Arab Saudi kembali jadi pemasok minyak di Cina

ladang minyak
Ilustrasi, Armbrusterbiz, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal I Jubi,

Beijing, Jubi – Arab Saudi kembali menjadi pemasok minyak mentah utama Cina dalam dua bulan pertama 2022. Hal itu terjadi setelah sebelumnya pasar minyak Cina dikuasai Rusia pada Desember.

Read More

Tercatat pengiriman Rusia turun 9,0 persen akibat pemotongan kuota impor menyebabkan penyulingan independen mengurangi pembelian.

Baca juga : Perusahaan minyak Cina jual bahan bakar jet ke junta militer Myanmar
Arab Saudi dan Rusia bersaing jadi pemasok minyak ke Cina
Arab Saudi undang pakar selidiki serangan minyak

Data dari Administrasi Umum Kepabeanan menunjukkan pada Minggu (20/3/2022) kemarin menunjukkan kedatangan minyak mentah Saudi mencapai 14,61 juta ton pada Januari-Februari, setara dengan 1,81 juta barel per hari (bph), turun dari 1,86 juta barel per hari setahun sebelumnya.

Sedangkan impor dari Rusia mencapai 12,67 juta ton dalam dua bulan atau 1,57 juta barel per hari. Itu dibandingkan dengan 1,72 juta barel per hari pada periode 2021 yang sesuai.

Permintaan minyak mentah ESPO andalan Rusia dari kilang-kilang independen Cina yang dikenal sebagai “teko”, terpukul oleh tindakan keras Beijing terhadap penghindaran pajak dan perdagangan ilegal kuota impor.

Pemerintah juga memotong batch pertama dari tunjangan impor minyak mentah 2022 ke “teko”, yang bertujuan untuk menghilangkan kapasitas penyulingan yang tidak efisien.

Impor dari Rusia bisa jatuh pada Maret karena pembeli di seluruh dunia menghindari kargonya setelah krisis Ukraina yang semakin intensif.

Namuin Reuters melaporkan bahwa produsen Rusia Surgutneftegaz bekerja dengan Cina untuk melewati sanksi Barat dan mempertahankan penjualan minyak.

Data bea cukai pada Minggu (20/3/2022) menunjukkan 259.937 ton minyak mentah Iran tiba di Cina pada Januari, sekitar tingkat yang sama seperti pada Desember 2021, impor pertama yang dicatat oleh data resmi Cina sejak Desember 2020.

Pengiriman itu dilakukan ketika Teheran dan negara-negara Barat mengadakan pembicaraan tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, menunjuk pada kemungkinan pencabutan sanksi AS terhadap ekspor minyak Iran. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply