TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

Apakah Kepulauan Pasifik memerlukan rencana regional lainnya?

Pertemuan pemimpin-pemimpin Pacific Islands Forum 2019, Tuvalu. - ABC News/Melissa Clarke

Papua No.1 News Portal | Jubi

Oleh Stephen Howes dan Sadhana Sen

Pada 2003 sebuah kelompok yang disebut Eminent Persons Group mengusulkan sebuah rencana regional Pasifik yang disebut Pacific Plan, dimana rencana ini dikatakan akan menyediakan ‘strategi yang menyeluruh untuk kawasan ini’. Rencana ini lalu disetujui oleh negara-negara Pasifik melalui Deklarasi Auckland pada pertemuan khusus Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum/ PIF) tahun 2004, dan diadopsi setahun kemudian oleh pemimpin-pemimpin PIF. Tujuannya adalah tercapainya ‘perdamaian, keharmonisan, keamanan, dan kesejahteraan ekonomi’ untuk semua orang Pasifik melalui inisiatif-inisiatif yang dapat dikelompokkan menjadi empat pilar berikut: pertumbuhan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik, dan keamanan.

 

Rencana Pacific Plan ini gagal mencapai hasil yang diekspektasikan. Hampir satu dekade kemudian, temuan dari kajian Pacific Plan Review ini dipresentasikan kepada para pemimpin selang PIF 2013 di Majuro. Seperti yang disorot oleh blog Development Policy Centre ini pada 2013, proses pengajian yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Papua Nugini Sir Mekere Morauta itu sangat tajam. Kajian tersebut menemukan bahwa kawasan ini memang sangat memerlukan regionalisme, tetapi rencana itu telah mengusulkan cara yang salah: proposal itu terlalu teknokratik dan tidak banyak menerima dukungan politik. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan KTT Khusus Pemimpin PIF pada Mei 2014 dan kerangka kerja baru, kali ini disebut Framework for Pacific Regionalism, pun dicetuskan.

Kerangka baru ini bertujuan untuk mempercepat agenda regional Kepulauan Pasifik dan memastikan para pemimpin melakukan ‘percakapan politik tingkat tinggi tentang prioritas-prioritas regional Pasifik’. Karenanya, ini menciptakan sebuah proses baru dalam mengidentifikasi prioritas-prioritas regional dan dukungan mereka oleh para pemimpin.

Sesuai dengan pendekatan baru ini, sebelum pertemuan PIF pada 2015, Sekretariat PIF meminta publik agar mengusulkan inisiatif-inisiatif regional. Ada 68 usulan yang diterima oleh sekretariat PIF. Inisiatif yang diusulkan kemudian dinilai oleh sebuah sub-komite spesialis mengenai regionalisme, dan lima proposal lalu diajukan kepada pemimpin negara-negara PIF. Kelimanya adalah: menaikkan manfaat ekonomi dari sektor perikanan dan pengawasan maritim; perubahan iklim dan manajemen risiko bencana; teknologi informasi dan komunikasi; Papua Barat; dan kanker serviks. Semuanya lalu dipertimbangkan oleh para pemimpin, dimana beberapa pemimpin tampak lebih antusias dari yang lainnya.

Tiga inisiatif lainnya lalu disahkan pada 2016, terkait dengan: penyandang disabilitas; lautan; dan mobilitas regional dan pengharmonisan praktik bisnis. Pada pertemuan PIF tahun 2016, diskusi tentang delapan inisiatif ini dijabarkan dari paragraf 4 hingga 27 dari komunike berisikan 46 paragraf, jadi kerangka ini sudah pasti sangat penting.

Sejauh itu kerangka tersebut sangat memuaskan, tetapi tak lama setelah itu, Framework for Pacific Regionalism kehilangan momentumnya. Pada tahun 2017, narasi ‘Blue Pacific’ mulai menarik perhatian para pemimpin Pasifik, tidak ada lagi inisiatif atau kerangka tertentu yang disebutkan, dan hanya tiga dari delapan inisiatif awalnya yang masih dibahas (perikanan, Papua Barat, dan perubahan iklim). Pada 2018 dan 2019, pendekatan Framework for Pacific Regionalism ini hampir tidak disebutkan sama sekali dalam komunike pemimpin PIF.

Selang pertemuan PIF tahun 2019, para pemimpin juga sepakat akan sebuah strategi baru, 2050 Strategy for the Blue Pacific Continent, yang mencakup ‘visi jangka panjang’ dan ‘strategi regionalisme’ yang dipertimbangkan dengan saksama (paragraf 5 dari komunike 2019).

Strategi baru ini dipersiapkan agar dapat dibahas oleh para pemimpin PIF tahun 2020 lalu, tetapi tidak ada pertemuan pemimpin PIF pada tahun 2020. Kapan Strategi 2050 akan siap pun masih tidak pasti, tetapi pertanyaan yang lebih fundamental adalah mengapa strategi itu diperlukan. Kenyataan pahitnya adalah baik rencana Pacific Plan maupun kerangka Framework for Pacific Regionalism tidak lagi memiliki traksi. Keduanya diadopsi oleh negara-negara dengan meriah dan kemudian dengan cepat kehilangan momentumnya. Mengapa Strategi 2050 kali ini akan berbeda?

Rencana-rencana seperti itu hanya efektif jika itu berhasil mendorong perubahan yang nyata. Apakah sebuah rencana yang baru atau ‘strategi regionalisme’ yang dipertimbangkan dengan saksama benar-benar dibutuhkan sekarang, mengingat upaya-upaya sebelumnya tidak menghasilkan banyak capaian? Harusnya lebih banyak perhatian yang diberikan dalam belajar pelajaran-pelajaran dari masa lalu, dan pada implementasi yang benar-benar bermakna, akan lebih berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang di seluruh Pasifik. (Development Policy Centre/Australian National University)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us