Ini alasan pemerintah perpanjang PPKM Jawa Bali

papua
Foto ilustrasi kampanye pembatasan sosial. - pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Kasus Covid-19 nasional sampai hari ini masih terus meningkat secara signifikan pasca-PPKM ditetapkan. Hal itu menjadi alasan pemerintah membuka peluang memperpanjang pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Pulau Jawa dan Bali.

Read More

“Semua opsi dipertimbangkan,” ujar Juru Bicara Kementerian Koordiantor Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, Kamis, (21/1/2021).

Menurut Jodi, lonjakan kasus Covid-19 terjadi karena mobilisasi masyarakat belum juga mereda. Sedangkan kebijakan PPKM Jawa Bali sebelumnya ditetapkan selama dua pekan dengan batas waktu hingga 25 Januari 2021.

Berdasarkan data yang dihimpun pemerintah, selama 10 hari diberlakukan, PPKM hanya mampu menurunkan mobilisasi masyarakat sebesar 15-25 persen di provinsi-provinsi yang terdampak kebijakan.

Padahal, kata Jodi, untuk dapat menurunkan angka kasus baru penyebaran virus corona, pemerintah membutuhkan penekanan angka mobilisasi sebesar 30 hingga 40 persen. Ia menjelaskan relaksasi pengetatan bakal dilakukan secara gradual dengan memperhatikan berbagai indikator dari sisi epidemologi, kapasitas sistem kesehatan, dan kondisi sosial-ekonomi.

Baca juga : PSBB, Pemkot Jayapura akan bahas dengan Satgas Covid-19

Begini aktivis lembaga ekstra kampus berkegiatan di tengah Covid-19

Pembatasan sosial hambat penegakan hukum terhadap LNG Tangguh di Teluk Bintuni

Sejalan dengan itu, pemerintah masih terus memperketat pengawasan di lapangan untuk menjaga kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan. “Operasi perubahan perilaku yang dilakukan TNI/Polri akan terus digencarkan,” kata Jodi menjelaskan.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan kebijakan PPKM Jawa-Bali di kuartal pertama akan memberikan efek ganda bagi pelaku usaha pariwisata.

“Daerah-daerah seperti Bali diperkirakan akan mengalami kerugian karena kunjungan wisatawan menurun drastis,” kata Hariyadi.

Kebijakan ini pun berbarengan dengan masa sepi kunjungan atau low season. “Kuartal I enggak usaha ada pandemi saja sudah pasti rendah kunjungannya karena low season. Ditambah kayak gini, pasti rugi,” kata Hariyadi menambahkan.

Ia memperkirakan okupansi hotel, seperti di Jakarta, akan kembali terpuruk dengan tingkat kunjungan kurang dari 20 persen, bahkan single digit. Prediksi ini mengacu pada okupansi masa normal yang saat low season tak menyentuh angka 60 persen.

Meski ia mengaku PHRI akan mendukung pemerintah menekan pandemi Covid-19 melalui PPKM Jawa Bali sebagai bagian ikut bertanggung jawab terhadap penanganan pandemi. (*)

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply