Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pengerahan pasukan militer yang terjadi sejak tanggal 16 Desember 2019 di Hitadipa, Ugimba dan beberapa kampung di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda baik TNI, Polri, masyarakat, TPN-PB OPM, termasuk orang hilang dan anak-anak kecil juga turut korban meninggal dunia.
Terkait itu, ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua, John NR Gobai memohon penjelasan pihak terkait, mengapa pemerintah sampai menempatkan ratusan hingga ribuan personel militer non organik di Intan Jaya dan Paniai . Pasalnya, menurut dia, dua daerah tersebut selama ini tergolong aman.
“Mengapa harus ada penempatan pasukan dalam jumlah besar di sana? Perlu saya sampaikan bahwa selama ini masyarakat biasanya takut dan trauma ketika melihat aparat keamanan, apalagi dengan senjata lengkap,” kata John NR Gobai kepada Jubi di Jayapura, Rabu, (27/10/2021).
Ia menjelaskan, beberapa hari lalu dia pergi ke Meepago (daerah asalnya) guna mendengarkan keluhan masyarakat menyampaikan resah dengan ada penambahan pasukan di Paniai dan Intan Jaya.
“Saya sangat memahami kondisi psikologis masyarakat di sana. Untuk itu, saya minta agar aparat tidak menilai negatif kepada masyarakat akibat doktrin yang keliru terhadap Intan Jaya,” ucapnya.
Pada bulan Desember 2020, di hadapan Menkopohukam dan Wakil Presiden, dirinya telah berbicara tentang Intan Jaya, meminta agar pasukan non organik ditarik.
“Waktu itu yang menjadi saksinya adalah Uskup Jayapura, Rektor Uncen, Asisten I Setda Papua dan Elpius Hugi (Karo Umum Setda Papua) dan sejumlah tokoh Agama di Papua, di Jakarta. Sekarang saya jadi bingung, kita harus bicara ke siapa lagi ya kalau tidak diindahkan dan ditambah terus pasukan keamanan,” katanya.
Dia meminta segera tarik pasukan Non Organik dari Intan Jaya demi kemanusiaan, ketenangan daerah serta menjaga citra negara.
“Kami berharap dana untuk keamanan tidak digunakan untuk operasi antara lain untuk terus mengirimkan pasukan ke Papua, akan lebih baik digunakan untuk kesejahteraan aparat yang ada daripada oknum aparat tertentu menjual amunisi karena kebutuhan mereka, dan saya juga meminta agar aparat yang baru didrop agar segera ditarik, berikan kepercayaan kepada pimpinan daerah untuk menjaga keamanan di daerahnya,” tuturnya.
Menurut dia, tarik pasukan non organik lalu percayakan kepada pimpinan daerah untuk berkomunikasi melalui tokoh-tokoh masyarakat dengan TPN-PB/OPM agar mereka menurunkan senjata.
“Itu karena jika masih ada pasukan Non Organik, maka TPN-PB OPM juga akan sulit melipat senjata mereka dan para tokoh yang bernegosiasi akan dituduh mata-mata TNI/Polri dan menjadi sasaran,” jelasnya.
“Jangan memelihara siklus kekerasan di Papua. Sebaiknya gunakan hati dan mulut untuk bicara baik dengan orang Papua untuk mengakhiri kekerasan di Papua dan tarik semua pasukan non organik yang sekarang ada di Intan Jaya,” ujarnya.
Seorang warga Intan Jaya yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, pada Selasa, (26/10/2021) terjadi kontak senjata antara Aparat Keamanan dengan TPNPB OPM di Sugapa, Ibu Kota Intan Jaya. Menurut dia, salah satu anggota TNI dikabarkan tertembak dan dinyatakan meninggal dunia, sementara pihak warga sipil bernama Noprianus Sondegau yang berusia dua tahun tertembak mati dengan kondisi tali perutnya keluar.
“Kemarin siang jam 2 siang (pukul 14.00 WP) sampai malam jam 10 (pukul 22. 00 waktu setempat-red) korban anggota TNI satu orang tewas, anak kecil umur dua tahun atas nama Noprianus Sondegau tertembak mati tali perut semua keluar. Satu anak lagi masih ada nafas (masih hidup) umur delapan tahun, atas nama Yoakim Ogajau, peluru masih dalam tubuh,” katanya.
Siang ini, kata dia juga masih ‘ramai’ dengan bunyi tembakan di Sugapa. “Tapi posisi saya di kota,” ucapnya.
Warga lainnya mengaku, kontak senjata ini berawal ketika warga Sem Kobogau ditangkap TNI Raider 501 pada awal Oktober 2021 di tempat penjualan togel ketika yang bersangkutan sedang membeli angka dan shio togel.
“Selama ini warga duduki Kantor Polsek dan Polres Persiapan Intan Jaya meminta penjelasan di mana si Sem Kobogau, tapi Aparat Keamanan tidak mau memberitahu keberadaan Sem,” katanya.
Walau pun pihaknya belum mengetahui Sem, namun TNI sudah menetapkan tiga orang jadi terperiksa dan Senin, (25/10/2021) dinaikkan statusnya jadi tersangka.
“Ini kan aneh, jenazah Sem itu TNI taruh dimana atau diapakan. Mereka belum mengaku dan tim dari POM hari ini kembali ke Sugapa,” katanya.
“Jadi kalau terjadi kontak senjata, maka selain lanjutan dari kontak senjata yang lalu juga dipicu oleh dihilangkannya Sem Kobogau,” katanya. (*)
Editor: Syam Terrajana