jadi (dagangan) yang lain saya taruh di kantong dulu, kalau ada yang mau atau cari baru saya keluarkan,” ucap perempuan asal Mee ini. Ia berterima kasih karena ada tempat yang sudah di fasilitasi oleh pemerintah. “Kami kemarin itu duduk jualan di depan kios dan ruko. Tapi karena dari dinas mereka lihat dan tidak mau kami duduk di situ sehingga kami diberikan tempat ini untuk berjualan,” (*) Editor: Syam Terrajana
DPRP dan Pemprov Papua tandatangani KUA-PPAS APBD perubahan TA 2021
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – DPR Papua dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menandatangani persetujuan bersama atas materi Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun anggaran (TA) 2021. Penandatanganan itu dilakukan Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, bersama Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, dalam paripurna, Selasa (28/9/2021). Yulianus Rumbairussy yang memimpin paripurna mengatakan, perubahan APBD Provinsi Papua TA 2021, dilakukan karena adanya over target pendapatan asli daerah. Situasi ini terjadi karena semakin kondusifnya perekonomian di Provinsi Papua, dalam rangka upaya intens membangun kesadaran wajib pajak. Selain itu, perlu rasionalisasi anggaran belanja dalam rangka peningkatan efisiensi, efektivitas dan daya guna anggaran bagi pencapaian sasaran pembangunan daerah Provinsi Papua. “Ini disesuaikan dengan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua,” kata Yulianus Rumbairussy. Menurutnya, pandemi Covid-19 telah menyebabkan terhentinya aktivitas ekonomi di seluruh negara. Bahkan berakibat terjadinya resesi. Akibatnya, kegiatan perekonomian pada sektor industri dan pariwisata terhenti, sehingga kegiatan masyarakat untuk memperhatikan kebutuhan primernya juga mengalami kendala. “Keadaan ini harus dikendalikan, maka menjadi keharusan bagi Pemprov Papua melakukan perubahan LKPD yang difokuskan pada pemulihan kehidupan masyarakat dan roda perekonomian agar kembali lancar,” ujarnya. Katanya, dengan selesainya pembahasan rancangan KUA-PPAS perubahan APBD 2021 itu, pihak eksekutif akan segera menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun 2021 untuk dibahas bersama DPR Papua. Sementara itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw mengatakan, pihaknya bersama eksekutif menyepakati akan membahas beberapa tambahan anggaran untuk sejumlah kepentingan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, dalam APBD perubahan TA 2021. Di antaranya, tambahan anggaran untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI Papua, sekitar Rp100 miliar hingga Rp150 miliar. “Tambahan dana untuk KONI ini, termasuk bonus kepada atlet berprestasi dalam ajang PON XX. Kita sudah setujui,” kata Jhony Banua Rouw. DPR Papua dan Pemprov Papua juga menyepakati menganggarkan kekurangan yang masih ada jelang pelaksanaan PON XX, dalam APBD perubahan tahun ini. Anggaran yang disepakati itu, sudah mendekati master plan pelaksanaan PON senilai Rp4,3 triliun. “Pemerintah pusat membantu Rp1,4 triliun, dan pemerintah daerah menambah biaya dan lainnya. Sudah mencapai Rp4,2 triliun yang diberikan kepada PB PON XX Papua nanti,” ucapnya. Katanya, dengan nominal Rp4,2 triliun, silih dengan master plan hanya sekitar Rp100 miliar. Akan tetapi, nilai Rp 4,2 triliun itu dirasa sudah cukup mengatasi kekurang yang ada dalam pelaksanaan PON. Sebab, master plan adalah perkiraan biaya tertinggi. (*) Editor: Edho Sinaga
Tiga tahun setelah diresmikan Jokowi, Pasar Mama Papua sepi pembeli
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Solidaritas Pedagang Asli Papua atau Solpap berharap Pemerintah Kota Jayapura dan Pemerintah Provinsi Papua memikirkan strategi mempromosikan Pasar Mama Papua. Koordinator Solpap, Franky Warer mengatakan sejak pembangunan pasar rampung pada 2017 dan diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2018, Pasar Mama Papua itu sepi. “Pascaperesmian, kondisi pasar tidak terlalu ramai dibandingkan pasar lama (pasar sementara),” kata Franky Warer kepada Jubi akhir pekan kemarin. Menurutnya, sepinya pembeli membuat sebagian mama pedagang asli Papua kembali berjualan di pinggir jalan. Semisal di seberangan Bank Papua, di sekitar Taman Imbi Jayapura dan beberapa lokasi lain di tengah Kota Jayapura. “Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kami Solpap dinas terkait, supaya segera kita duduk dan bicara. Apakah mungkin ada promosi sehingga pasar ini banyak pengunjung,” ujarnya. Warer berharap, lewat iven PON yang sedang berlangsung di Papua dan Peparnas pada November 2021 mendatang, pemerintah dapat membantu mempromosikan Pasar Mama Mama Papua sehingga, pengunjung dari luar Provinsi Papua bisa datang dan melihat kondisi pasar untuk pedagang asli Papua, di tengah Kota Jayapura itu. Katanya, sejak peresmian memang masih banyak masalah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Kota Jayapura dan Pemprov Papua berkaitan dengan fasilitas pendukung di pasar. Salah satunya, belum adanya kios-kios untuk mama-mama yang berjualan minuman dan makanan. Selain itu, belum adanya instalasi air bersih memadai dan wastafel, sehingga selama ini mama mama yang berada di lantai dua mesti turun ke lantai satu untuk mengambil air. “Namun ketika PON hadir, pemkot dan pemprov kembali fokus dengan pasar. Ada kesepakatan untuk segera melengkapi beberapa fasilitas yang kurang,” ucapnya. Sepinya pembeli di Pasar Mama Papua dibenarkan salah satu pedagang, Agustina Mote. Menurut mama yang kesehariannya menjual pinang dan buah itu, ketika masih berjualan di tepi jalan di sekitar Taman Imbi beberapa tahun lalu, penghasilannya cukup lumayan dalam sehari. Berkisar Rp 300 hingga Rp 500 ribu. Begitu juga saat masih berjualan di sisi kiri Pasar Mama Papua, ketika pasar sedang dalam pembangunan. Ia masih mendapat penghasilan cukup lumayan dalam seharinya. “Tapi sejak pindah ke pasar ini tiga tahun lalu, pembeli sepi. Kadang dalam sepekan pinang jualan saya tidak habis. Saya bagikan saja ke teman teman, daripada tidak dimakan karena busuk,” kata Agustina Mote. Ia berpendapat, sepi tidaknya pasar kembali pada niat pembeli. Di manapun lokasi pasar apabila pembeli tidak berniat, sama saja. “Ini kembali kepada hati pembeli. Kalau punya hati dan niat, datang beli di pasar ini,” ucapnya. (*) Editor: Edho Sinaga
