Gagal OTT massal gara-gara TWK pegawai KPK

Papua
Foto ilustrasi, gedung KPK - kpk.go.id

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Pertengahan tahun ini seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menggelar operasi tangkap tangan secara massal. Namun rencana itu buyar karena sejumlah pegawai dinonaktifkan lewat Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK.

Read More

Hal itu disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas Penyelidikan nonaktif Harun Al Rasyid yang ikut menjadi korban TWK.

Ia masih ingat oborolannya dengan Ketua KPK Firli Bahuri pada awal tahun kemarin. Saat itu Firli menemuinya dan bertanya perkembangan berbagai perkara yang tengah diselidiki Harun. “Dia bilang, kapan kita ‘menuai’ lagi?” ujar Harun menirukan obrolannya kepada Tim Indonesialeaks, akhir Mei lalu.

Berita terkait : Tes wawasan kebangsaan KPK, 75 pegawai lapor Komnas HAM

Pegawai KPK tak lolos TWK ajukan gugatan ke MK, serahkan 31 bukti  

Polemik tes wawancara kebangsaan, Komnas HAM periksa Firli Bahuri Selasa besok

Kepada Firli, Harun mengaku sedang menelisik sejumlah kasus besar. “Sabar, Pak Ketua. Kami sedang ‘menanam’, masak ‘menuai’ terus,” kata dia menjawab Firli.

Menanam dan menuai adalah istilah slang di KPK untuk menyebut menyelidiki perkara dan menangkap para terduga pelaku korupsi.

Seharusnya, kata Harun, saat ini sudah memasuki musim penangkapan karena pengumpulan bukti untuk menangkap calon tersangka telah cukup. Tapi rencana OTT itu terganjal pencabutan kewenangan penyelidikannya.

Harun masuk menjadi salah satu dari 75 pegawai KPK yang dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Sebanyak 51 di antaranya akan dipecat, sedangkan 24 orang lainnya bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara asal mau dididik ulang.

Harun sendiri terlibat banyak operasi tangan. Sejumlah kasus yang pernah dia tangani di antaranya, penangkapan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy pada 2019; Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah pada 2020 dan penangkapan Komisioner Komisi Pemilihan Umum wahyu Setiawan.

Harun juga tergabung dalam Satuan Tugas Daftar Pencarian Orang yang bertugas memburu buronan KPK. Satu nama buronan itu adalah mantan calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Harun Masiku.

Satgas DPO beranggotakan 14 personel dari berbagai bagian. Menurut Harun, timnya sudah mengetahui lokasi Harun Masiku. Harun Masiku diduga bolak-balik Indonesia dan sebuah negara tetangga.

Pada Mei lalu, Harun Masiku diduga berada di Indonesia. Jika mendapatkan izin dari atasannya, Harun Al Rasyid mengatakan sebenarnya bisa saja Harun Masiku saat itu ditangkap. Sekarang perburuan terhadap Harun Masiku dan buronan lainnya bisa jadi lebih sulit. Setengah dari tim Satgas DPO dinyatakan tidak lulus TWK.

Mirip dengan perburuan DPO, penyidikan kasus korupsi Bantuan Sosial Covid-19 dikhawatirkan juga akan terhambat. Sejumlah penyidik kasus itu tidak lolos TWK, salah satunya Andre Dedy Nainggolan. Andre sebenarnya masih menyisakan banyak pekerjaan rumah dalam perkara korupsi bansos.

Ada sekitar 1,6 juta paket lain yang diduga dikorupsi dan belum tuntas penyidikannya. Tapi peran Andre dalam kasus tersebut tinggal cerita karena kewenangannya telah dilucuti.

Penyidik Afief Julian Miftach mengalami hal yang mirip setelah dinonaktifkan karena tidak lolos TWK. Afief tengah menangani suap di Direktorat Jenderal Pajak dengan tersangka Angin Prayitno Aji, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak.

Meskipun kasus pajak masih berjalan, penyidikannya terganggu. “Para saksi dan tersangka menjadi besar kepala. Mereka enggak hadir saat dipanggil. Yang kemarin ngaku, sekarang jadi enggak ngaku,” kata Afief.

Sebaliknya, Ketua KPK Firli Bahuri meyakini komisi antikorupsi tak akan terganggu dengan rencana pemecatan pegawai. Sebab, kata dia, lembaganya tidak tergantung pada individu. Lagi pula, menurut dia, jumlah pegawai yang dipecat hanya 5,4 persen dari 1.351 karyawan yang ikut tes kebangsaan.

“Sampai saat ini saya yakin mereka masih punya semangat untuk bekerja,” kata Firli. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply