Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Penangkapan dan pemidanaan Victor Yeimo, Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, mendulang respon dari banyak pihak, khususnya organisasi-organisasi sipil pembela HAM. Sejumlah 31 organisasi masyarakat sipil di tingkat lokal, nasional, dan internasional khawatir penangkapan dan pemidanaan terhadap Victor Yeimo adalah dalih akibat tak kunjung selesainya akar konflik di Papua.
Di antara 31 organisasi masyarakat sipil terdapat sejumlah organisasi masyarakat sipil nasional seperti Asia Justice and Rights, KontraS, WALHI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Yayasan Satu Keadilan. Sejumlah organisasi dengan jejaring internasional, seperti Amnesty International Indonesia dan Greenpeace Indonesia juga tergabung dalam seruan itu, bersama dengan organisasi lokal seperti LBH Papua, LP3BH Manokwari, PAHAM Papua, Aliansi Demokrasi untuk Papua, dan JERAT Papua. Sejumlah lembaga advokasi Hak Asasi Manusia (HAM) dari kalangan gereja seperti SKPKC Fransiscan Papua KPKC, SKP Keuskupan Timika, Sinode GKI di Tanah Papua, maupun JPIC OFM Indonesia ikut menandatangani seruan itu.
“Kami menganggap pemidanaan terhadap Victor Yeimo dilandaskan pada motivasi politik pemerintah yang terus gagal menyelesaikan akar masalah konflik di Papua, seperti salah satunya menuntaskan praktik rasisme terhadap rakyat Papua baik yang dilakukan oleh aparat negara maupun warga lain yang intoleran, ” demikian bunyi pernyataan tertulis koalisi organisasi sipil tersebut yang diterima Jubi, Selasa (18/2/2021).
Baca juga: Victor Yeimo ditangkap polisi, Anouw: Lebih baik tangkap seluruh rakyat Papua
Koalisi juga menganggap pemidanaan lewat pasal-pasal makar seperti Pasal 106 dan 110 KUHP terhadap Yeimo adalah pelanggaran kebebasan berekspresi warga Papua dan dapat menjadi penghalang besar bagi suatu solusi damai Papua.
“Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban HAM untuk bisa membedakan (mana) ancaman kekerasan dari kelompok pro-kemerdekaan bersenjata, yang bisa direspon dengan pemidanaan, dan (mana) yang merupakan ekspresi politik damai yang dilindungi oleh norma dan standar hukum HAM internasional, khususnya karena Indonesia sudah meratifkasi Kovenan International Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR),” ujar Franky Samperante dari Yayasan Bentala Rakyat yang tergabung dalam 31 organisasi tersebut.
“Konstitusi kita menjamin dan menghormati hal atas kebebasan berekspresi. Setiap warga negara maupun organisasi yang menyampaikan suara dan termasuk ekspresi politik secara damai, sebaiknya tidak dihadapi dengan mengkriminalisasi dan cara lain untuk membungkam kebebasan tersebut,” lanjut Samperante kepada Jubi Selasa (18/5).
Koalisi meminta pembebasan Victor Yeimo tanpa syarat sekaligus menjamin keselamatan fisik dan jiwanya selama ada dalam tahanan. “Kepolisian Daerah Papua untuk memastikan tidak ada praktek penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya terhadap Victor Yeimo dan menjamin kesehatan mental dan raganya tetap utuh di masa masih berlangsungnya Pandemi COVID-19.”
Penanganan berlebihan
Terkait penanganan situasi keamanan selama eskalasi konflik pasukan keamanan Indonesia dengan gerakan bersenjata Papua merdeka, koalisi mengingatkan bahwa kedua belah pihak tidak dalam posisi seimbang.
“Dokumentasi dan monitoring dari organisasi-organisasi HAM menunjukan seringkali respon dari aparat keamanan, baik itu aparat kepolisian, personel militer, maupun dinas intelejen bersifat berlebihan dan kerap menikmati impunitas bila terjadi pelanggaran HAM. Aparat keamanan Indonesia sejauh ini banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM serius terhadap warga Papua dengan dalih melawan gerakan separatisme,” ujar koalisi.
Baca juga: Khawatirkan keselamatan Victor Yeimo, TAPOL surati Dewan HAM PBB
Mereka juga menyesalkan pelabelan teroris terhadap kelompok bersenjata pro kemerdekaan Papua, dan menganggapnya sebagai contoh kebijakan negara yang berlebihan.
Tidak mengambil posisi partisan terhadap solusi politik Papua, 31 organisasi sipil itu menekankan pentingnya jaminan kebebasan berekspresi dan berfikir warga Papua dalam segala aspirasi politik dengan cara-cara damai. “Pembebasan segera Victor Yeimo menjadi hal yang wajib dan segera mengakhiri semua bentuk pendekatan keamanan, menghentikan penangkapan tanpa prosedur agar negara hadir memberi rasa keadilan, rasa damai dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua,” tulisnya.
Gagal menangkan hati
Terpisah, eks Komisioner Komnas HAM, Stanley Adi Prasetyo dalam diskusi daring bertajuk DOM Terselubung di Papua yang digelar Jubi.co.id, Jumat (7/5) menyebut bisa jadi Pemerintahan Joko Widodo mulai putus asa karena sulitnya memenangkan hati masyarakat Papua setelah 7 tahun memerintah.
“Jangan-jangan ini memasuki tujuh tahun pemerintahan, Jokowi udah mulai putus asa nih bagaimana memenangkan hati orang Papua,” kata Stanley seperti dilansir CNN Indonesia (8/5/2021).
Atas dasar itu menurutnya OPM ditetapkan sebagai teroris dengan tujuan bisa menggerakkan operasi militer dengan masif. Menurut Stanley tindakan tersebut akan semakin sulit meraih hati orang Papua. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G