Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa Kab. Puncak (IPMAP) Se-Jawa dan Bali Kelanus Kulua mengatakan wilayah Papua pada umumnya dan khususnya kabupaten Puncak sedang berada dalam darurat kemanusiaan. Sebab ratap peristiwa demi peristiwa tidak pernah usai.
“Sejak perintah Presiden Joko Widodo memerintahkan mengejar penembak pimpinan Badan Intelejen Negara (BIN) RI pada tanggal 15 Mei 2021 Kabupaten Puncak Papua, pengejaran terhadap pelaku penembakan dilakukan oleh gabungan TNI/POLRI dengan menggunakan kekuatan penuh, 3 heli yang dilakukan sembarangan mengakibatkan korban jiwa masyarakat sipil dan anak-anak,” tulisnya dalam rilis yang diterima dari Jubi, baru-baru ini.
Kulua mengatakan, imbas dari intruksi presiden ini, mengakibatkan perang antara TNI/POLRI dan TPNPB yang mengakibatkan warga mengungsi dalam jumlah yang banyak.
“Pada tanggal 19 Feburuari 2022, perang antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Dan Tentara Nasional Indonesia (TNI POLRI), mengakibatkan, warga dua distrik dan umat di enam gereja mengungsi. Terjadi di distrik Kagago di Distrik Sinak,”katanya.
Setiap kali ada penemebakan warga harus mengungsi. Masyarat tidak menikmati kedamaian di daerahnya. Sampai kapan penderitaan ini akan berhenti.
“Sebab harapan hidup orang Papua selalu berada di bawah tekanan militer, anak-anak tidak sekolah dengan baik, pelayanan kesehatan yang buruk, dan sebagainya. Hal ini akan membuat warga tidak nyaman dan aman,”katanya.
Kulua mendesak kepada pemerintah untuk segera membuat langkah konkret yang bisa dilakukan oleh pemerintah Puncak saat ini adalah perlindungan terhadap warganya dan jaminan keamanan.
“Kami mahasiswa puncak meminta kepada pemerintah daerah kabupaten puncak segera melindungi masyarakat sipil sedang pengungsi di Kabupaten Puncak Papua, tapi juga warga sipil, keluarga korban yang berada dibawa intaian, intimidasi dari aparat TNI/POLRI maupun TPNPB,”katanya.
Kulua mengatakan, pemerintah pusat hentikan pengiriman penambahan militer TNI/POLRI di Papua lebih khusus di Kabupaten Puncak Papua. Sebab kehadiran militer di Tanah Papua tidak akan memberikan jaminan kesejahteraan atau keamanan.
“Kami mahasiswa mendesak dan meminta kepada Lembaga KOMNAS HAM/LBH segera investigasi khusus penembakan di Kabupaten Puncak Papua serta jumlah pengungsi yang kian hari bertambah jumlahnya,”katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits B Ramandey mengatakan pihaknya selalu mengingatkan pemerintah Indonesia kasus -kasus seperti pengungsian, penculikan, dan kekerasan harus direspons. Jika tidak, akan terjadi intervensi.
“Sekarang sudah terjadi intervensi Dewan Hak Asasi Manusia PPB melalui SPMH, meminta pemerintah Indonesia melakukan klarifikasi dan penjelasan mengenai sejumlah kasus dugaan penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, penyiksaan, dan pemindahan paksa di Papua dan Papua Barat,” katanya.
Ramandey mengatakan permintaan klarifikasi dari Dewan HAM PBB itu bukan hal baru, dan ini mekanisme biasa di PBB, tentang pengiriman special report. Ini akan menjadi catatan panjang dan meyakinkan negara-negara anggota Dewan HAM PBB untuk mengigat berbagai peristiwa ini.
“Pemerintah Indonesia perlu ingat bahwa, dalam situasi tertentu bisa terjadi intevensi yang besar. Memang dalam mekanisme HAM menghormati kedaulatan. Tetapi ketika PBB sudah mengirimkan Special Procedures Mandate Holders, ini mekanisme intervensi,” katanya.
Ramandey mengatakan isu HAM ini bisa bukan hanya berimplikasi hukum, tapi juga politik. Itu sangat berbahaya. “Karena, dalam konteks Papua, itu bukan konteks kekerasan biasa. Untuk Papua, itu konteks yang mempunyai tujuan politik. Jadi pemerintah Indonesia harus meresponsnya,” katanya.(*)
Editor: Syam Terrajana