Solpap terkendala kewenangan kelola Pasar Mama Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Solidaritas Pedagang Asli Papua atau Solpap terkendala kewenangan dalam mengelola Pasar Mama Papua. Koordinator Solpap, Frengky Warer mengatakan hingga kini Dinas Perdagangan (Disperindag) Kota Jayapura, belum melimpahkan kewenangan pengelolaan kepada pihaknya. “Akibatnya, kerja kerja kita masih saling tumpang tindih. Contohnya kemarin saat ada rencana untuk pembersihan pasar, akhirnya teman teman Solpap membantu mereka. Sebenarnya ini dilakukan Disperindag sebagai pengelola,” kata Frengky Warer kepada Jubi akhir pekan lalu. Menurutnya, hingga kini Pemerintah Kota Jayapura dan Provinsi Papua, belum menganggarkan dana perawatan pasar. Ketika ada bagian pasar yang perlu pemeliharaan atau peremajaan, Solpap kesulitan biaya. “Terkadang kita meminta pihak ketiga untuk memperbaiki pasar. Kadang mama mama kumpul uang secara swadaya. Teman teman lain juga sehingga kondisi pasar bisa kita perbaiki pelan pelan,” ujarnya. Belum adanya pelimpahan kewenangan itu, juga menyulitkan Solpap bekerjasama dengan pihak ketiga yang bisa membantu perbaikan atau pembangunan fasilitas pasar. Misalnya beberapa waktu lalu, Bank Papua ingin membantu membangun fasilitas pasar. Di antaranya pembangunan los berjualan untuk pedagang. Akan tetapi mesti mendapat persetujuan dari Disperindag Kota Jayapura. Ketika rencana itu disampaikan ke pihak terkait, Pemerintah Kota Jayapura tidak menyetujuinya. Alasannya, dinas terkait akan bekerjasama denhan Dinas Pekerjaan Umum untuk membangunnya. Namun hingga kini hal itu tidak terealisasi. Katanya, sejak pindah dari pasar sementara sekitar tiga tahun lalu, hingga kini Pemkot Jayapura sama sekali belum membangun los berjualan untuk pedagang. “Mama mama pedagang berinisiatif membuat meja sendiri, kursi sendiri. Belakangan pemerintah menilai, apa yang mama mama buat ini kurang tepat karena tidak berkoordinasi dengan Disperindag,” ucapnya. Ia berharap, Disperindag Kota Jayapura sebagai pengelola, lebih fokus menangani Pasar Mama Papua. Sebab pasar itu diharapkan menjadi salah satu ikon di tengah Kota Jayapura. Anggota komisi bidang ekonomi dan perdagangan DPR Papua, John NR Gobai berharap, Pemkot Jayapura dapat segera melimpahkan kewenangan pengelolaan pasar kepada Solpap. Sebab merekalah yang selama ini mendampingi para pedagang Papua yang berjualan di Pasar Mama Papua. “Ketika pedagang membutuhkan sesuatu, Solpap bisa langsung bertindak. Tidak ragu lagi, karena sudah diberikan kewenangan,” kata Gobai. Menurutnya, dalam situasi kini Solpap tidak bisa berbuat banyak membantu pedagang ketika ada yang perlu dibehani di dalam pasar. Sebab, mereka akan dianggap melangkahi kewenangan pemerintah. (*) Editor: Syam Terrajana
Pertamina bangun Pertashop di 2 pool bus PON XX Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading Papua Maluku membangun fasilitas pengisian bahan bakar berupa Pertashop. Pertashop yang dibangun untuk mendukung penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX Papua itu dibangun di dua lokasi. Pertashop yang dibangun itu berkapasitas 3 kiloliter itu dibangun di kedua Pool Kendaraan Operasional PON XX Papua yang berada di eks Terminal Lama Entrop Kota Jayapura dan Nendali, Kabupaten Jayapura. Kedua Pertashop itu diresmikan Executive General Manager PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Papua Maluku, Yoyok Wahyu Maniadi pada Sabtu (25/9/2021), dan langsung beroperasi. Peresmian pada Sabtu ditandai dengan pengisian perdana bahan bakar jenis Dexlite ke kendaraan operasional PON XX Papua. Yoyok mengatakan, pertashop itu akan selalu menyediakan BBM berkualitas berupa Dexlite. Baca juga: Wali Kota Jayapura: Tak punya keahlian, sulit bersaing “Kami berharap semua kendaraan operasional PON menggunakan Dexlite yang ramah lingkungan. Udara Kota dan Kabupaten Jayapura akan tetap terjaga dan bersih, walaupun jumlah kendaraan bertambah,” kata Yoyok sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Sabtu. Selama penyelenggaraaan PON, Pertashop itu hanya melayani kendaraan operasional PON yang telah teregistrasi Panitia Besar (PB) PON XX Papua. Pertashop telah memiliki data seluruh kendaraan operasional yang telah teregistrasi di PB PON XX Papua. Baca juga: PB PON Papua tak libatkan pelaku ekonomi OAP “Selain dua pertashop, kami juga menyiapkan delapan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang khusus melayani kendaraan operasional PON di luar jam operasi normal. Dibuka untuk pelayanan kendaraan operasional PON, agar pengisian BBM ke masyarakat umum tidak mengalami penurunan layanan akibat bertambahnya antrian pengisian di SPBU,” kata Area Manager Communication, Relation & CSR PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading, Edi Mangun. Sejumlah delapan SPBU tersebut berlokasi di Kota Jayapura sebanyak 2 SPBU, Kabupaten Jayapura 2 SPBU, Kota Timika 2 SPBU, dan Kota Merauke 2 SPBU. Pertamina juga memberlakukan protokol kesehatan COVID-19 dalam operasi Pertashop. Setiap operator telah mengikuti dua kali vaksinasi, dan menjalani swab antigen secara berkala. Edi menambahkan, dengan tambahan dua Pertashop, pasokan bahan bakar minyak di Kota dan Kabupaten Jayapura tetap akan terjaga. Menurutnya, di masa mendatang Pertashop akan menjadi alternatif modal SPBU dalam kapasitas yang lebih kecil. “Pertashop dapat dimiliki oleh warga masyarakat yang berminat, dengan nilai investasi yang sangat terjangkau jika dibandingkan membangun SPBU,” ujarnya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Wali Kota Jayapura: Tak punya keahlian, sulit bersaing
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, mengatakan pengurangan pengangguran menjadi tanggung jawab Bersama, baik pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. “Menciptakan kesempatan kerja untuk mengurangi pengangguran baik di sektor jasa maupun perdagangan,” ujar Tomi Mano di Kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (15/9/2021). Menurut Tomi Mano, seiring meningkatkan suatu daerah dalam pembangunan menyebabkan lonjakan pencari kerja. Hal ini juga yang membuat angka pengangguran terus bertambah. “Kalau tidak punya keahlian kerja akan sangat sulit untuk bisa bersaing dengan tenaga kerja yang datang dari luar Papua. Saya minta terus lakukan pembinaan agar masyarakat Kota Jayapura siap dalam menghadapi dunia kerja,” ujar Tomi Mano. Tomi Mano berharap masyarakat Kota Jayapura memiliki kompetensi kerja, bukan hanya menjadi pekerja di sebuah perusahaan maupun instansi pemerintahan, tapi juga menjadi pengusaha supaya bisa membantu dalam pengurangan pengangguran. “Terus belajar dan asah kemampuan untuk bisa meraih cita-cita dan meningkatkan taraf perekonomian sehingga bisa mandiri dan sejahtera,” ujar Tomi Mano. Baca juga: 85 persen UMKM di Kota Jayapura terdampak pandemi Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura, Djoni Naa, mengatakan pencari kerja yang terdata di Disnaker Kota Jayapura hingga akhir Juli 2021 sebanyak 9.664 orang terdiri dari 5.478 orang laki-laki dan 4.186 orang perempuan “Kondisi tenaga kerja menjadi tanggung jawab bersama. Meningkatkan kompetensi untuk mengantsisipasi globalisasi yang berkembang semakin cepat. Kalau lalai maka kesempatan kerja kerja diisi dari luar,” ujar Naa. Dikatakan Naa, Dinas Tenaga Kerja Kota Jayapura terus melakukan pembinaan, pelatihan, dan pendampingan kepada pencari kerja agar memiliki kompetensi dan skill atau kemampuan. “Masih banyak peluang ekonomi yang bisa digarap untuk meningkatkan perekomian. Masyarakat asli Papua terutama di Kota Jayapura harus bisa buktikan bisa bersaing dalam dunia kerja dengan tenaga kerja dari luar,” ujar Naa. (*) Editor: Dewi Wulandari
