Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Universitas Internasional Papua (UIP) berencana membuka penerimaan mahasiswa baru pada April 2022. Itu penerimaan mahasiswa perdana sejak UIP diluncurkan pada 14 Februari 2022.
Rektor Universitas Internasional Papua Dr. Izak Morin, MA kepada Jubi mengatakan akan menerima 50 mahasiswa setiap program studi. Dengan lima program yang akan dibuka IUP pada tahap awal maka ditargetkan akan ada 250 mahasiswa baru yang diterima.
“Hari Jumat ini (25 Maret 2022) baru kami rapat menyiapkan pleno dari masing-masing tim untuk memberikan sumbangsih melengkapi persyaratan, dengan demikian pada April rencananya sudah dikeluarkan pengumuman penerimaan mahasiswa baru,” ujarnya.
Saat ini, kata Morin, pihak universitas sedang membahas beberapa hal terkait dengan peneriman mahasiswa baru. Di antaranya persyaratan-persyaratan bagi mahasiswa baru yang mau mendaftar dan juga membahas skema pembiayaannya.
BACA JUGA: Dr. Izak Morin, MA rektor pertama Universitas Internasional Papua
“Kami Senin lalu membagi tim, ada tim yang menggodok persyaratan-persyaratan mahasiswa baru dan ada tim yang merancang keuangan (biaya) dan kepegawaian, karena ada dosen kami yang harus dibuatkan kontraknya,” katanya.
Morin mengatakan sudah ada 25 tenaga dosen yang akan mengajar di Universitas Internasional Papua. UIP memiliki Fakultas Sains dan Teknologi dengan tiga program studi, yaitu Program Studi Teknik Industri, Program Studi Teknik Fisika, dan Progran Studi Teknik Sistem Energi. Fakultas lain adalah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris dan Progran Studi Antropologi.
Desain awal yang dipresentasikan pada saat acara launching, kampus UIP direncanakan dibangun di atas lahan seluas 30 hektare di atas Bukit Telaga Ria, Kabupaten Jayapura. Fasilitas yang akan dibangun di antaranya gedung perkuliahan, gedung asrama, guest house, auditorium, gereja, fasilitas olahraga, gedung administrasi, dan gedung rektorat.
Sedangkan saat ini kantor Rektorat Universitas Internasional Papua berada di Jln. Kampwolker Perumnas 2 Waena, Keluruahan Yabansai, Heram, Kota Jayapura.
Butuh dukungan
Pendiri Yayasan Maga Edukasi Samue Tabuni mengatakan Universitas Internasional Papua sebagai Perguruan Tinggi Swasta membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan pemerintah kabupaten di Tanah Papua.
“Tanpa dukungan pemerintah, Perguruan Tinggi Swasta tidak dapat maksimal dalam usaha pembangunan manusia Papua,” ujarnya.
Yayasan Maga Edukasi, kata Tabuni, sedang menjajaki kerja sama dengan beberapa pemerintah kabupaten untuk bisa mengirimkan mahasiswa di kabupaten tersebut untuk kuliah di UIP. Di antaranya Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunung Bintang, dan Kabupaten Marauke.
“Ada juga beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat,” ujarnya.
Tabuni menyoroti Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 dan Nomor 107. Menurutnya, peraturan tersebut mesti diperjelas, baik mengenai mekanisme distribusi, maupun mekanisme pengawasan, kerja sama, dan kewenangan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi dalam bentuk Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), secara khusus di bidang pendidikan.
Dalam PP 107, katanya, disebutkan besaran alokasi dana untuk pendidikan sebesar 35 persen, di mana lebih besar dari yang ditetapkan dalam Otsus 20 tahun lalu.
“Nah, ini harus diperjelas khusus untuk PTS, karena PTS ini memiliki peran yang besar sekali dalam membangun SDM di Tanah Papua,” katanya.
Tabuni mengusulkan regulasi yang sudah dibuat tersebut diperjelas, transparan, dan tidak dibuat kaku. Dari 35 persen yang dialokasikan untuk pendidikan tersebut, perlu dibagi dengan baik peruntukan atau realisasi pembagiannya antara persentase untuk mendukung infrastruktur pendidikan dengan pengawasan, pengembangan SDM melalui PTS dan PTN, maupun persentase untuk pendidikan putra-putri Papua yang kuliah di luar negeri.
Menurutnya semua itu perlu diperjelas melalui Perdasus yang diharapkan dapat menjadi acuan kerja bagi pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi dalam mendukung PTS dan PTN.
Sebab, kata Tabuni, bila melihat realitas di lapangan, selama ini Perguruan Tinggi dibiarkan berjuang sendiri, terutama PTS. Padahal bila dilihat dengan seksama, PTS-PTS di Papua banyak menampung dan mendidik anak-anak asli Papua yang berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu.
“PTS tidak akan survive, bahkan tidak bisa menghasilkan SDM dengan kualitas yang terbaik apabila tidak didukung oleh pemerintah secara terencana,” ujarnya.(*)
Editor: Syofiardi