Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

Jayapura, Jubi – Siang itu, Rabu 9 Mei 2018 ulah kakek Sabir (67 tahun) yang telah mencabuli Enam anak usia dibawah 5 hingga 11 tahun, bahkan memperkosa anak kandungnya pada awal Januari 2018 lalu, membuat jengkel berbagai kalangan.

Awal kisah, SI (inisial ibu korban) orang tua dari salah satu anak yang dicabuli Sabir mengungkapkan, anaknya dicabuli oleh pelaku dengan cara memaksa korban melakukan seks oral, namun tidak dilakukan korban, yang akhirnya korban dipaksa memegang alat kelamin Sabir, hingga ejakulasi.

"Waktu itu awal bulan Februari anak saya disuruh oleh pak Sabir untuk mengantarkan pakaiannya yang mau di jahit. Kebetulan saya berprofesi sebagai penjahit, setelah saya jahit saya suruh anak saya untuk mengantarkannya kembali ke pak Sabir, namun anak saya bersikeras menolaknya," katanya kepada sejumlah awak media di Jayapura.

SI mengira, penolakan anaknya ini wajar saja.

"Saya waktu itu berpikir, ah mungkin dia lagi berkelahi dengan teman-temannya. Namanya juga anak-anak, disuruh kalau di otaknya hanya ingin main ya pasti tidak mau," ujarnya.

Namun beberapa jam kemudian, anaknya akhirnya menceritakan semuanya, mulai dari diiming-iming permen hingga uang sebesar Rp5 ribu rupiah dan terjadilah perlakukan bejat tersebut.

"Saya langsung kaget mendengar cerita anak saya. Saya langsung mengambil inisiatif untuk melaporkan kasus ini ke Polres Jayapura, pada hari itu juga. Namun keesokan harinya saya datang lagi dengan beberapa anak yang akhirnya mengaku bahwa pernah mengalami hal yang sama seperti anak saya," kisah SI.

Kata SI, laporan polisi ini diterima oleh salah seorang penyidik bernama Fitri. Namun ada yang janggal. Laporan yang bisa ditindaklanjuti oleh pihak Polres hanya dua anak saja, sedangkan anaknya dan satu anak lagi tidak bisa diterima karena bukan kategori pencabulan.

“Saya bilang ke penyidik, bagaimana tidak masuk dalam kategori pencabulan? Anak saya sudah dipaksa menggunakan tangannya sendiri untuk memainkan alat kelamin dari Pak Sabir. Saya malah dianjurkan oleh penyidik hanya hanya sebagai saksi, Sedangkan anak dari ibu SA yang anaknya dipaksa melakukan oral seks juga dibilang bukan masuk kategori pencabulan. Saya jadi bingung,” katanya.

Melihat ada sesuatu yang tidak beres dari pihak penyidik Polres Jayapura, SI mengambil inisiatif untuk menggunakan jasa pengacara.

“Saya akhirnya meminta Ibu Nur Duwila selaku Direktur LBH Apik Papua untuk membantu saya dalam kasus ini. Akhirnya saya dan beberapa ibu-ibu yang anaknya mendapatkan pelecehan dari Pak Sabir didampingi Ibu Nur melaporkan kasus ini di Polda Papua. Kenapa harus ke Polda Papua, karena saya menilai pihak penyidik Polres Jayapura sudah 86 (menyelesaikan perkara) dengan pelaku,” ujarnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Papua, Nur Aida Duwita menambahkan, kini anak dari pelaku sudah ada dipihaknya untuk mendapatkan perlindungan.

“Anaknya sendiri saja diperkosa. Awalnya anaknya tidak mau cerita kasus yang menimpanya, namun karena sudah tidak tahan atas perlakukan ayahnya akhirnya anaknya mau menceritakan semuanya kepada kami. Jadi anaknya itu sudah dicabuli sejak masuih duduk di bangku kelas IV SD, kalau diperkosa itu baru dilakukan awal Januari kemarin setelah sudah duduk di kelas VII,” ujar Nur Duwita.