Dengan berjualan rambut sulam, Nova Kambu bantu biayai sekolah adiknya
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Perempuan asal Sorong, Novalina Am Kambu menekuni usaha menjual asesoris untuk memanjang rambut—yang di Papua kerap disebut sebagai rambut sulam—dan jasa menganyam rambut sejak 2016. Usaha Kambu mampu bersaing dengan para kompetitornya, yang kebanyakan para pedagang non-orang asli Papua. Novalina Am Kambu menuturkan sejak kecil ia telah dididik untuk mampu berwira usaha. “[Keterampilan] berjualan itu sudah diajarkan oleh orangtua sejak saya masih kecil. Orangtua kami jual hasil kebun, [sehingga bagi] saya berjualan bukan hal yang baru,” kata Kambu kepada Jubi pada Sabtu (11/9/2021). Baca juga: 100 lebih pelaku UMKM mendaftar untuk dapat kredit Papeda Kambu yang akrab disapa Nova menuturkan ia merasa membuang waktu jika hanya duduk di rumah dan tidak beraktivitas. “Saya mulai cari tahu dan mulai dengan usaha kecil-kecilan. Di awal-awal rugi, tapi Puji Tuhan, walau terselip di tengah-tengah, tapi Tuhan kasih berkat buat saya juga,” katanya. Sebagai anak tertua, Kambu harus membantu membiayai sekolah adiknya. “Karena saya kakak yang tua, jadi saya jualan dan bantu kebutuhan adik di kampus. Sedikit-sedikit, sambil meringankan beban orangtua,” ucapnya. Kini, toko Nova yang berada di Pasar Youtefa, Abepura, Kota Jayapura, Papua, semakin maju. Kian hari, kian banyak pelanggan yang mendatangi toko Nova yang ada di deretan penjual pakaian di sana. Sejak kuliah Nova telah merintis usahanya menganyam rambut sejak ia masih berkuliah. “Sejak kuliah saya sudah anyam-anyam rambut. Satu hari, kalau [ada] dua orang [pelanggan], saya bisa dapat [uang] Rp500 ribu. Dulu itu [orang] yang [meminta] anyam [rambut] itu sedikit saja,. Tapi sekarang, karena tren , semua [orang] mau anyam rambut,” tuturnya. Nova tak pernah merasa ragu untuk terus mengembangkan usahanya. Ia juga tak takut bersaing dengan para pengusaha asosoris kecantikan lainnya, yang kebanyakan bukan orang asli Papua. Ia meyakini, jika mereka yang bukan orang asli Papua bisa berusaha, berarti orang asli Papua juga bisa berusaha. “Kenapa mereka bisa dan kami tidak bisa? Mereka datang tidak bawa apa-apa, tetapi mereka berusaha. Siapa lagi kalau bukan kita, apalagi sekarang pedagang pendatang sudah jualan rambut sulam lagi. Kita berjualan sama-sama,” ucapnya. Baca juga: Tak gengsi berwirausaha, Saul Demotekai memetik laba Rambut sulam jualan Nova terdiri dari berbagai macam jenis dan warna, dengan harga yang relatif murah. Rambut sulam itu didatangkan Nova dari Yogyakarta dan Jakarta. “Karena banyak yang jual, tidak mungkin saya jual dengan harga yang di atas [harga pasaran]. Paling murah Rp22.000, dan paling mahal Rp45.000. Untuk rambut [sulam keritik atau berombak] kriwil-kriwil itu Rp50.000,” ujar Nova. Usaha Nova juga didera pandemi COVID-19, sehingga pendapatannya berkurang. “Kalau lagi sepi, pendapat paling rendah Rp300 ribu. Paling banyak Rp2 juta. Itu juga nasib-nasib saja,” katanya. Salah satu pelanggan Nova, Santy Wonda mengaku sangat bangga dengan keberanian Nova. “Saya senang ada orang Papua yang berjualan rambut seperti dia. Apalagi dia berjualan di tengah-tengah para pedagang pendatang,” ujar Wonda.(*) Editor: Aryo Wisanggeni G
100 lebih pelaku UMKM mendaftar untuk dapat kredit Papeda
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Ada lebih dari 100 lebih pelaku usaha yang mendaftar untuk mengambil kredit program Percepatan Akses Keuangan Daerah atau Papeda. Kredit Papeda itu dikhususkan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM. Hal itu dinyatakan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Tenaga Kerja Papua, Omah Laduani Ladamay di Kota Jayapura, Jumat (10/9/2021). Ladamay menyatakan pendaftaran para pelaku UMKM itu dilakukan secara luring, kendati program kredit Papeda bisa diajukan secara daring. Ladamay menjelaskan pihaknya akan segera meneruskan data setiap pelaku UMKM yang mendaftar program Papeda kepada ke Bank Papua. Bank Papua nantinya akan menindaklanjuti proses pencairan kredit Papeda itu. Baca juga: 500 UMKM bakal terima pinjaman tanpa bunga lewat aplikasi Kredit Papeda “Ada [sejumlah] syarat yang harus dipenuhi, diantaranya benar-benar memiliki usaha, memiliki Kartu Tanda Penduduk, serta tidak sedang mengambil kredit di bank lain. Artinya, [pemohon] yang sudah mengambil kredit tidak bisa [mendapatkan kredit Papeda]. Apalagi sampai punya masalah dalam kredit,” ujarnya. Menurutnya, kebanyakan pelaku UMKM yang mendaftar program Papeda bergerak di bidang perdagangan, termasuk bisnis kuliner seperti usaha kopi maupun sagu. “Intinya, program itu tercipta berdasarkan kebutuhan masyarakat akan kredit terpercaya dengan suku bunga yang tidak memberatkan,” katanya. Ladamay menambahkan, program Papeda pada tahun ini akan berjalan secara bertahap hingga Desember 2021. Ia menyakini jumlah pelaku UMKM peserta program Papeda akan semakin bertambah. “Intinya, program itu untuk membantu pelaku UMKM mengembangkan usaha dengan bunga nol persen,” ujarnya. Sebelumnya, Kepala Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Provinsi Papua dan Papua Barat, Adolf Fiktor Simanjuntak meminta agar penyaluran kredit UMKM melalui program Papeda tepat sasaran. “Kredit itu harus disalurkan bagi masyarakat Papua yang benar-benar membutuhkan dan punya usaha. Tidak boleh salah sasaran,” katanya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Gebyar PON XX di Kota Jayapura membawa berkah kepada UMKM
Papua No.1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Lapangan PTC Entrop, Kota Jayapura mulai ramai pukul 9 pagi, Sabtu, 4 September 2021. Dari pagi hingga malam pedagang, masyarakat hingga para pejabat berada di sana menikmati acara “Gebyar PON XX 2021”. Ini kedua kalinya diadakan acara serupa di Kota Jayapura. Acara pertama di halaman Kantor Gubernur Papua pada 19 Juni 2021. Untuk dapat masuk ke arena utama pengunjung harus melewati tiga lapisan penjagaan yang dijaga ketat oleh panitia, tim kesehatan, tentara, polisi, dan Satpol PP Kota Jayapura. Satu persatu yang hendak masuk arena diperiksa dan barang bawaan dicek memastikan tidak ada benda berbahaya. Tak luput masker dibagikan kepada setiap pengunjung, memakai hand sanitizer, atau mencuci tangan. Di sisi kiri di dalam lapangan dua unit ambulans , motor, dan mobil yang terparkir mengelilingi arena utama. Di depan stan khusus untuk artis-artis pengisi acara satu mobil barukada terpakir berjaga. Di sisi kanan ada stan mama-mama penjual noken menjejerkan dagangannya dan penjual kopi yang berjualan memakai mobil. Tidak semua pelaku UMKM bisa masuk berjualan di arena utama, karena dibatasi. Arena utama acara terpisah dengan dikelilingi oleh pagar besi. Ketika memasuki arena utama para pengunjung diperiksa