Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Ratusan organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) menyerukan seluruh komponen rakyat yang ada di Tanah Papua terlibat bersama dalam aksi mimbar bebas rakyat Papua pada 16 Agustus 2021 untuk mendesak pembebasan Victor F Yeimo tanpa syarat.

“Baik komponen Agama, Adat, Mahasiswa-Pelajar, Akademisi, LSM, TNI/POLRI, PNS, Gubernur Papua dan Papua Barat, MRP, DPR, Petani, Nelayan, Pedagang, Tukang Ojek, Buruh dan mama-mama pasar,” kata Awom kepada Jubi di Jayapura, pada Jumat (13/08/2021)

Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Samuel Awom mengatakan Victor Yeimo bukanlah pelaku melainkan korban rasis terstruktur dan masif kolonial Indonesia yang  terjadi terhadap orang asli Papua. Yeimo saat ini berstatus sebagai tahanan kejaksaan tetapi dititipkan sementara di tahanan Brimob Polda Papua sambil menunggu proses persidangan.

“Aksi yang kami targetkan karena ini masa pandemi pasti protokol kesehatan kami terapkan. Pertama kami serukan masyarakat yang terlibat menaati prokes. Jadi aksi kami dalam bentuk mimbar bebas untuk di Kota Jayapura. Terus di tempat lain akan disesuaikan juga kondisi masing-masing wilayah dan sasaran aksi di Kota Jayapura ke Kejaksaan Negeri Jayapura,” ujarnya.

Kata Awon aksi mimbar bebas rakyat Papua dengan tujuan mendesak pembebasan Victor F Yeimo tanpa syarat dilakukan pada masing-masing wilayah di seluruh tanah Papua. Yeimo ditangkap polisi Satuan Tugas Nemangkawi pada Minggu, 05 Mei 2021 di Jayapura, Papua. Ia ditangkap sebagai tersangka dan ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kerusuhan pasca unjuk rasa anti rasisme Papua di Kota  Jayapura pada 29 Agustus 2019.

“Penangkapan terhadap Victor Yeimo pada 09 Mei 2021 dengan dalil kasus rasisme 2019 adalah bukti Negara Indonesia kembali menghidupkan isu rasial di kalangan rakyat Papua dan rakyat Indonesia,” kata Awom.

Yeimo dijerat dengan berbagai pasal KUHP berlapis diantaranya Pasal 106 jo Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP atau Pasal 160 KHUP dan atau Pasal 213 angka 1 KUHP dan atau pasal 214 KHUP ayat (1) dan ayat (2) KUHP jo Pasal 55 KUHP.  Dengan tuduhan utama adalah pasal makar dan dituduh dengan 12 pasal berlapis dengan ancaman dipenjara seumur hidup.

“Selain itu Frans Wasini juga ditangkap dengan tujuan untuk memberatkan kasus dugaan terhadap Yeimo. Peristiwa ini dapat digambarkan bahwa negara Indonesia tidak mempunyai iktikad baik terhadap kemanusian orang Papua,” ujarnya.

Awom mengatakan Petisi Rakyat Papua terdiri dari 111 organisasi yang ada di Indonesia maupun Internasional dengan dukungan 714.066 suara rakyat Papua menyoroti tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik.

Menurut Awon tindakan maladministrasi dilakukan aparat mulai dari penahanan di Rutan Mako Brimob dengan alasan tahanan Polda yang penuh, kemudian pembatasan kunjungan keluarga, rohaniwan dan petugas kesehatan untuk melakukan check-up rutin terhadap Yeimo yang memiliki riwayat penyakit  paru-paru dan maag.

Sikap maladministrasi dan abai terhadap hak-hak Victor Yeimo makin terlihat jelas setelah foto dan keadaan terakhirnya tersebar di berbagai platform media sosial dan membuat kuatir berbagai kalangan terhadap kesehatan Victor Yeimo. Juga penanganan perkara hukum yang semakin memberatkan Yeimo yang merupakan korban rangkaian peristiwa rasis.

“Yang kami harapkan nanti kepada Polda Papua tidak menggunakan gaya lama menyampaikan tidak surat izin dan lain-lain. Tugas polisi itu hanya menerima surat pemberitahuan dan mengawal proses yang kami [masyarakat] buat. Karena kami pastikan dan yakinkan kepada pihak aparat aksi kami perlawan tanpa kekerasan,” katanya.

Koordinator Litigasi Koalisi penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay mengatakan pada 9 Agustus 2021 dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua sudah mengirimkan Surat Dengan Nomor: 004/SK.KMPH2P/JPR/VII 2021, Perihal Permintaan Pemindahan tahanan dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura.

“Akan tetapi hingga saat ini suratnya belum dijawab oleh Kejaksaan Tinggi Papua maupun Kejaksaan Negeri Jayapura,” kata Gobay melalui sambungan telepon kepada Jubi, Jumat (13/09/2021).

Sehingga dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Victor Yeimo meminta kepada Kejaksaan Tinggi Papua dan Kejaksaan Negeri Jayapura segera menjawab permintaan tahanan untuk pindah dari Rutan Mako Brimob ke Rutan Lapas Abepura demi memenuhi hak-hak Victor F. Yeimo.

“Dalam pemberitaan yang kami baca kejaksaan sampaikan akan dipindahkan setelah berkas perkara masuk di pengadilan. Saya pikir pernyataan ini terkesan tidak ingin menjawab surat kami, sebab kalau berkas sudah masuk ke pengadilan itu sudah menjadi tahanan hakim pengadilan. Kita harus mengajukan surat lagi secara terpisah kepada pengadilan karena status tahanan sudah beralih menjadi tahanan pengadilan. Harapannya dijawab pada saat ini karena jaksa yang memiliki kewenangan yang menahan klien kami. Jangan tunggu berkas perkara masuk ke pengadilan,” ujarnya. (*)

Editor : Victor Mambor