 

Pelaku harus dihukum mati

“Kami mencurigai pelaku ini menyidap penyakit pedofilia dimana ada satu kelainan perkembangan psikoseksual dimana pelaku memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak. Jadi penderita penyakit ini hanya ingin melakukan aktifitas seksual hanya kepada anak-anak,” kata Nur Dawita.

Menurutnya, hukuman kebiri saja tidak cukup untuk menindak para pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

“Ini kan hasrat, memangnya kalau sudah dikebiri itu tidak punya hasrat? Malah akan lebih parah lagi karena mereka yang sudah dikebiri itu akan menggunakan alat untuk menyiksa para korbannya. Ini yang parah, jadi menurut saya, hukuman yang paling tepat itu maksimal hukuman mati atau hukuman minimalnya penjara seumur hidup,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya menuntut kepada pihak Polda Papua untuk segera menangkap pelaku tersebut, karena hingga kini pelaku masih berkeliaran bebas di luar.

“Kami hanya tidak ingin ada korban-korban lain lagi kalau pihak polisi tidak mengambil tindakan tegas atas kasus ini,” katanya.

Terpisah, Kapolda Papua Irjen Pol. Boy Rafli Amar mengatakan, proses penegakan hukum pada kasus pelecehan seksual saat ini pada tahapan pengumpulan sejumlah alat bukti seperti visum dan lain-lain yang berhubungan dengan perkara tersebut.

“Kami sedang mengumpulkan alat bukti serta dan memeriksa sejumlah saksi termasuk para orangtua yang anaknya dicabuli oleh pelaku. Intinya kami akan menindak tegas pelaku kalau terbukti salah,” katanya kepada wartawan.

Boy mengatakan, laporannya sudah masuk ke pihaknya dan saat ini sedang didalami kasusnya. Disinggung apakah pelaku tidak diamankan, karena korbannya adalah anak dibawah umur dengan jumlah anak hingga enam orang.

“Tidak bisa langsung kami eksekusi karena belum ada bukti yang otentik. Tapi saya sudah perintahkan pihak penyidik untuk segera memproses kasus ini biar bisa cepat ditetapkan apakah pelakunya jadi tersangka atau tidak,” ujarnya.

Tidak puas dengan jawaban Kapolda, sejumlah awak media menghujani jenderal dua bintang tersebut dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Teman-teman wartawan jangan marah. Kasus ini akan tetap kami proses. Yang sabar ya? Nanti akan kami info lagi perkembangan kasusnya,” kata Kapolda Boy menenangkan awak media.

Kekesalan pun mendera awak media. Nethy Darma Somba, jurnalis The Jakarta Post salah satunya. Menurutnya, pelaku pelecehan seksual tersebut sudah keterlaluan.

“Anaknya saja bisa diperkosa, apalagi anak orang lain? Seharusnya pihak kepolisian sudah harus menangkap pelaku tersebut. Ini mengantisipasi agar pelaku tidak kabur,” kata Nethy.

Wakil Direktur (Wadir) Kriminal Umum Polda Papua, AKBP Fernando Napitupulu mengatakan pelaku atas nama Sabir yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kami sudah tetapkan pelaku jadi tersangka sejak seminggu lalu. Saat ini kami sudah menyita mobil dari tersangka karena mobil tersangka juga menjadi salah satu TKP (Tempat Kejadian Perkara) kasus pencabulan. Jadi TKP hanya dilakukan di rumah tersangka dan di dalam mobil tersangka yang diparkir dalam garasi,” katanya.

Modusnya yaitu mengiming-imingi anak-anak dengan permen ataupun dengan uang. Disinggung tentang pasal yang akan menjerat pelaku, Napitupulu mengatakan bahwa tersangka akan dijerat Pasal 81 ayat 1 dan 4 junto pasal 76D UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UUnomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan pasal yang di junto kan ke UU nomor 17 tahun 2016 tentang kebiri.

“Ancamannya 15 tahun kurungan penjara. Dalam minggu ini juga kami akan memanggil tersangka guna menjalani pemeriksaan selanjutnya. Dan kami juga akan meminta pihak RS untuk memeriksakan kejiwaannya apakah dia gangguan jiwa atau sudah mengidap penyakit pedofilia,” ujarnya. (*)

Leave a Reply