suhu tubuhnya, sekali lagi pihak keamanan mengecek barang bawaan. “Kalau mau masuk harus tunjukkan kartu vaksin, jika tidak punya bisa mengikuti swab antigen di sini gratis,” kata seorang panitia di pintu masuk. Di tengah arena utama 26 tenda mini hijau berdiri dikelilingi empat kursi kayu. Di depannya dipasang layar besar. Ini untuk mengurai pengunjung agar tidak berkerumun di depan panggung utama. Di belakang layar tersebut berdiri panggung raksasa. Panggung dengan lebar belasan meter serta panjang sekitar 10 meter itu lengkap dengan lampu sorot. Acara Gebyar PON XX di Kota Jayapura dibagi tiga sesi. Sesi pertama pukul 08.00 WIT hingga pukul 13.00 WIT diisi dengan parade musik Papua, tari masal, dan tari tradisional. Sesi kedua pukul 13.00 WIT hingga 17.30 WIT diisi parade musik Papua, musik hip-hop. Sedangkan sesi ketiga pukul 17.30 WIT hingga 21.00 WIT diisi dengan penampilan artis nasional. Di dalam arena utama sekitar 30 stan berbentuk kerucut diperuntukkan 10 UMKM souvernir dan 10 UMKM kuliner. Ada suvenir noken, tas dari kulit kayu hingga gantungan kunci. Ada juga berbagai aneka kuliner dari sagu seperti papeda, aneka roti sagu, dan mie sagu. “Ayo ada papeda bisa dicoba dulu baru beli,” tawar mama-mama penjual. Pelaku UMKM Kristina Degei mengatakan acara tersebut membawa berkah bagi mereka. Ia datang bersama tiga kelompok pengrajin noken. Mereka membawa sekitar 50 noken. “Saya baru datang saja sudah laku dua noken harga Rp500 ribu dan dua noken Rp100 ribu, serta ditambah aksesori,” kata Degei. Yansen dan Robert yang berjualan kopi juga mengatakan acara tersebut membawah berkah tersendiri karena banyak yang membeli. Mereka mengaku baru beberapa jam saja sudah menghabiskan tiga kilogram kopi. Targetnya bisa menjual hingga 9 kilogram. “Sangat bagus, biasanya banyak masyarakat yang hadir, tapi kalau bisa pemerintah bisa pikirkan solusi agar yang pelaku usaha kecil-kecilan lainnya bisa dilibatkan tanpa dibatasi,” kata Yansen. Menjelang pukul 18.47 WIT wali kota dan wakil wali kota Jayapura didampingi sekretaris PB PON XX tiba di lokasi. Mereka disambut tarian laynis dari Tobati yang artinya lepas pergi dan kembali. Wali kota dan rombongan mengisi tempat duduk di hadapan panggung. Semakin malam pengunjung makin ramai. Dari panggung panitia berkali-kali mengingatkan agar penonton tetap menjaga jarak minimal satu meter. Kota Jayapura masih berstatus PPKM Level 3 Covid-19. Semakin larut para pejabat hingga masyarakat yang hadir larut dalam alunan musik dan tarian. Ada Artis lokal mapun nasional memeriahkan acara. Ada 35 artis lokal yang dilibatkan dalam acara malam itu. Semuanya lalu bubar pukul 22.30 WIT. Sosialisasi PON XX Wali Kota Jayapura Benhur Tomi Mano yang juga ketua umum Sub PB PON XX Kota Jayapura dalam sambutannya mengatakan acara Gebyar bertujuan menyosialisasikan PON XX kepada masyarakat. “Pesan saya kepada masyarakat Kota Jayapura, marilah kita menjaga kebersihan dan keindahan kota ini, menjaga keamanan dan ketertiban supaya atlet-atlet yang datang melihat warga Kota Jayapura yang baik, ramah, dan sopan segingga mereka bisa pulang dengan senyum dan meninggalkan hal luar biasa untuk Tanah Papua,” katanya. PON XX tersisa 27 hari. Di Kota Jayapura akan berlangsung 16 cabang olahraga dan 22 disiplin olahraga dengan 224 nomor pertandingan yang akan dihadiri 4.400 atlet dan ofisial. Mano mengatakan PON XX akan menjadi nilai ekonomi yang sangat luar biasa untuk Mama-Mama Papua di Kota Jayapura serta membuat sejarah bahwa ada PON di Tanah Papua. “Untuk itu mari kita sukseskan PON XX yang akan mengangkat harkat dan martabat orang Papua di bidang olahraga,” ujarnya. BACA JUGA: Demi merebut hati tamu PON XX Papua, Pasar Mama-mama pun ditata Ketua Panitia Gebyar PON XX Otniel Deda memperkirakan ada 1.000 pengunjung yang hadir dalam acara gebyar tersebut. Selain itu kegiatan tersebut menyosialisasikan kesiapan Kota Jayapura sebagai tuan rumah, baik tuan rumah klaster maupun tuan rumah keseluruhan kegiatan PON di Tanah Papua. Deda mengatakan acara gebyar selanjutnya akan dilaksanakan di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Timika, dan Kabupaten Merauke. (*) Editor: Syofiardi
Kuliah perdana FH Uncen bahas perdagangan oleh pelintas batas negara
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Pembukaan Kuliah Umum Semester Ganjil Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih bertema “Perjanjian Papua New Guinea dengan Indonesia” yang digelar secara daring pada Jumat membahas seluk-beluk perdagangan tradisional pelintas batas negara Indonesia dan Papua Nugini. Materi kuliah umum itu disampaikan dosen Hubungan Internasional Universitas Cenderawasih, Novana Veronika Julenta Kareth SH MH. Kareth mengatakan perdagangan tradisional di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini melibatkan masyarakat yang berada di sekitar daerah perbatasan, termasuk di Skouw, Kota Jayapura, Papua. “Kita lihat orang Indonesia [yang berdagang] bawa dong pu jualan untuk jualan di Skouw. Orang Papua Nugini juga jualan di [perbatasan]. Ada [yang] jual sosis, daging domba, kornet, dan segalanya,” kata Kareth dalam Pembukaan Kuliah Umum Semester Ganjil Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih bertema “Perjanjian Papua New Guinea dengan Indonesia” yang digelar secara daring pada Jumat, (3/9/2021). Baca juga: Sebelum diresmikan, pedagang harus tempati los pasar di PLBN Sota Kareth mengatakan perdagangan skala besar, termasuk ekspor Indonesia ke Papua Nugini dalam volume besar, kebanyakan dilakukan melalui negara ke-tiga. Perdagangan lintas batas, di mana kedua pemerintah akan membuat peraturan-peraturan untuk memudahkan perdagangan lintas batas, dijalankan warga kawasan perbatasan dengan berdasarkan kebiasaan masyarakat perbatasan. Kareth mengatakan penyusunan peraturan perdagangan lintas batas kedua harus memastikan kemudahan berdagang di kawasan perbatasan itu hanya diberikan kepada warga yang secara tradisonal bertempat tinggal di perbatasan. Selain itu perdagangan lintas batas itu bersifat tradisional, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang di daerah perbatasan. “Dalam basic agreement, kita kenal KLB [atau Kartu Lintas Batas]. KLB itu diberikan kepada orang asli Jayapura terutama mereka yang tinggal di daerah sekitar perbatasan. Mereka menggunakan KLB yang dulu dikenal dengan ‘kartu merah’ untuk keluar masuk [Papua Nugini], mereka tidak menggunakan visa,” katanya. Baca juga: Pembukaan PLBN Skouw ditunda sebulan lagi Kareth mengatakan dasar perjanjian maupun wadah kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini diatur dalam Basic Agreement 1979, dengan turunannya Spec Agreement 1993 yang telah diperbaharui pada 2003, dan berakhir pada 18 Maret 2013. Perdagangan tradisional di kawasan perbatasan juga diatur persetujuan perdagangan kedua negara pada 15 September 2000. “Perjanjian itu akan ditinjau kembali pada saat berakhirnya waktu sepuluh tahun, atau [ditinjau] sebelumnya dengan kesepakatan para pihak. Artinya, perjanjian itu harus diperbaharui karena dari kebiasan-kebiasan dulu dengan sekarang sudah ada perbedaan yang sangat jauh. Jadi perjanjian, hukum, undang-undang harus berubah mengikuti keadaan zaman,” ujarnya. Dekan Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Dr Basir Rohrohmana SH MHum dalam pembukaan kuliah umum itu mengatakan kuliah daring digelar karena pandemi COVID-19 belum mereda. Ia pun mengucapkan selamat kepada mahasiswa baru yang sudah diterima di Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Kurangnya prasarana Pasar Mama-mama Papua membuat pedagang bangkrut
