Ketujuh tapol Papua di Kaltim saat akan diserahkan ke Kejaksaan pada 16 Desember 2019 lalu – Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo memastikan tujuh tahanan politik yang tengah ditahan di Kalimantan Timur akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur. Kondomo menyatakan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP ketujuh tersangka makar itu akan dilimpahkan ke pengadilan pada pekan depan.

Hal itu dinyatakan Nikolaus Kondomo di Jayapura, Papua, Kamis (16/1/2020). “BAP para tersangka akan dilimpahkan minggu depan. Mereka dikenakan pasal 106, 160 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, minimal 15 tahun, ” kata Kondomo kepada Kantor Berita Antara.

Pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo tentang ancaman hukuman mati itu berbeda dengan rumusan Pasal 106 KUHP. Pasal 106 KUHP tidak mencantumkan hukuman mati sebagai jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang dinyatakan pengadilan terbukti bersalah melanggar Pasal 106 KUHP. Pasal 106 KUHP yang menyatakan “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun”.

Ketujuh tersangka makar yang ditahan di Kalimantan Timur itu adalah Fery Kombo, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Stevanus Itlay alias Steven Itlay, dan Agus Kossay. Kondomo menyatakan persidangan ketujuh tersangka makar itu dipindahkan ke Pengadilan Negeri Balikpapan karena alasan keamanan.

Sebelumnya Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua selaku kuasa hukum Fery Kombo dan kawan-kawan menyatakan pemindahan ketujuh tahanan politik itu ke Kalimantan Timur melanggar hukum. Koalisi menyatakan pemindahan ketujuh tahanan itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan atau koordinasi dengan para kuasa hukum.

Pemindahan ketujuh tahanan politik itu dinyatakan dalam surat Direktur Reserse Kriminal Umum Direskrimum Polda Papua Nomor : B/816/X/RES.1.24/2019/Direskrimum, tertanggal 4 Oktober 2019. Surat itu baru diterima Koalisi Penegak Hukum dan HAM setelah proses pemindahan dilakukan.

Koalisi menyatakan polisi tidak berwenang memindahkan pengadilan pemeriksa suatu tindak pidana dari wilayah hukum pengadilan negeri satu ke wilayah hukum pengadilan negeri lain. Mengacu ketentuan Pasal 85, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pemindahan pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara hanya dapat dilakukan atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung.

Kantor Berita Antara melansir pernyataan Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Papua, Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal yang mengatakan pemindahan ketujuh tahanan politik itu sudah sesuai dengan prosedur. Kamal menyatakan Mahkamah Agung RI telah menunjuk Pengadilan Negeri Balikpapan untuk memeriksa dan memutus perkara pidana terdakwa Fery Kombo dan keenam tersangka lainnya sesuai surat nomor: 179/KMA/SK/X/2019.

“Sebelum pelimpahan, kami telah lakukan pemeriksaan kesehatan ketujuh tersangka oleh tim Dokkes Polda Kalimantan Timur. Hasil pemeriksaannya, mereka dalam keadaan sehat jasmani,” kata Kamal.(*)

Ralat: Berita ini telah mengalami ralat dalam bentuk penambahan informasi pembanding. Dalam pemberitaan awal, terdapat kutipan perkataaan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo kepada Kantor Berita Antara yang menyatakan “BAP para tersangka akan dilimpahkan minggu depan. Mereka dikenakan pasal 106, 160 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, minimal 15 tahun.”

Redaksi melakukan ralat dengan menambahkan informasi pembanding pada paragraf ketiga berita. Informasi pembanding itu adalah:

Pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo tentang ancaman hukuman mati itu berbeda dengan rumusan Pasal 106 KUHP. Pasal 106 KUHP tidak mencantumkan hukuman mati sebagai jenis sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang dinyatakan pengadilan terbukti bersalah melanggar Pasal 106 KUHP. Pasal 106 KUHP yang menyatakan “Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun”.

Redaksi juga telah menerima dan memberitakan siaran pers tertulis Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang menyampaikan koreksi atas berbagai pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo, dan menegaskan tujuh tapol Papua tidak terancam hukuman mati.

Kami memohon maaf kepada tujuh tapol Papua yang disebutkan dalam pemberitaan ini, keluarga ketujuh tapol, dan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, karena tidak menampilkan informasi pembanding itu dalam pemberitaan awal kami.

Editor: Aryo Wisanggeni G