Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Satu unit sekolah dasar (SD) Negeri Bibiyeuto, Nabire, Papua yang dibangun dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat pada tahun 1994, hanya diisi mengandalkan satu orang guru saja. Yakni kepala sekolahnya, untuk mengajar murid dari kelas I-VI.
Sekolah yang berada di atas pegunungan, persis di kampung Epomani, Distrik Siriwo ini, bahkan sering kali dalam satu pekan lamanya, tidak ada seorang guru yang mengajar apabila sang Kepala Sekolah turun ke kota urusan dinas.
Emanuel Kegiye, kepala sekolah di SD itu merangkap guru tetap di enam kelas mengeluhkan sejak ia ditempatkan tidak ada tenaga guru yang ditugaskan. Bahkan menurutnya sarana dan prasareana di sekolah itu kurang memadai.
“Enam kelas saya sendiri mengajar, saat saya turun ke Nabire urusan dinas biasanya anak-anak meliburkan diri karena tidak ada guru, dan itu bisa libur sampai satu minggu,” kata Emanuel Kegiye kepada Jubi, Kamis, (10/10/2019).
Kegiye bilang selama ini tidak pernah ada kunjungan dari Pemerintah Kabupaten Nabire entah Bupati, DPRD maupun dinas Pendidikan. Tidak ada fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar mengajar yang mereka lakukan
Kondisi itu, ujar dia, sudah berlangsung cukup lama, sekitar lima tahun. Bahkan, hingga sekarang, belum ada perbaikan sarana dan prasarana. “Sehingga pemerintah Kabupaten Nabire melalui dinas terkait segera perhatikan serius,” kata dia.
”Harapan kami, guru di sini segera ditambah. Kasihan juga kalau cuma saya sendiri yang aktif,” ucapnya.
Padahal akses menuju sekolah tersebut, terbilang sangat mudah. Ia beri petunjuk kepada Pemkab setempat bahwa dari Nabire ke sekolah itu bisa ditempuh dengan mobil (jalan darat) kurang lebih tiga jam.
“Apa yang sudah untuk kunjungi kami? Kan dari Nabire tinggal naik dengan mobil. Tidak ada hambatan, jalan sudah aspal. Kalau naik ya pasti kurang lebih tiga jam bisa sampai di sekolah kami. Tapi itupun tidak pernah,” katanya mengeluh.
Salah satu warga kampung Epomani, Piyaiye Magapa memertanyakan keberadaan Dinas terkait maupun para guru yang ditugaskan di sekolah. Meskipun berada di daerah yang cukup terpencil, ternyata cukup banyak jumlah siswa yang belajar di sekolah itu.
“Siswa di sekolah tersebut mencapai puluhan. Di sini tidak ada TK. Jadi, mereka ikut gabung di SD itu,” katanya.
Menurut dia, semua yang melihat kondisi sekolah seperti ini pasti akan merasa sedih, meskipun semangat belajar para siswa sangat tinggi dan antusias orang tua sampai harus mengantar dan menunggu anaknya kembali pulang sekolah.
“Di sini ada harapan yang luar biasa, saya berharap pemerintah karena ini sekolah negeri harus bergerak. Di sini lokasinya terpencil dan sangat butuh pendidikan yang layak. Saya pikir tidak bisa satu sekolah atau kelas berbeda hanya satu guru, itupun tingkatannya berbeda beda,”ujarnya. (*)
Editor: Syam Terrajana