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Salah seorang pemilik warung makan di Pasar Mama-Mama Papua, Diana Torlain mengatakan usahanya bangkrut karena pasar sepi pengunjung. Menurut Torlain, hal itu bukan hanya disebabkan pandemi COVID-19, tetapi juga minimnya prasarana seperti air bersih dan bantuan modal usaha bagi para Mama Papua di pasar yang dulu diresmikan Presiden Joko Widodo itu. Sejumlah warung makan yang berada di lantai 3 Pasar Mama-mama Papua telah bangkrut, karena pasar di Kota Jayapura itu sepi pengunjung. Diana Torlain, salah satu pemilik warung makan di sana, mengeluhkan tidak adanya prasarana seperti air bersih, sehingga para penjual di pasar itu kesulitan membuat pengunjuk merasa nyaman. Diana Torlain sehari-hari berjualan mi berbahan sagu yang diolah menjadi beragam masalah siap santap. “Saya membuatnya menjadi mi goreng, mi kuah. Saya juga berjualan mi instan, sabun mandi berbahan sere, cobkat biji, kopi dari Deiyai, dan madu dari Lembah Baliem,” kata Torlain. Baca juga: Demi merebut hati tamu PON XX Papua, Pasar Mama-mama pun ditata Akan tetapi, warungnya bangkrut karena pasokan air bersih di Pasar Mama-mama Papua macet. “Sewaktu air mengalir lancar, kami lancar berjualan. Kami tidak sibuk dengan air. Akan tetapi, sekarang ini [pasokan air mati, kami] setengah mati. Kami mau ambil air juga agak kesulitan,” kata Torlain. Menjelang pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua, Torlain berharap pemerintah daerah dapat menghidupkan kembali Pasar Mama-mama Papua menjadi salah satu destinasi wisata para tamu PON. Ia berharap prasarana Pasar Mama-mama Papua segera dilengkapi dan diperbaiki, sehingga penyelenggaraan PON XX dapat memberikan manfaat ekonomi bagi para mama Papua. Prasarana yang dibutuhkan para pedagang di Pasar Mama-mama Papua itu termasuk jaringan air bersih dan bantuan modal usaha. “Biarkan kami juga bisa berjualan, agar orang dari luar datang mengunjungi kami juga,” kata Torlain kepada Jubi, Jumat (3/9/2021). Baca juga: Benahi Pasar Mama-mama sebelum PON XX Papua dimulai Torlain mengatakan pendapat usahanya berkurang banyak gara-gara warungnya dipindahkan dari area parkir ke lantai 3 pasar itu. “Kami sempat membangun warung di pinggir tembok pagar, di lantai 1. Saat itu memang pengunjung banyak. Akan tetapi, [warung saya] dibongkar oleh Pemerintah Kota Jayapura. Menurut mereka waktu itu, lantai 1 harus ada area parkir, dan tidak boleh ada bangunan atau tempat jualan [di sana]. Kami diarahkan ke lantai 3 Pasar Mama-mama Papua,” katanya. Torlain menyatakan saat itu Pemerintah kota Jayapura berjanji untuk bekerjasama dengan pihak bank dan menyediakan bantuan modal usaha. Ia menyatakan Pemerintah Kota Jayapura juga berjanji untuk membangun kios dan warung makan bagi para pedagang asli Papua. “Tetapi hingga tahun 2021 tidak ada realisasi dari janji mereka kepada kami. Sampai saat ini kami tidak mendapatkan modal usaha dari Pemerintah Kota Jayapura maupun Pemerintah Provinsi Papua,” katanya. Baca juga: Pasar Mama-mama Papua ini sebenarnya untuk siapa ? Torlain mengatakan ia sudah terlanjur mengeluarkan modal untuk membangun warungnya yang dibongkar itu. “Modal kami untuk berusaha itu mati di pembangunan warung. Kami tidak bisa lagi mengembangkan modal usaha dengan hasil usaha kami,” katanya. Ia juga sudah menghabiskan sejumlah uang untuk menyiapkan warung barunya di lantai 3 Pasar Mama-mama Papua. Sayangnya, lantai 3 pasar itu sepi pembeli. Pasar semakin sepi pengunjung setelah pandemi COVID-19 meluas di Kota Jayapura. “Di lantai 3, pembelinya sepi. Ditambah dengan air bersih yang tidak mengalir lagi ke lantai 3, pedagang semakin kewalahan. Ditambah lagi dengan COVID-19, membuat kami benar-benar rugi dan tidak mendapatkan keuntungan dari apa yang kami jual,” katanya. Ketua Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) Frengky Warer mengatakan prasarana Pasar Mama-mama Papua membutuhkan pemeliharaan berkala, agar kenyamanan pedagang dan pengunjung pasar terjaga. Ia meminta Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil, Menengah (Perindagkop UKM) Kota Jayapura melakukan pemeliharaan prasarana pasar itu. “Agar pemilik warung yang berjualan di Pasar Mama-mama juga bisa hidup dari hasil usahanya. Saya sudah sampaikan kepada Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kota Jayapura, terkait dengan kamar mandi, lampu, dan juga truk untuk mengangkut Mama-mama Papua dari rumah ke pasar [dan sebaliknya]. Beliau bilang nanti akan melengkapinya, khususnya truk,” katanya. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Demi merebut hati tamu PON XX Papua, Pasar Mama-mama pun ditata
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Riuh kendaraan di Jalan Percetakan, Kota Jayapura, Papua beradu dengan suara pedagang asli Papua di Pasar Mama-mama Papua. Perlahan saya mendekati pasar itu, melihat Mama-mama Papua yang sedang sibuk membersihkan pasar, beradu cepat dengan para anggota Satuan Polisi Pamong Praja yang membongkar dan mengangkut berbagai barang yang mereka anggap tak terpakai atau tak layak pakai. Jumat (3/9/2021) itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengangkut sejumlah gerobak tak bertuan keluar dari pasar. Jika mereka mendapati ada meja atau gerobak yang mereka anggap tak bertuan, meja dan gerobak itu segera diangkut keluar pasar. Sebagian Mama-mama Papua harus merelakan meja jualannya diangkut pergi. Tapi ada pula pedagang yang protes. Salah seorang Mama Papua penjual sagu dan sagu lempeng, Tabita Yaru tak rela melihat meja jualannya yang berbahan kayu diangkat dan dibawa Satpol PP. Baca juga: Benahi Pasar Mama-mama sebelum PON XX Papua dimulai “Saya bilang, tidak usah angkut meja. Mereka angkat saya punya meja. Sempat saya marah. Saya tidak tahu apakah mereka akan mengganti meja [tempat] jualan [saya] atau tidak,” katanya. Aksi Mama Yaru itu membuat situasi sempat tegang. Sejumlah pengurus Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap) berusaha menenangkan Mama Yaru, hingga sang mama pun berdiam melihat meja jualannya diangkut Satpol Pol PP. Sejumlah petugas Satpol PP lalu menata beberapa meja baru berbahan logam, bantuan dari Pemerintah Kota Jayapura. Yaru mengatakan berbagai gerobak dan meja jualan itu bukannya tak terpakai. Gerobak dan