Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (29/1/2020) menjatuhkan vonis enam bulan penjara bagi Wilem Walilo gara-gara membawa badik untuk mengurus ternak babi. Penasehat hukum Walilo menilai putusan itu mengabaikan latar belakang sosial dan antropologi terdakwa sebagai peternak babi maupun kebiasaan hidup orang asli Papua.
Sidang pembacaan vonis itu dipimpin dipimpin hakim ketua Maria M Sitanggang bersama hakim anggota Abdul Gafur Bunguin dan Muliyawan. Dalam vonisnya, majelis hakim menilai Wilem Walilo terbukti bersalah membawa senjata tajam sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dan menjatuhkan hukuman penjara enam bulan, dengan dipotong masa penahan.
Wilem Walilo adalah adalah seorang aparatur sipil negara yang ditangkap pada 30 Agustus 2019. Penangkapan itu terjadi satu hari setelah unjukasa anti rasisme Papua berkembang menjadi amuk massa di sejumlah lokasi di Jayapura, ibukota Provinsi Papua.
Saat ditangkap, Walilo membawa badik yang disisipkan dipinggangnya, karena dia sedang dalam perjalanan untuk memberi makan babi yang dipeliharanya. Dalam persidangan, Tim Advokat untuk Orang Asli Papua telah menegaskan bahwa Walilo seharusnya tidak dihukum.
Walilo didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Padahal, ayat (2) dari pasal yang sama justru menyatakan orang yang membawa senjata tajam untuk urusan pertanian, pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan yang sah tidak dapat dipidanakan.
Akan tetapi, jaksa maupun hakim tidak menerapkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dalam kasus Wilem Walilo. Pada 8 Januari 2020, jaksa penuntut umum Ismail Nahumarury menuntut agar Walilo dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, dipotong masa penahanan.
Pada Rabu, majelis hakim yang dipimpin hakim Maria M Sitanggang menyatakan Walilo bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Walilo dihukum enam bulan penjara, dengan dipotong masa penahanan.
Penasehat hukum Walilo, Frederika Korain menyesalkan putusan majelis hakim itu. Sepanjang persidangan, Tim Advokat untuk Orang Asli Papua (OAP) telah berupaya mendudukkan perkara Wilem Walilo membawa senjata tajam, termasuk dengan menjelaskan unsur-unsur kebudayaan orang asli papua maupun kebiasaan para peternak babi di Papua.
“Wilem Walilo ditangkap ketika dia hendak memberikan makanan ternak babi yang dipeliharanya. Dan badik yang dia bawa adalah untuk memotong makanan babi. Aspek kehidupan orang Papua ini diabaikan dalam persidangan tadi,” kata Korain kepada wartawan, Rabu.
Korain menyesalkan putusan majelis hakim yang tidak melihat dari aspek kebudayaan dan sosiologi orang Papua. “Sangat disayangkan, majelis hakim menggunakan sudut pandang antropologi dan sosiologi dari daerah Bugis Makassar, bukan dari aspek kebudayaan OAP. [Padahal] orang Papua ini ketika mereka pergi berkebun, beternak, mereka selalu membawa peralatan kerja entah itu pisau, anak panah parang,kapak,” katanya.
Pada Rabu, majelis hakim yang dipimpin Maria M Sitanggang juga membacakan putusan bagi Lanti Nipsan yang juga didakwa membawa senjata tajam. Majelis hakim menyatakan Lanti Nipsan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dan menjatuhkan hukuman enam bulan penjara. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G