Papua No.1 News Portal | Jubi

Kondisi Asrama Damal memperihatinkan. Banyak pejabat seakan melupakan jasa besarnya. 

RINTIK hujan  di pertengahan sore tidak menyurutkan semangat penghuni Asrama Damal untuk berolah raga. Mereka tetap antusias beradu voli di halaman gedung yang bercokol di Jalan Ujungpandang Nabire, tersebut.

Pertandingan voli antarpenghuni Asrama Damal rutin digelar saban sore. Mereka bersemangat untuk tampil sebagai pemenang agar pundi-pundi asrama semakin penuh terisi uang.

“(Tim) yang kalah harus kasih Rp10 ribu untuk kas asrama. Uangnya disimpan sebagai tambahan untuk membeli kebutuhan sehari-hari,” kata Frengki Murib, penasihat Asrama Damal saat ditemui Koran Jubi, Jumat pekan lalu.

Seluruh penghuni asrama merupakan pelajar dan mahasiswa asal Suku Damal dari Kabupaten Puncak yang menuntut ilmu di Nabire. Saat ini ada 30 orang menempati fasilitas pemondokan tersebut, termasuk dua siswa SD dan tiga siswa SMP.

Kesederhanaan dan kerja keras melingkupi kehidupan para penghuni asrama. Mereka sering menyambi pekerjaan dengan membersihkan halaman dan kebun warga.

Uang hasil keringat mereka itu pun disetor ke kas asrama untuk memenuhi kebutuhan bersama, seperti biaya makan dan iuran listrik. Setiap bulan, mereka setidaknya harus mengalokasikan Rp200 ribu untuk membayar listrik.

“Kami biasa minta pekerjaan kepada guru atau tetangga supaya dapat uang untuk makan sehari-hari. Kami membabati rumput di kebun atau membersihkan halaman rumah mereka. Ada guru atau pihak gereja yang suka kasih uang besar (dilebihkan),” jelas Murib, yang juga mahasiswa Universitas Satya Wiyata Mandala.

Para pelajar dan mahasiswa giat membanting tulang lantaran tidak ingin bergantung kepada kiriman uang dari orang tua. Mereka sadar kondisi keluarga di kampung juga serbakekurangan.

“Uang kuliah biasa dikirim setiap akhir semester, sebesar Rp3 juta. Kalau ada sisa, baru disetor ke kas untuk kebutuhan hidup di asrama. Kami mengerti kondisi (keuangan) bapak dan mama di kampung sehingga tidak menuntut (terlalu banyak) kiriman,” ungkap Murib.

Langganan banjir

Asrama Damal menempati bangunan seluas sekitar 5×8 meter. Bentuknya sangat sederhana, dengan berdinding dan berlantai kayu serta beratap seng.

Fasilitas pemondokan itu hanya terdiri atas dua ruangan. Satu ruangan berupa aula dan satunya lagi difungsikan sebagai dapur. Aula juga menjadi ruang tidur dan belajar bagi para penghuni asrama.

Tidak ada toilet di Asrama Damal. Untuk mandi dan membuang hajat, para penghuni memanfaatkan sungai di samping asrama.

Asrama Damal di Nabire dibangun pada era 1990 atau jauh sebelum Kabupaten Puncak berdiri. Pembangunannya dirintis oleh seorang warga yang kini menetap di pinggiran Kota Nabire.

“Bapak pendiri (Asrama Damal) tidak tinggal di sini. Beliau sekarang juga sedang sakit,” ujar Murib.

Murib dan kawan-kawan sering kebanjiran sewaktu musim penghujan. Ketinggian air bisa mencapai 1 meter dari lantai bangunan berbentuk rumah panggung tersebut.

Karena menjadi langganan banjir, bagian bangunan juga melapuk dan belum pernah diperbaiki. Para penghuni hanya bisa pasrah menerima keadaan meskipun jumlah mereka terus bertambah setiap tahun.

“Kondisi mereka sangat memperihatinkan karena sering kebanjiran. Kami ada menyumbang sebesar Rp19 juta untuk memperbaiki bangunan asrama, tetapi (biaya untuk perbaikannya) belum cukup,” kata anggota Komunitas Peduli Nabire (Kopena) Amor Tikupasang.

Kopena bersama Komunitas Amoye, dan Asosiasi Pedagang Asli Papua (APAP) Nabire menggalang donasi dengan turun ke jalan. Mereka menyodorkan kotak sumbangan kepada para pengguna jalan di lampu lalu lintas, dan pengunjung pasar.

Mencetak pejabat

Asrama Damal dilengkapi struktur kepengurusan. Mereka bertanggungjawab dalam mengatur ketertiban para penghuni.

Sejumlah aturan ketat pun diberlakukan, di antaranya larangan mengonsumsi minuman keras dan narkotika. Para penghuni juga tidak diperkenankan ke luar asrama mulai pukul 21.00 Waktu Papua. Ketentuan itu juga berlaku bagi kunjungan ke asrama.

“Aturan asrama telah (diberlakukan) turun-temurun. Namun, kami di sini sudah seperti satu keluarga. Susah dan senang dijalani bersama. Kami saling menyayangi walaupun berasal dari kampung berbeda,” kata Ketua Asrama Damal Nabire Emon Kiwak.

Di balik kesederhanaan bahkan serbakekurangannya, Asrama Damal ternyata turut berkontribusi besar dalam mencetak sumber daya manusia. Banyak pejabat Papua pernah menikmati kehidupan di pemondokan tersebut sewaktu bersekolah di Nabire. Dua di antaranya ialah Wakil Gubernur Klemen Tinal dan Bupati Puncak Wellem Wandik. Sejumlah pegawai negeri asal Damal juga sempat mengenyam kehidupan di asrama tersebut.

Para penghuni dan pengurus berharap Pemerintah Kabupaten Puncak memperhatikan kondisi asrama saat ini.  Mereka pun sempat menggelar unjuk rasa dengan membakar ban bekas di depan kediaman seorang pegawai negeri di Nabire.

Mereka bahkan mendatangi Bupati Puncak yang meresmikan asrama pelajar dan mahasiwa di Manokwari, Papua Barat. Namun, semua upaya itu belum membuahkan hasil.

“Puluhan tahun kondisi asrama kami tidak pernah diperhatikan pemerintah. Mereka yang saat ini menjadi pejabat, setidaknya bisa memperjuangkan kondisi dan penghuni Asrama Damal,” pungkas Murib. (*)

Editor: Aries Munandar

Leave a Reply