meja jualan itu ditinggalkan para penjualnya, karena Pasar Mama-mama Papua semakin sepi pembeli. Para mama akhirnya memilih keluar pasar, berjualan di pinggir jalan, di emperan toko dan trotoar, hingga menjadi pasar kaget baru. “Sekarang saya menjual pinang eceran di depan Toko Sonny. Nanti pada bulan Januari baru saya masuk kembali ke Pasar Mama-mama Papua,” katanya. Baca juga: Pasar Mama-mama Papua ini sebenarnya untuk siapa ? Mama penjual makanan siap saji, Diana Torlain yang akrab disapa Usi, meminta Pemerintah Kota Jayapura tidak melulu menertibkan para mama di Pasar Mama-mama Papua. Ia meminta Pemerintah Kota Jayapura juga menertibkan para pedagang di emperan toko dan jalan, karena pasar kaget itu membuat warga Kota Jayapura tak lagi mengunjungi Pasar Mama-mama Papua. “Pemerintah jangan menertibkan kami di Pasar Mama-mama Papua. Pemerintah juga diharapkan menertibkan penjual pinang dan sayuran yang belum berjualan di Pasar Mama-mama Papua,” katanya. Usi pun menuturkan berbagai kendala yang dihadapi para mama yang berjualan di Pasar Mama-mama Papua. “Kami yang berjualan di Pasar Mama-mama Papua itu membutuhkan modal usaha, air bersih, dan pembinaan. Pemerintah tidak pernah merealisasikan pelatihan [bagi mama Papua]. Saya harap, ke depan pemerintah bisa realisasikan aspirasi Mama-mama pedagang asli Papua,” katanya. Baca juga: PB PON Papua sudah siapkan seremonial pembukaan PON XX Ketua Solpap, Frengky Warer menyebut penertiban Pasar Mama-mama Papua itu dilakukan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil, Menengah (Perindagkop UKM) Kota Jayapura. “Mereka datang untuk membersihkan areal pasar, karena Pekan Olahraga Nasional [atau PON XX Papua semakin dekat]. Pasar Mama-mama Papua itu memang [pusat Kota] Jayapura, dan juga Papua, sehingga pasar itu harus dibersihkan,” katanya. “Satpol PP bekerja sama dengan polisi, tentara. Mereka mengangkut barang-barang yang tidak terpakai di area Pasar Mama-mama Papua, seperti meja jualan yang tidak bertuan, hampir 17 meja. Sisanya adalah kayu bekas bangunan warung,” katanya. Warer menjelaskan Pemerintah Kota Jayapura juga berencana mengecat ulang Pasar Mama-mama Papua yang dulu diresmikan Presiden Joko Widodo itu. “Secara organisasi, Solpap mendukung upaya pemerintah membersihkan Pasar Mama-mama. Menjelang [pelaksanaan] PON XX, semua [kawasan] harus dibersihkan, termasuk juga pasar,” katanya. Baca juga: Sukseskan PON Papua, Diskominfo Jayapura distribusi TV sinage Warer mengatakan selama ini ada pedagang yang memiliki lebih dari satu meja jualan, dan banyak pedagang tidak menggunakan meja jualan mereka. Ia berharap, setelah penertiban itu, tidak ada lagi tambahan meja, karena pasar harus tertata. “Apabila ada pengadaan meja jualan dari Pemerintah Kota Jayapura, atau dari pihak manapun, kami akan menaruh di tempat yang layak. Tidak semua tempat akan ditaruh meja, sebab ada lahan parkir untuk pengunjung dan membeli jualan para mama di pasar,” kata Warer. Kepala Dinas Perindagkop UKM Kota Jayapura, Robert LN Awi yang turun memimpin penertiban Pasar Mama-mama Papua pada Jumat menyebut pihaknya akan menertibkan semua pasar di Kota Jayapura, demi menata pasar agar menarik perhatian tamu PON XX Papua. “Ada enam pasar yang akan diinspeksi oleh Satpol PP bersama TNI dan Polri dalam waktu dekat ini,” ujar Awi. Awi mengatakan pihaknya juga membongkar tenda yang dipasang pedagang tanpa izin. “Kami membersihkan tenda yang tidak berpenghuni, meja jualan yang tidak dipakai. [Kami juga mengosongkan] kamar mandi digunakan sebagai kamar tidur. Kamar mandi difabel, ruang difabel [yang] digunakan untuk tempat tidur kami bersihkan,” katanya. Baca juga: Semua yang terlibat dalam PON Papua harus divaksinasi Awi mengapresiasi Mama-mama yang antusiasme ikut membersihkan tempat tempat jualan yang tidak terpakai. “Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Mama-mama yang sudah membantu, bekerja sama untuk membersihkan Pasar Mama-mama Papua ini. Kami bersama sama mengangkut barang-barang seperti meja yang tidak berpenghuni. Semua sudah kita bersihkan agar pasar tetap sehat, dan Mama yang berjualan juga tetap sehat,” katanya. Awi mengatakan, apabila Mama-mama merawat pasar itu dengan baik dan menjaga kebersihan, pengunjung akan merasa nyaman. “Kami tidak perlu lagi merawat turun membersihkan pasar. Saya harap ke depan Mama-mama sendiri yang membersihkan pasar, agar pengunjung [yang] datang merasa senang,” katanya. Awi juga meminta Mama-mama Papua membersihkan dan menata meja tempat jualan mereka, agar pasar tidak terlihat kumuh. Selain itu, area parkir Pasar Mama-mama Papua harus dijaga tetap kosong dan tidak dijadikan tempat berjualan. “Saya harap agar pedagang asli Papua yang mempunyai meja jualan di pasar menata [mejanya] dengan baik. Jangan menaruh [meja] di pinggir tembok yang seharusnya dijadikan taman bunga. Kalau tempat parkir kalian gunakan untuk berjualan, lalu pembeli yang datang parkir di mana?” Awi berpesan para mama Papua agar jangan membuang ludah pinang sembarangan. “Tadi saya di lantai 2 dan 3, banyak ludah pinang yang dibuang sembarangan. Kalau orang luar yang datang, tentunya mereka tidak akan betah makan di pasar,” kata Awi. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Mantan atlet berprestasi dari Merauke terima bantuan CSR Pertamina
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Sejumlah mantan atlet berprestasi dari mendapat bantuan uang tunai dari Program Corporate Social Repsonsibilty (CSR) Pertamina Marketing Regional Papua dan Maluku. Bantuan itu diberikan kepada Geraldus Maeno Balagaize, Timotius Sokai Ndiken, Margareta Kaize, Osianus Kahol, Freddy Mahuse, Vincent Gebze, dan Ponsianus Kahol. “Bantuan uang tunai itu dalam rangka menyambut Hari Olahraga Nasional pada 9 September 2021. Bantuan itu diserahkan secara simbolis oleh Executive General Manager Pertamina Regional Papua, Yoyok Wahyu Maniadi kepada salah satu perwakilan,”kata Unit Manager Communication Relation dan CSR Pertamina Regional Papua Maluku, Edi Mangun saat dihubungi Jubi pada Rabu (1/9/2021). Menurut Edi, bantuan uang tunai itu bentuk perhatian dan kepedulian Pertamina kepada para mantan atlet yang telah mengukir prestasi di tingkat nasional maupun internasional pada era 1980-an hingga 1990-an. Edi menyatakan pihaknya mengapresiasi pencapaian prestasi para mantan atlet asal Merauke itu. Baca juga: Cetak atlet berprestasi, Papua akan miliki akademi sepakbola dan atletik Para penerima bantuan itu diantaranya Geraldus Maeno Balagaize (mantan atlet lempar lembing, lempar cakram, dan tolak peluru, juara Asean School 1983 di Malaysia, juara SEA Games 1983 di Singapura, juara SEA Games 1985 di Bangkok Thailand, juara SEA 1987 di Jakarta, juara Asia Games di Jakarta 1987, juara Asia Games di Kuwait 1986) dan Timothius Sokai Ndiken (mantan atlet lempar lembing dan dasa lomba, juara SEA Games 1993). Mantan atlet voli Margaretha Kaize juga menjadi salah satu penerima bantuan itu. Di antara para penerima bantuan, juga terdapat mantan atlet dan pelatih nasional nomor lomba lempar lembing, Fredy Mahuze. Selain itu, bantuan juga diberikan kepada Osianus Kahol (mantan atlet lempar lembing, Vincent Gebze (mantan atlet tolak peluru dan pelatih tim atletik PON), dan Ponsianus Kahol (mantan atlet lempar lembing). “Kita harus terus mengenang jasa mereka yang telah mengharumkan nama Indonesia. Bantuan itu dapat menjadi motivasi bagi para atket yang akan mewakili Papua dalam perhelatan akbar Pekan Olahraga Nasional [atau PON] XX 2021,” kata Edi. Baca juga: Tim Atletik Papua siap hadapi 6 lawan terberatnya dalam PON Ia menyatakan Pertamina akan terus mendorong para atlet Papua agar dapat meraih prestasi maksimal dalam PON XX Papua. Pertamina juga berharap PON XX Papua yang berlangsung 2 – 15 Oktober 2021 sukses. Salah satu mantan atlet berprestasi asal Merauke, Geraldus Maeno Balagaize berterima kasih kepada Pertamina. “Saya sampaikan terima kasih banyak, Pertamina sudah lihat kami. Semoga bantuan [itu] bisa berlanjut ke depan,” katanya. Balagaize berharap Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Pertamina dapat membantu pembinaan atlet berpola asrama di Merauke, untuk mencetak atlet berprestasi berikutnya. “Menteri BUMN bisa mendanai untuk pola asrama itu, dengan melalui Pertamina,” kata Balagaize. Secara terpisah, pelatih atletik PON Papua, Alfred Frans Andarek mengatakan bahwa Merauke dikenal sebagai pecetak atlet lempar lembing berpretasi. “Atlet Merauke [sangat kompetitif], terutama untuk nomor nomor lempar lembing putra, tolak peluru putra, dasa lomba putra, dan lempar cakram putra,” kata Andarek. Siapkan pasokan BBM selama PON Selain memberikan bantuan bagi para mantan atlet berpretasi, Pertamina juga mengecek kesiapannya memasok bahan bakar minyak (BBM) selama pelaksanaan PON XX. Pertamina mengecek kebutuhan dan rencana pasokan BBM di Timika dan Merauke. Edi Mangun menyatakan pihaknya berinisiatif mengecek kebutuhan Pertamax Turbo para atlet motor cross yang akan berlomba di Merauke. “Pengurus Ikatan Motor Indonesia Cabang Papua, Imanuel Patipi memberikan data soal kebutuhan Pertama Turbo saat pemanasan maupun dalam pertandingan sebesar 7 ton Pertamax Turbo,”kata Edi. Edi menyatakan pasokan BBM untuk kebutuhan trasportasi darat dan udara selama PON XX juga sudah disiapkan. Begitu pula kebutuhan solar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel maupun kebutuhan avgas pesawat penarik pesawat terbang layang, gantole, maupun aeromodelling. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Sebagian pedagang kecil di Kota Jayapura kesulitan taati PPKM
Papua No. 1 News Portal | Jubi Jayapura, Jubi – Walaupun Pemerintah Kota Jayapura, Papua telah menerapkan pembatasan jam operasional semua aktivitas masyarakat hanya boleh dari pukul 6 pagi sampai 8 malam, namun masih banyak pedagang kecil yang tetap berjualan hingga pukul 11 malam. Pemkot Jayapura memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat hingga 31 Agustus 2021 untuk menekan penularan Covid-19. Aturan tersebut dibuat melalui Surat Instruksi Wali Kota Jayapura Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Covid-19 di Wilayah Kota Jayapura, Papua. Pantauan Jubi di sekitar daerah Abepura, Kamkey hingga Kotaraja aktivitas masyarakat, secara khusus para pedagang masih ada yang melakukan aktivitas hingga pukul 11 malam. Ada pula masyarakat yang masih terlihat nongkrong santai di warung maupun cafe. Pedagang lalapan ayam, Muhammad Efendi mengatakan usaha seperti warung lalapan tidak bisa dilakukan pada siang hari. Sebab jika berjualan di siang hari akan sepi pembeli. “Lalapan itu mulai laku di atas jam 8 malam,” katanya. Hal itu pula yang membuat Efendi terkadang harus berjualan hingga pukul 11 malam. Walaupun ia tahu jika ketahuan oleh petugas maka warungnya bisa saja akan disegel. BACA JUGA: 85 persen UMKM di Kota Jayapura terdampak pandemi “Aman-aman saja kita jual, tapi kalau tidak kita tutup,” ujarnya. Ia mengaku tahun lalu pernah empat bulan tidak berjualan karena pembatasan aktivitas di Kota Jayapura hingga pukul 2 siang. Ia hanya tinggal di rumah saja. Kini, kata Efendi pendapatan dari berjualan lalapan merosot. Biasanya jika keadaan normal ia bisa menghabiskan 50 bungkus lalapan. Tapi saat ini hanya mampu habiskan 25 porsi saja. “Sepi sekali, apalagi kalau tutup jam 8 malam tidak dapat apa-apa, mungkin juga karena PPKM jadi masyarakat malas keluar,” katanya. Efendi sudah empat tahun berjualan lalapan ayam dengan harga Rp25 ribu per porsi. Ia berjualan lalapan karena dinilai usaha ini menjanjikan dan selalu ada pelanggannya. Sarip, laki-laki 50 tahun, juga mengaku harus berjualan hingga larut malam. Itu ia lakukan supaya dagangannya bisa terjual. Sarip pedagang sate ayam. Ia biasa berjualan di depan Pasar Cikombong Kotaraja, Jayapura, Papua. Ia biasanya memperoleh pendapatan hingga Rp500 ribu sehari. Tapi kini di masa pandemi dan PPKM pendapatannya menurun drastic, sehari hanya Rp250 ribu. Padahal ia mengaku harus membayar sewa rumah hingga Rp1 juta per bulan dan juga setiap bulan harus mengirimkan uang untuk biaya kuliah dua anaknya di Jawa. “Semakin sepi, orang kan jarang keluar, mungkin karena korona dan pembatasan-pembatasan orang nggak keluar,” ujarnya. Ia terpaksa melanggar pembatasan aktivitas masyarakat dan berjualan sampai pukul 10 malam. Itu pun jualannya hanya habis 10 tusuk dari 30 tusuk yang biasa ia bawa. Ia mengaku pernah terjaring razia dan harus membayar denda Rp500 ribu. Sarip berharap Pemerintah Kota Jayapura, khususnya Dinas Perindagkop dan UKM dapat lebih memperhatikan para pedagang usaha kecil seperti mereka yang terdampak PPKM dengan bantuan modal usaha. Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Sat Pol PP Kota Jayapura, Yulius saat ditemui Jubi di daerah Kotaraja ketika melakukan razia mengatakan masih banyak ditemukan pelanggaran jam aktivitas oleh pedagang dan juga ada masyarakat yang belum menaati protokol kesehatan, misalnya tidak memakai masker. “Banyak ditemukan warung makan yang masih buka. Ada juga toko dan kios, tapi kami masih melakukan pendekatan persuasif dulu, namun apabila melanggar kembali atau terulang akan melakukan penindakan tegas berupa penyegelan tempat usaha,” katanya. Selain itu, kata Yulius, apabila masyarakat tidak menggunakan masker sesuai aturan akan disanksi pidana denda Rp200 ribu. Sedangkan usaha yang tidak mematuhi protokol kesehatan atau melakukan pelanggaran pembatasan jam aktivitas dikena denda pidana sebesar Rp50 juta atau kurungan selama 1 hari penjara. “Masih banyak kita temukan pelanggaran, kami terus mengimbau tapi ke depannya melakukan tindakan tegas berupa sanksi,” ujarnya. Yulius mengatakan operasi akan terus dilakukan dengan tujuan bisa menekan angka Covid-19 di Kota Jayapura, Papua. Dari laporan Satgas Penanganan Covid-19 Kota Jayapura per 20 Agustus 2021 sejauh ini tercatat 12.602 orang terkonfirmasi Covid-19, sebanyak 2.403 yang dirawat, 257 yang meninggal dunia, dan 10.302 orang dinyatakan sembuh. Ia mengimbau agar masyarakat yang ada di Kota Jayapura tetap mematuhi protokol kesehatan dan menaati jam aktivitas yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Sebab ini untuk kebaikan bersama,” ujarnya. (*) Editor: Syofiardi
Penjual makanan di Tungkuwiri semakin banyak, Mama Papua mengeluh
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Jumlah pedagang yang berjualan di obyek wisata Tungkuwiri, Doyo Lama, Distrik Waibhu, Kabupaten Jayapura, semakin banyak. Mama-mama Papua yang berjualan di pasar kampung setempat mengeluhkan, karena mereka berjualan di luar area wisata Tungkuwiri, sementara para pedagang dari luar Tungkuwiri justru berjualan di dalam area wisata itu. Sejak obyek wisata Tungkuwiri ramai dikunjungi wisatawan, banyak warga setempat yang berjualan di lokasi wisata itu. Akan tetapi, sejak 2017, kepala kampung menata pasar kampung menjadi tempat berjualan yang baru, sehingga Mama-mama Papua yang berjualan di dalam area wisata Tungkuwiri berpindah ke pasar kampung yang berada di dekat area wisata Tungkuwiri. Salah seorang Mama Papua yang berjualan di kawasan Tungkuwiri, Yulia Kreuta mengatakan ia sudah berjualan makanan dan minuman bagi pengunjung Tungkuwiri sejak enam tahun yang lalu. “Saya awalnya berjualan di pondok-pondok Tungkuwiri. Waktu itu belum ada pasar kampung. Saya jualan makanan lokal seperti papeda bungkus, pinang, dan minuman,” kata Kreuta, Kamis (26/8/2021). Baca juga: Tungkuwiri kembali dikunjungi wisatawan Sejak 2017 Kreuta ikut berpindah ke pasar kampung, dan di dalam area wisata Tungkuwiri tidak ada penjual makanan. Kini, Kreuta mengeluh karena banyak pedagang dari luar Tungkuwiri justru berjualan di dalam area wisata itu. Ia menjelaskan awalnya para pedagang dari luar Tungkuwiri itu ditegur, namun mereka selalu kembali dan berjualan di dalam area wisata di sana. “Kami pernah protes untuk tidak berjualan di dalam area Tungkuwiri. kalau boleh itu semua di luar area Tungkuwiri. [Jika ditegur, mereka berhenti berjualan] beberapa hari saja,” jelasnya. Kreuta menyebut penjual cilok, es jeruk, dan kopi berjalan dan berjualan di dalam area wisata. Jualan para pedagang dari luar Tungkuwiri itu juga menimbulkan banyak sampah. Baca juga: Tungkuwiri riwayatmu kini, penuh sampah “Mereka masuk karena mereka bayar Rp50 ribu per kendaran. Kalau kami tidak, kami berjualan di luar sini saja. Walau begitu sampah di area wisata banyak. [Sampah] jualan mereka, kami yang bersihkan,” ucapnya. Kreuta menyatakan semakin banyaknya penjual dari luar Tungkuwiri membuat pendapatan para pedagang setempat berkurang. “Pendapatan kami tidak bagus. Kami jual air panas dan dingin juga, tapi karena yang jualan air jeruk langsung ke atas, jadi berdampak tidak bagus bagi kami, Mama-mama,” ujar Kreuta. Kreuta meminta area wisata Tungkuwiri dikosongkan dari para penjual makanan, agar ada kesempatan berjualan yang adil bagi semua pedagang. “Kepala kampung harus ambil kebijakan agar semua itu berjualan di luar area wisata. Kami juga sebenarnya mau berjualan sepertinya pedagang-pedagang yang mereka izinkan [berjualan di dalam area wisata Tungkuwiri] itu,” ujarnya. Baca juga: Tungkuwiri, salah satu obyek wisata favorit di Kabupaten Jayapura Salah seorang pengunjung Tungkuwiri, Yarlin Pela menilai peluang usaha Mama-mama Papua justru terampas karena mereka ditempatkan di luar area wisata Tungkuwiri. “Harusnya itu kita punya Mama Papua dong yang jual di dalam sini. Bukan pedagang cilok, jeruk peras, dan yang lain. Tungkuwiri [seharusnya] bawa keuntungan bagi masyakarat setempat,” ujarnya. Ia juga mengeluh karena jenis makanan yang dijual di dalam area wisata Tungkuwiri menimbulkan banyak sampah. “Buktinya banyak sampah yang berhamburan karena dorang punya jualan jeruk peras. Harusnya mereka [yang berjualan itu] bawa [sampah jualannya], buang di tempatnya, bukan kasih tinggal begitu saja,” ujar Pela. (*) Editor: Aryo Wisanggeni G
Tak gengsi berwirausaha, Saul Demotekai memetik laba
Papua No. 1 News Portal | Jubi Sentani, Jubi – Kebanyakan anak muda di Papua tidak berani menjadi pedagang atau berwira usaha dengan berjualan sayur, ikan, ayam dengan berkeliling dari rumah ke rumah. Namun tidak bagi Saul Demotekai, pemuda asal Genyem, Kabupaten Jayapura, yang tanpa rasa gengsi mau bekerja keras dan berdagang. Lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Santo Thomas Aquinas Jayapura jurusan agroteknologi budidaya pertanian itu tak merasa gengsi berjualan daging dan telur ayam lokal. Saul Demotekai merintis usahanya itu enam bulan lalu, dengan bermodalkan sepeda motor. “Saya baru mulai berjualan tahun 2021, baru enam bulan, dengan modal motor. Ayam yang saya jual merupakan ayam kami ternakkan sendiri. Daging hingga telur yang saya jual [dari peternakan lokal],” kata Demotekai kepada Jubi di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, (25/8/2021). Baca juga: 500 UMKM bakal terima pinjaman tanpa bunga lewat aplikasi Kredit Papeda Demotekai sudah melihat peluang untuk berdagang daging dan telur ayam lokal sejak ia masih berkuliah. Pemuda asal Genyem itu tahu bahwa selama ini kebutuhan daging dan telur ayam di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura dipasok dari Surabaya dan sejumlah daerah lain di luar Papua. “Selama ini kami lihat ayam potong yang datang itu dari Surabaya dan daerah lain. Apakah yang didatangkan itu terjamin, kami tidak tahu. Saya memilih lakukan usaha jual ayam potong berlebel Ayam Jayapura AJI Chicken. Kami olah semua di Jayapura, kami anak-anak Papua yang buat dan jual,” kata Demotekai. Dengan peternakan di Koya, Demotekai mengubah paradigma generasi muda Papua lainnya. Teman-teman sebayanya melihat Demotekai bekerja keras menjalankan usahanya. Baca juga: OJK berharap kredit UMKM dari Kredit Papeda tepat sasaran “Kami ada dua motor, satu di Kota Jayapura dan satu di Kabupaten Jayapura. Kami bawa dua boks ayam dengan ukuran dan harga masing-masing,jumlahnya 30 ekor ayam di setiap motor. Untuk harga ayam, mulai dari Rp34 ribu – Rp35 ribu. Kalau beli dalam jumlah banyak, bisa korting. [Kami juga membawa] satu rak itu telur, harganya Rp60 ribu per rak,” ujar Demotekai. Demotekai mengajak anak muda di Papua membuang rasa gengsi untuk berdagang. “Kita sebagai anak Papua kita harus berusaha buang gengsi. Kalau kita gengsi, kita tidak bisa makan. Mari kita sebagai anak Papua maju bersama-sama dalam segi apa saja, tanpa ada gengsi,” ujar Demotekai. Warga Kabupaten Jayapura, Amos Cozy mengapresiasi kegigihan Demotekai. “Itu contoh baik, karena dia mau ciptakan lapangan kerja, bukan tunggu lapangan kerja,” jelas Amos. Amon menyatakan jika ada lebih banyak anak muda Papua yang mau berwirausaha, Papua akan merdeka dalam hal ekonomi. “Kita merdeka dulu dalam hal seperti itu, dan merdeka di atas tanah sendiri,” ujarnya.(*) Editor: Aryo Wisanggeni G